EKONOMI DIGITAL

Soal Konsensus Pajak Digital, Ini yang Diserukan Indonesia

Muhamad Wildan | Minggu, 21 Maret 2021 | 06:01 WIB
Soal Konsensus Pajak Digital, Ini yang Diserukan Indonesia

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Badan Kebijakan Fiskal (BKF) mengungkapkan Indonesia terus aktif memperjuangkan keadilan pembagian hak pemajakan dalam pembahasan proposal Pillar 1: Unified Approach di bawah koordinasi OECD.

Analis Kebijakan Ahli Muda Pusat Kebijakan Penerimaan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Melani Dewi Astuti mengatakan Indonesia dan negara berkembang tidak ingin pajak yang berhak dipungut yurisdiksi pasar dari korporasi digital internasional terlalu kecil.

“Proposal itu harus bisa memberikan keadilan,” ujarnya dalam media visit secara virtual ke DDTCNews, Jumat (19/3/2021).

Baca Juga:
Jika Batalkan 2 Pilar OECD, UN Tax Convention Tak Akan Disahkan Eropa

Selain mengenai porsi dan hak pemajakan, Indonesia bersama negara-negara berkembang pada Inclusive Framework mendorong adanya penyederhanaan skema pajak digital yang tertuang pada proposal Pillar 1.

“Kami mengharapkan ada simplifikasi lagi agar mudah untuk diterapkan, baik bagi wajib pajak maupun otoritas pajak,” imbuhnya.

Selain itu, sambung dia, Indonesia juga mendorong terciptanya kepastian hukum dalam penerapan pajak digital pada proposal Pillar 1. Bila terdapat sengketa, Indonesia mengutamakan penyelesaian melalui mekanisme penyelesaian sengketa yang ada saat ini, salah satunya melalui mutual agreement procedure (MAP).

Baca Juga:
Australia Mulai Terapkan Pajak Minimum Global Tahun Ini

Adapun proposal Pillar 1 disusun sebagai respons atas perkembangan ekonomi digital yang membuat perusahaan bisa beroperasi di banyak yurisdiksi dan sulit dipajaki. Hal ini mengingat tidak adanya kehadiran fisik dari perusahaan-perusahaan digital tersebut.

Melalui proposal Pillar 1, OECD mengusung mekanisme yang menjamin pembagian hak pemajakan bagi yurisdiksi pasar dan yurisdiksi domisili. Bila diterapkan, OECD memperkirakan total penerimaan dari korporasi digital secara global bisa mencapai US$5 miliar hingga US$12 miliar per tahun. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 25 Maret 2024 | 15:37 WIB KINERJA PERDAGANGAN

Transaksi e-Commerce Diprediksi Tembus Rp 1.730 Triliun pada 2025

Jumat, 22 Maret 2024 | 10:30 WIB AUSTRALIA

Australia Mulai Terapkan Pajak Minimum Global Tahun Ini

Sabtu, 16 Maret 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

THR Cair 100 Persen, BKF Klaim Keuangan Negara Membaik

BERITA PILIHAN
Jumat, 29 Maret 2024 | 08:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Cetak Kartu NPWP Tak Perlu ke Kantor Pajak, Begini Caranya

Kamis, 28 Maret 2024 | 17:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Punya Reksadana dan Saham, Gimana Isi Harga Perolehan di SPT Tahunan?

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Cashback Jadi Objek Pajak Penghasilan? Begini Ketentuannya

Kamis, 28 Maret 2024 | 15:47 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Bansos Beras Hingga Akhir Tahun, Jokowi: Saya Usaha, Tapi Enggak Janji

Kamis, 28 Maret 2024 | 15:31 WIB PENGAWASAN PAJAK

Data Konkret akan Daluwarsa, WP Berpotensi Di-SP2DK atau Diperiksa

Kamis, 28 Maret 2024 | 14:42 WIB PELAPORAN SPT TAHUNAN

Mau Pembetulan SPT Menyangkut Harta 5 Tahun Terakhir, Apakah Bisa?