RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum tentang pengkreditan pajak masukan atas biaya reklamasi tambang. Perlu diketahui, wajib pajak merupakan pengusaha yang bergerak di bidang pertambangan emas dan perak. Wajib pajak melaksanakan usaha pertambangan di Indonesia berdasarkan kontrak karya (KK).
Adapun proses kegiatan usaha pertambangan wajib pajak terbagi dalam tiga tahapan, yaitu tahap praproduksi, tahap produksi, dan tahap pascaproduksi. Sengketa pajak dalam perkara ini berkaitan dengan proses bisnis wajib pajak pada tahapan pascaproduksi, yakni kegiatan reklamasi.
Otoritas pajak menilai pajak masukan atas biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan reklamasi tidak dapat dikreditkan. Sebab, pada tahap reklamasi tersebut, wajib pajak sudah tidak melakukan produksi dan penyerahan barang kena pajak lagi. Dengan kata lain, kegiatan reklamasi tersebut tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha wajib pajak.
Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (8) huruf b UU Nomor 8 Tahun 1983 s.t.d.d. UU Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN). Pasal tersebut menyatakan pengkreditan pajak masukan tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk perolehan barang kena pajak atau jasa kena pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha.
Sebaliknya, wajib pajak menyatakan biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan reklamasi berkaitan langsung dengan kegiatan usahanya. Oleh karena itu, wajib pajak berhak untuk melakukan pengkreditan pajak masukan atas biaya kegiatan reklamasi tersebut.
Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.
Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Dalam hal ini, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat proses reklamasi tambang masih berkaitan langsung dengan kegiatan usaha wajib pajak. Dengan demikian, pajak masukan atas kegiatan reklamasi tersebut dapat dikreditkan.
Atas permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 43954/PP/M.VIII/ 16/2013 tertanggal 18 Maret 2013, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 26 Juni 2013.
Pokok sengketa dalam perkara a quo adalah koreksi positif pajak masukan yang dapat dikreditkan senilai Rp147.198.864 yang tidak dapat dipertimbangkan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Sebagai informasi, Termohon PK merupakan pengusaha yang bergerak di bidang pertambangan emas dan perak. Termohon PK melaksanakan usaha pertambangan di Indonesia berdasarkan pada kontrak karya (KK).
Proses kegiatan usaha pertambangan terbagi dalam tiga tahapan, yaitu tahap praproduksi, tahap produksi, dan tahap pascaproduksi. Tahapan praproduksi tambang terdiri atas kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, dan konstruksi prasarana serta lokasi tambang.
Selanjutnya, pada tahap produksi tambang, Termohon PK melakukan penggalian bahan tambang, pengolahan bahan galian tambang, pemurnian, pengangkutan, dan penjualan hasil akhir tambang. Sementara pada tahap pascaproduksi, kegiatan yang dilakukan adalah reklamasi dan revegetasi. Artinya, pada proses reklamasi sudah tidak ada lagi barang kena pajak yang dihasilkan.
Berkaitan dengan perkara ini, Pemohon PK menilai pajak masukan atas biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan reklamasi tidak dapat dikreditkan. Sebab, pada tahap reklamasi ini Termohon PK sudah tidak memproduksi dan tidak melakukan penyerahan barang kena pajak lagi. Dengan kata lain, kegiatan reklamasi tersebut tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha Termohon PK.
Menurut Pemohon PK, berhubungan langsung dengan kegiatan usaha dapat diartikan sebagai kegiatan yang meliputi proses produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen. Sementara kegiatan reklamasi bertujuan untuk memperbaiki atau melakukan tata guna lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya.
Dalil Pemohon PK di atas sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (8) huruf b UU PPN. Pasal itu menyatakan pengkreditan pajak masukan tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk perolehan barang kena pajak atau jasa kena pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha.
Termohon PK menolak koreksi yang dilakukan Pemohon PK. Perlu dipahami, pelaksanaan reklamasi wajib dilakukan pada lahan terganggu akibat kegiatan usaha pertambangan.
Menurutnya, biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan reklamasi masih berhubungan langsung dengan kegiatan usahanya meskipun pengeluaran tersebut terjadi saat produksi dan penyerahan barang kena pajak telah berhenti. Oleh karena itu, Termohon PK berhak untuk melakukan pengkreditan pajak masukan atas pengeluaran atas kegiatan reklamasi tersebut.
Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding sudah tepat. Terdapat dua pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.
Pertama, koreksi positif pajak masukan yang dapat dikreditkan senilai Rp147.198.864 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Kedua, dalam perkara ini, proses reklamasi yang dilakukan Termohon PK memiliki hubungan langsung dengan kegiatan usahanya. Oleh karena itu, pajak masukan atas kegiatan reklamasi dapat dikreditkan. Koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan.
Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (kaw)