Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Coretax administration system diagendakan berlaku mulai Januari 2025. Kementerian Keuangan pun telah menyesuaikan beragam ketentuan perpajakan sehubungan dengan akan berlakunya coretax melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 81/2024.
Kendati demikian, terdapat sejumlah ketentuan dalam PMK 81/2024 yang perinciannya masih perlu penetapan direktur jenderal pajak (dirjen pajak). Umumnya, perincian ketentuan itu akan diatur dalam peraturan dirjen (perdirjen) pajak. Ketentuan yang perlu diatur melalui perdirjen tersebut, salah satunya, perihal bentuk, isi, dan tata cara pengisian Surat Pemberitahuan (SPT).
“Ketentuan lebih lanjut mengenai ... bentuk, isi, dan tata cara pengisian Surat Pemberitahuan ... ditetapkan oleh dirjen pajak,” bunyi penggalan Pasal 465 PMK 81/2024, dikutip pada Senin (9/12/2024).
Selain itu, terdapat 26 ketentuan lain yang juga perlu diatur lebih lanjut melalui perdirjen. Pertama, jenis pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan secara elektronik dan/atau selain secara elektronik dan tata cara penyampaian dokumen serta saluran yang digunakan dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan.
Kedua, tindak lanjut pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan, tata cara penerbitan keputusan dalam bentuk elektronik, dokumen elektronik, serta tata cara penyampaian keputusan dan dokumen elektronik.
Ketiga, tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan dan penerbitan keputusan dalam hal keadaan kahar atau sebab lain berdasarkan pertimbangan dirjen pajak.
Keempat, petunjuk teknis pelaksanaan pendaftaran wajib pajak dan pemberian NPWP, perubahan data, pemindahan wajib pajak, penetapan wajib pajak nonaktif dan penghapusan NPWP.
Kelima, petunjuk teknis pelaksanaan pelaporan usaha, pengukuhan pengusaha kena pajak (PKP), dan akses pembuatan faktur pajak. Keenam, petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan ekstensifikasi untuk pemberian NPWP dan/atau pengukuhan PKP.
Ketujuh, petunjuk teknis pelaksanaan penentuan tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak. Kedelapan, petunjuk teknis pelaksanaan kriteria PKP yang akses pembuatan faktur pajaknya dinonaktifkan.
Kesembilan, petunjuk teknis pelaksanaan pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan terhadap PKP yang tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai PKP. Kesepuluh, bentuk dan format Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP). Kesebelas, wajib pajak di daerah tertentu.
Kedua belas, tata cara penerapan sistem pembayaran pajak secara elektronik. Ketiga belas, bentuk, isi, dan tata cara pengisian formulir Surat Setoran Pajak (SSP). Keempat belas, tata cara penerbitan bukti pemindahbukuan.
Kelima belas, keterangan dan/atau dokumen yang harus dilampirkan dalam SPT serta format dan sarana penyampaian keterangan dan/atau dokumen yang harus dilampirkan dalam SPT. Keenam belas, tata cara penyampaian SPT.
Ketujuh belas, tata cara pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan. Kedelapan belas, kriteria wajib pajak pajak penghasilan (PPh) tertentu yang dikecualikan dari kewajiban pelaporan SPT. Kesembilan belas, tata cara penelitian dan perekaman SPT.
Kedua puluh, tata cara penelitian pemenuhan kewajiban penyetoran PPh oleh KPP. Kedua puluh satu, tata cara pengecualian pembayaran dan penerbitan surat keterangan bebas PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya.
Kedua puluh dua, tata cara dan prosedur pemungutan PPh Pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor, ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam oleh Badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan, atau kegiatan usaha di bidang lain serta dan tata cara penerbitan surat keterangan bebas PPh Pasal 22.
Kedua puluh tiga, bentuk, isi, tata cara pengisian, dan penyampaian laporan penghitungan angsuran PPh Pasal 25. Kedua puluh empat, pemotongan PPh Pasal 26 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap atas penghasilan berupa keuntungan dari penjualan saham.
Kedua puluh lima, pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 26 atas penghasilan berupa premi asuransi dan premi reasuransi yang dibayar kepada perusahaan asuransi di luar negeri.
Kedua puluh enam, tata cara pengajuan dan penerbitan keputusan mengenai penggunaan nilai buku atas pengalihan dan perolehan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha.
Selain itu, ketentuan mengenai tata cara pembayaran pajak dalam mata uang dolar Amerika Serikat serta pelaksanaan tata cara penghitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dan imbalan bunga, akan ditetapkan oleh dirjen pajak dan dirjen perbendaharaan.
Ada pula perincian ketentuan mengenai tata cara pengecualian pemungutan PPh Pasal 22 yang akan ditetapkan oleh dirjen pajak dan dirjen bea dan cukai. (sap)