RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Penyerahan Jasa Pelayanan Kecantikan Dapat Pengecualian PPN

Hamida Amri Safarina | Jumat, 02 Juli 2021 | 18:36 WIB
Sengketa Penyerahan Jasa Pelayanan Kecantikan Dapat Pengecualian PPN

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai penyerahan jasa pelayanan kecantikan dan obat-obatan pendukungnya yang dikecualikan dari pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN). Sebagai informasi, wajib pajak merupakan pengusaha yang bergerak di bidang jasa pelayanan kecantikan.

Otoritas pajak menyatakan penyerahan jasa pelayanan kecantikan tidak dikecualikan dari pemungutan PPN. Sebab, penjelasan Pasal 4A ayat (3) juncto Pasal 6 Peraturan Pemerintah No. 144 Tahun 2000 tidak menyebutkan jasa pelayanan kecantikan sebagai salah satu jenis jasa pelayanan kesehatan medis yang dikecualikan PPN.

Adapun jasa di bidang pelayanan kesehatan medis yang dikecualikan dari pemungutan PPN ialah jasa dokter umum, jasa dokter spesialis, jasa dokter gigi, jasa dokter hewan, dan jasa ahli kesehatan. Tidak hanya itu, ada juga jasa kebidanan dan dukun bayi, jasa paramedis dan perawatan, jasa rumah sakit, jasa klinik kesehatan, dan jasa laboratoriun kesehatan yang tergolong pelayanan medis.

Baca Juga:
Patuhi MK, Kemenkeu Bersiap Alihkan Pembinaan Pengadilan Pajak ke MA

Sebaliknya, wajib pajak menyatakan jasa pelayanan kecantikan dapat dikategorikan sebagai jasa pelayanan medis yang dikecualikan dari pemungutan PPN. Menurutnya, koreksi yang dilakukan otoritas pajak tersebut hanya berdasarkan pada asumsi saja tanpa didukung fakta dan bukti yang memadai sehingga harus dibatalkan.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan mahkamah Agung atau di sini.

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah Terhadap Mayoritas Negara Mitra

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak meyakini bahwa jasa pelayanan kesehatan termasuk dalam jasa pelayanan kesehatan medis yang dikecualikan dari pemungutan PPN. Sebab, jasa pelayanan kecantikan tersebut diberikan oleh dokter yang memiliki keahlian tertentu dan izin praktik yang sah.

Adapun salah satu Hakim Pengadilan Pajak, selanjutnya disebut Hakim A, memberikan dissenting opinion terhadap perkara ini. Sesuai ketentuan Pasal 4A ayat (3) huruf a UU PPN, salah satu jenis jasa yang dikecualikan dari pengenaan PPN adalah jasa di bidang pelayanan kesehatan medis.

Menurut Hakim A, pengecualian atas jasa pelayanan medis hanya diberikan kepada seseorang yang benar-benar dinyatakan sakit, baik secara fisik maupun mental, untuk nantinya dapat hidup dengan produktif.

Baca Juga:
World Book Day, Ini 3 Ketentuan Fasilitas Perpajakan untuk Buku

Sementara ruang lingkup klinik kecantikan lebih menekankan pada upaya meningkatkan keindahan atau estetika penampilan saja. Para pelanggan wajib pajak merupakan seseorang yang sehat dan dapat melakukan kegiatan yang produktif meskipun dalam masa perawatan kecantikan.

Dengan demikian, Hakim A menilai bahwa jasa pelayanan kecantikan tidak dapat diklasifikasikan sebagai jasa pelayanan medis yang dikecualikan dari pemungutan PPN.

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 59943/PP/ M.VA/16/2015 tanggal 5 Maret 2015, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 23 Juni 2015.

Baca Juga:
Sengketa Koreksi DPP PPN atas Jasa Keagenan Kapal

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) atas penyerahan yang PPN-nya dipungut sendiri pada masa pajak September 2008 senilai Rp349.387.033 tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Pemohon PK melakukan koreksi karena berdasarkan pada hasil ekualisasi, terdapat penyerahan jasa yang tidak dipungut PPN dan tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT). Sebagai informasi, Termohon PK merupakan pengusaha yang bergerak di bidang jasa pelayanan kecantikan.

Pemohon PK menyatakan penyerahan jasa pelayanan kecantikan tidak dikecualikan dari pemungutan PPN. Sebab, penjelasan Pasal 4A ayat (3) juncto Pasal 6 Peraturan Pemerintah No. 144 Tahun 2000 tidak menyebutkan jasa pelayanan kecantikan sebagai slaah satu jenis jasa pelayanan kesehatan medis yang dikecualikan PPN.

Baca Juga:
Langganan Platform Streaming Film, Kena PPN atau Pajak Hiburan?

Adapun jasa di bidang pelayanan kesehatan medis yang dikecualikan dari pemungutan PPN ialah jasa dokter umum, jasa dokter spesialis, jasa dokter gigi, jasa dokter hewan, dan jasa ahli kesehatan. Tidak hanya itu, ada juga jasa kebidanan dan dukun bayi, jasa paramedis dan perawatan, jasa rumah sakit, jasa klinik kesehatan, dan jasa laboratoriun kesehatan yang tergolong pelayanan medis.

Kriteria pasien yang dirawat oleh jasa pelayanan medis dan jasa pelayanan kecantikan memiliki perbedaan yang signifikan. Pasien yang dirawat oleh jasa pelayanan medis biasanya didiagnosa menderita sakit fisik ataupun mental yang dapat mengganggu kegiatannya sehari-hari.

Sebaliknya, pasien pelayanan kecantikan tidak menderita sakit secara fisik atau mental. Selama menjalani perawatan pelayanan kecantikan, pasien tersebut masih tetap dapat melakukan kegiatan yang produktif.

Baca Juga:
Belanja Militer Ditambah, Israel Bakal Naikkan Tarif Pajak

Selain penyerahan layanan kecantikan, ada juga penyerahan obat-obatan untuk mendukung perawatan kecantikan yang juga tidak dipungut PPN. Pemohon PK berdalil seharusnya penyerahan obat-obatan untuk kecantikan tersebut tidak dikecualikan dari pungutan PPN.

Berdasarkan pada uraian di atas, Pemohon PK menyimpulkan sudah sewajarnya apabila terhadap penyerahan jasa pelayanan kecantikan dan obat-obatan pendukungnya tetap dikenakan PPN. Berdasarkan pada asas hukum ex aquo et bono, Pemohon PK memohon kepada Majelis Hakim Agung untuk mengabulkan seluruh permohonan PK ini.

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan Pemohon PK. Menurut Termohon PK, jasa pelayanan kecantikan dan obat-obatan pendukung perawatan tersebut dapat dikategorikan sebagai jasa pelayanan medis yang dikecualikan dari pemungutan PPN. Koreksi yang dilakukan oleh Pemohon PK tersebut hanya berdasarkan pada asumsi tanpa didukung fakta dan bukti yang memadai sehingga harus dibatalkan.

Baca Juga:
Jasa Konstruksi Bangunan bagi Korban Bencana Bebas PPN, Ini Aturannya

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan dikabulkannya seluruh permohonan banding sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil sudah tepat. Terdapat dua pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, koreksi DPP PPN atas penyerahan yang PPN-nya dipungut sendiri pada masa September 2008 senilai Rp349.387.033 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta dan melemahkan bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, dalam perkara ini, klinik kecantikan estetika pada dasarnya adalah suatu layanan kesehatan yang bersifat rawat jalan dengan menyediakan jasa pelayanan medis. Jasa pelayanan medis tersebut dilakukan tenaga medis yang mempunyai keahlian tertentu.

Baca Juga:
Inggris Beri Insentif PPN untuk Produk Rumah Tangga yang Disumbangkan

Selain itu, tujuan layanan kecantikan tersebut ialah untuk mencegah dan mengatasi berbagai kondisi atau penyakit yang berkaitan dengan kecantikan seseorang. Konsekuensinya, jasa layanan kecantikan tersebut dikecualikan dari pungutan PPN. Oleh karena itu, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak sesuai dengan fakta dan peraturan yang berlaku.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (kaw)

(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 24 April 2024 | 16:45 WIB PENGADILAN PAJAK

Patuhi MK, Kemenkeu Bersiap Alihkan Pembinaan Pengadilan Pajak ke MA

Rabu, 24 April 2024 | 09:03 WIB KURS PAJAK 24 APRIL 2024 - 30 APRIL 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah Terhadap Mayoritas Negara Mitra

Selasa, 23 April 2024 | 16:00 WIB HARI BUKU SEDUNIA

World Book Day, Ini 3 Ketentuan Fasilitas Perpajakan untuk Buku

Senin, 22 April 2024 | 18:21 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Koreksi DPP PPN atas Jasa Keagenan Kapal

BERITA PILIHAN
Rabu, 24 April 2024 | 18:50 WIB PERMENKOP UKM 2/2024

Koperasi Simpan Pinjam Modal Rp5 Miliar, Lapkeu Wajib Diaudit AP

Rabu, 24 April 2024 | 18:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT Jasa Perhotelan di UU HKPD?

Rabu, 24 April 2024 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Awasi WP Grup, DJP Bakal Reorganisasi Kanwil LTO dan Kanwil Khusus

Rabu, 24 April 2024 | 17:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Urus NTPN Hilang? Ini Beberapa Solusi yang Bisa Dilakukan Wajib Pajak

Rabu, 24 April 2024 | 16:50 WIB PAJAK PENGHASILAN

DJP Sebut Tiap Perusahaan Bebas Susun Skema Pemberian THR dan Bonus

Rabu, 24 April 2024 | 16:45 WIB PENGADILAN PAJAK

Patuhi MK, Kemenkeu Bersiap Alihkan Pembinaan Pengadilan Pajak ke MA

Rabu, 24 April 2024 | 16:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

DJP Tegaskan Tak Ada Upaya ‘Ijon’ Lewat Skema TER PPh Pasal 21

Rabu, 24 April 2024 | 16:30 WIB KPP MADYA TANGERANG

Lokasi Usaha dan Administrasi Perpajakan WP Diteliti Gara-Gara Ini

Rabu, 24 April 2024 | 15:30 WIB KEPATUHAN PAJAK

DJP: 13,57 Juta WP Sudah Laporkan SPT Tahunan hingga 23 April 2024