SAAT ini, berbagai negara di dunia sedang ‘berperang’ melawan pandemi COVID-19. Wabah yang telah mengganggu berbagai aktivitas tersebut menciptakan peningkatan risiko pada ekonomi global.
Berbagai negara juga telah mempersiapkan kebijakan pajak dan instrumen lainnya dalam upaya mengurangi dampak distorsi ekonomi dari COVID-19. Lantas, bagaimanakah tren kebijakan pajak di berbagai negara untuk memerangi dampak covid-19?
DDTC Fiscal Research berupaya memetakan hal tersebut dari berbagai sumber, utamanya dari IBFD, IMF, OECD, dan Tax Foundation. Hasil Pemetaan ini akan disajikan dalam bentuk artikel analisis ke dalam 2 bagian.
Bagian pertama adalah tujuan penggunaan instrumen pajak dan jenis pajak yang dipilih oleh otoritas. Bagian kedua lebih berbicara mengenai keterkaitan antara jumlah penderita dan respons kebijakan yang dipilih. Kali ini, artikel analisis memuat bagian pertama.
Tujuan dan Skema Instrumen Pajak
DITINJAU dari instrumen pajak yang dipergunakan, terdapat 151 yurisdiksi dari berbagai wilayah yang merespons dampak dari COVID-19 melalui kebijakan fiskal.
Dari jumlah tersebut, 112 yurisdiksi telah (atau berencana) menggunakan instrumen pajak, sementara negara lainnya cenderung menggunakan kebijakan berbasis pengeluaran atau instrumen nonpajak lainnya.
Dari 112 yurisdiksi tersebut, DDTC Fiscal Research mengidentifikasi sebanyak 661 instrumen pajak yang telah (atau akan segera) dilaksanakan, dengan rata-rata agregat sebanyak enam instrumen pajak untuk setiap negara atau yurisdiksi.
Berdasarkan analisis dari data yang tersedia, terdapat beberapa tujuan yang digunakan oleh pemerintah sebagai respons dari ancaman pandemi COVID-19. Pertama, terlepas dari jenisnya, sebagian besar stimulus pajak ditujukan untuk meningkatkan arus kas sektor usaha.
Berbagai fitur seperti pemotongan tarif, pengembalian, dan subsidi pajak pajak digunakan oleh pemerintah untuk memastikan keberlanjutan ekosistem bisnis. Lihat gambar di bawah ini.
Kedua, pemerintah di berbagai negara juga menggunakan fitur administrasi pajak untuk meringankan beban wajib pajak tertentu. Beberapa fitur seperti perpanjangan tenggat waktu, penangguhan pembayaran, serta pemutihan denda/bunga secara luas digunakan untuk meminimalisir kesulitan dalam memenuhi pelaporan atau kewajiban pembayaran pajak.
Ketiga, pemerintah juga menggunakan berbagai instrumen pajak untuk meningkatkan arus kas rumah tangga. Berbagai instrumen seperti pembebasan PPh pribadi, pengembalian pajak serta subsidi pajak untuk pekerja digunakan untuk membantu ekonomi rumah tangga.
Pola yang menarik dapat dilihat dari respons negara-negara tax haven dalam menghadapi dampak pandemi COVID-19. Negara seperti Panama, Luxemburg, dan Swiss menggunakan instrumen pajak yang bertujuan untuk mendukung dan menarik investasi, mengingat sektor keuangan merupakan tulang punggung perekonomian negara-negara tersebut.
Jenis Pajak
DILIHAT dari jenis pajak yang dipergunakan, fitur pajak penghasilan/PPh merupakan instrumen yang paling banyak dipakai di berbagai negara dan yurisdiksi. Lihat tabel di bawah ini.
Berdasarkan data yang dikumpulkan, 59 yurisdiksi telah merespons potensi dampak pandemi COVID-19 dengan fitur pajak PPh Badan dan 57 yurisdiksi menggunakan fitur PPh pribadi.
Negara berpopulasi besar – terutama Amerika Serikat, India, Indonesia – memiliki pola untuk cenderung menggunakan fitur PPh Orang Pribadi sebagai instrumen untuk menunjang kelangsungan investasi dan lapangan pekerjaan.
Sementara itu, pajak pertambahan nilai (PPN) telah digunakan oleh setidaknya 46 negara diikuti oleh pajak konsumsi lainnya (bea impor, pajak penjualan, dan cukai). Beberapa negara juga menggunakan fitur pajak properti dan jenis pajak lainnya untuk mengatasi distorsi ekonomi.*