RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Perbedaan Waktu Pemotongan PPh Pasal 23

Vallencia | Jumat, 24 Juni 2022 | 16:14 WIB
Sengketa Perbedaan Waktu Pemotongan PPh Pasal 23

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai perbedaan waktu pemotongan PPh Pasal 23 atas akun dengan nama biaya hutan tanaman industri dalam pengembangan.

Otoritas pajak melakukan koreksi berdasarkan pada ekualisasi antara biaya hutan tanaman industri dalam pengembangan dengan pajak penghasilan (PPh) Pasal 23 yang telah dilaporkan wajib pajak. Otoritas pajak menemukan terdapat objek PPh Pasal 23 yang belum dipotong.

Di sisi lain, wajib pajak menyatakan tidak setuju dengan pendapat otoritas pajak. Wajib pajak menilai pihaknya telah melakukan pemotongan PPh Pasal 23 dengan benar. Adapun pemotongan PPh Pasal 23 memang tidak dilakukan pada saat transaksi terjadi. Sebab, pada faktanya pembayaran atas transaksi yang dilakukan pada 2006 baru dilakukan di tahun-tahun berikutnya.

Baca Juga:
Menurun, Tingkat Kemenangan DJBC di Pengadilan Pajak 56,77% pada 2023

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan seluruh permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan ID.

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat koreksi positif dasar pengenaan pajak (DPP) PPh Pasal 23 senilai Rp17.372.023.092 tidak dapat dipertahankan.

Baca Juga:
Mulai 12 April! Pengajuan Izin Kuasa Hukum Pajak Harus via IKH Online

Majelis Hakim Pengadilan Pajak menilai wajib pajak telah melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas biaya hutan tanaman industri dalam pengembangan tahun 2006 dengan tepat. Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruh permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak.

Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 35764/PP/M.XIII/12/2011 tanggal 20 Desember 2011, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 2 April 2012.

Pokok sengketa dalam perkara ini ialah koreksi DPP PPh Pasal 23 masa pajak Januari hingga Desember 2006 senilai Rp17.372.023.092 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Ini Aturan Baru Permohonan IKH di Pengadilan Pajak Mulai 12 April 2024

Pendapat Pihak yang Bersengketa
Pemohon PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, Pemohon PK melakukan koreksi positif DPP PPh Pasal 23 berdasarkan pada hasil ekualisasi antara biaya hutan tanaman industri dalam pengembangan dengan objek PPh Pasal 23 yang telah dilaporkan oleh Termohon PK.

Merujuk pada hasil ekualisasi tersebut, Pemohon PK menemukan fakta terdapat objek PPh Pasal 23 dalam akun hutan tanaman industri dalam pengembangan yang belum dipotong pajak oleh Termohon PK.

Sebagai tindak lanjut, Pemohon PK meminta sejumlah dokumen dari Termohon PK untuk kepentingan pembuktian. Namun demikian, Termohon PK hanya dapat menunjukkan sebagian bukti potong PPh Pasal 23.

Baca Juga:
Sengketa Pajak atas Penyediaan Jaringan Listrik dan Air

Pemohon PK juga melakukan penelitian terhadap buku besar dengan periode 2007—2010, khususnya pada akun biaya hutan tanaman industri dalam pengembangan. Penelitian dilakukan untuk menguji apakah biaya pada akun hutan tanaman industri dalam pengembangan tahun 2006 dibebankan kembali di tahun-tahun berikutnya atau tidak.

Berdasarkan pada penelitian tersebut, Pemohon PK menemukan fakta terdapat 4 transaksi yang dilakukan pada 2006, tetapi pencatatan pada akun biaya hutan tanaman industri dalam pengembangan terjadi pada 2007.

Selain itu, ada juga satu transaksi yang terjadi pada 2006, tetapi dicatatkan pada akun hutan tanaman industri dalam pengembangan di 2008 hingga 2010.

Baca Juga:
Percepat Penyelesaian Sengketa Pajak, Data Analytics Dikembangkan

Sehubungan dengan penemuan tersebut, Pemohon PK menyatakan tidak setuju apabila transaksi yang terjadi pada 2006 baru dilakukan pemotongan PPh Pasal 23 pada tahun-tahun berikutnya.

Padahal, sesuai dengan Pasal 8 ayat (3) Peraturan Pemerintah No. 138 Tahun 2000, pemotongan PPh Pasal 23 dapat dilakukan pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan, tergantung pada peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan pendapat Pemohon PK. Termohon PK menyampaikan telah melakukan pembukuan biaya sesuai dengan PSAK dan melaksanakan kewajiban pemotongan PPh Pasal 23 sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.

Baca Juga:
Transformasi Sekretariat Pengadilan Pajak, Fokus 5 Hal Ini Tahun Lalu

Termohon PK berdalil pihaknya telah memotong PPh Pasal 23 atas transaksi biaya hutan tanaman industri dalam pengembangan pada 2006 dengan benar. Adapun pemotongan PPh Pasal 23 memang tidak dilakukan pada saat transaksi terjadi. Sebab, pada faktanya pembayaran atas transaksi yang berlangsung pada 2006 baru dilakukan di tahun-tahun berikutnya.

Selain itu, Termohon PK juga telah memberikan seluruh data, catatan, pembukuan, informasi, dan keterangan lainnya. Hal ini dapat dibuktikan dari tanda terima dokumen yang diserahkan kepada Pemohon PK.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sudah tepat dan benar. Adapun terhadap perkara ini, terdapat dua pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Baca Juga:
Lebaran 2024, Masa Reses Sidang di Pengadilan Pajak Mulai 5 April

Pertama, koreksi DPP PPh Pasal 23 masa pajak Januari hingga Desember 2006 senilai Rp17.372.023.092 tidak dapat dibenarkan. Sebab, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan kedua belah pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta dan melemahkan bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, dalam perkara a quo, Termohon PK telah melakukan pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 23 dengan benar. Oleh sebab itu, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Mahkamah Agung menilai ermohonan PK tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (kaw)


(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 22 Maret 2024 | 11:30 WIB DITJEN BEA DAN CUKAI

Menurun, Tingkat Kemenangan DJBC di Pengadilan Pajak 56,77% pada 2023

Rabu, 20 Maret 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Mulai 12 April! Pengajuan Izin Kuasa Hukum Pajak Harus via IKH Online

Selasa, 19 Maret 2024 | 16:25 WIB IZIN KUASA HUKUM

Ini Aturan Baru Permohonan IKH di Pengadilan Pajak Mulai 12 April 2024

Selasa, 19 Maret 2024 | 13:33 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pajak atas Penyediaan Jaringan Listrik dan Air

BERITA PILIHAN
Kamis, 28 Maret 2024 | 17:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Punya Reksadana dan Saham, Gimana Isi Harga Perolehan di SPT Tahunan?

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Cashback Jadi Objek Pajak Penghasilan? Begini Ketentuannya

Kamis, 28 Maret 2024 | 15:47 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Bansos Beras Hingga Akhir Tahun, Jokowi: Saya Usaha, Tapi Enggak Janji

Kamis, 28 Maret 2024 | 15:31 WIB PENGAWASAN PAJAK

Data Konkret akan Daluwarsa, WP Berpotensi Di-SP2DK atau Diperiksa

Kamis, 28 Maret 2024 | 14:42 WIB PELAPORAN SPT TAHUNAN

Mau Pembetulan SPT Menyangkut Harta 5 Tahun Terakhir, Apakah Bisa?