RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) pajak penghasilan (PPh) Pasal 23 atas pembayaran jasa angkutan darat yang dilakukan oleh wajib pajak kepada PT X selaku perusahaan pengangkutan barang.
Dalam menjalankan usahanya, wajib pajak manggunakan jasa angkutan darat berupa truck dari PT X. Atas transaksi tersebut, wajib pajak tidak memotong dan tidak melaporkan pembayaran jasa angkutan darat dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 23.
Otoritas pajak menilai pembayaran yang dilakukan oleh Termohon PK kepada PT X ialah transaksi sewa angkutan darat yang merupakan objek PPh Pasal 23 dan perlu dilakukan pemotongan. Hal ini disebabkan karena wajib pajak tidak dapat menunjukkan kontrak atau perjanjian dengan PT X yang merupakan persyaratan untuk dikecualikan dari objek pemotongan PPh Pasal 23 sebagaimana diatur dalam angka 2 butir 2.2 SE-08/PJ.313/1995 tentang PPh Pasal 23 atas Persewaan Alat Angkutan Darat (SE-08/1995).
Sebaliknya, wajib pajak berpendapat transaksi pembayaran jasa angkutan darat kepada PT X tidak perlu dilakukan pemotongan PPh Pasal 23. Sebab, transaksi jasa angkutan darat tersebut dibayar dan dihitung berdasarkan jumlah kuantitas atau volume barang dan jarak ke tempat tujuan sehingga bukan merupakan objek PPh Pasal 23. Hal ini sebagaimana diatur berdasarkan angka 2 butir 2.2 SE-08/1995.
Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak Permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan ID.
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat koreksi DPP PPh Pasal 23 atas pembayaran sewa angkutan darat senilai Rp7.579.413.160 untuk masa pajak Januari sampai dengan Juli 2006 yang ditetapkan otoritas pajak tidak tepat.
Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak No. 23141/PP/M.V/12/2010 tanggal 26 April 2010, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 20 Agustus 2010.
Terdapat 2 pokok sengketa dalam perkara ini. Pertama, berkaitan dengan putusan Pengadilan Pajak yang tidak sesuai dengan Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU 14/2002).
Kedua, koreksi DPP PPh Pasal 23 atas pembayaran sewa angkutan darat senilai Rp7.579.413.160 untuk masa pajak Januari sampai dengan Juli 2006 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
PEMOHON PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, terdapat 2 pokok sengketa. Pokok sengketa pertama menyangkut putusan Pengadilan Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 81 ayat (1) UU 14/2002.
Dalam hal ini, Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah melewati jangka waktu pengambilan putusan pemeriksaan dengan acara biasa yang seharusnya paling lambat diambil pada 16 Februari 2010. Namun, dalam kasus ini, upaya hukum banding dalam sengketa ini baru diputuskan pada 26 April 2010. Oleh karena itu, Putusan Pengadilan Pajak yang dimaksud dapat dinyatakan cacat hukum sehingga harus dibatalkan demi hukum.
Selanjutnya, pokok sengketa kedua dalam putusan ini membahas tentang koreksi DPP PPh Pasal 23 berupa sewa angkutan darat senilai Rp7.579.413.160 untuk masa pajak Januari sampai dengan Juli 2006. Dalam kasus ini, Termohon PK melakukan pembayaran kepada PT X atas penggunaan jasa angkutan darat berupa truck untuk mengangkut barangnya berdasarkan jumlah kuantitas atau volume barang dan jarak ke tempat tujuan.
Menurut Pemohon PK, pembayaran yang dilakukan oleh Termohon PK kepada PT X ialah transaksi sewa angkutan darat yang merupakan objek PPh Pasal 23. Pemohon PK berpendapat demikian karena Termohon PK tidak dapat menunjukkan kontrak atau perjanjian dengan PT X.
Pasalnya, kontrak atau perjanjian tersebut merupakan persyaratan yang diatur dalam angka 2 butir 2.2 SE-08/1995 agar transaksi antara Termohon PK dan PT X dapat dikecualikan dari objek pemotongan PPh Pasal 23.
Oleh karena itu, Pemohon PK menyimpulkan pembayaran sewa angkutan darat yang dilakukan oleh Termohon PK akan memberikan tambahan kemampuan ekonomis bagi PT X dan merupakan objek pajak yang seharusnya dipotong PPh Pasal 23 oleh Termohon PK. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf i j.o Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 1 UU PPh.
Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Pemohon PK menyatakan koreksi yang dilakukannya sudah benar. Dengan demikian, pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku (contra legem).
Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan pernyataan Pemohon PK terhadap pokok sengketa kedua. Termohon PK berpendapat pembayaran atas jasa angkutan darat kepada PT X tidak perlu dilakukan pemotongan PPh Pasal 23.
Sebab, transaksi atas jasa angkutan yang dilakukan oleh Termohon PK dengan PT X telah dibayar dan dihitung berdasarkan pada jumlah kuantitas atau volume barang dan jarak ke tempat tujuan sehingga bukan merupakan objek PPh Pasal 23. Hal ini sebagaimana diatur berdasarkan pada angka 2 butir 2.2 SE-08/1995.
Di sisi lain, berdasarkan pada angka 2 butir 2.2 SE-08/1995, fungsi kontrak atau perjanjian ialah semata-mata untuk menjamin sampainya barang ke tempat tujuan. Oleh karena itu, menurut Termohon PK, dokumen serah terima barang, kartu timbang, atau delivery note sudah cukup sebagai bukti bahwa barang telah sampai dengan selamat dan dapat digunakan sebagai dasar pembayaran ongkos angkut.
Dengan demikian, Termohon PK menyatakan koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak benar sehingga harus dibatalkan.
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak No. 23141/PP/M.V/12/2010 yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sudah tepat dan benar. Adapun terhadap perkara ini, terdapat 2 pertimbangan Mahkamah Agung sebagai berikut.
Pertama, alasan permohonan PK mengenai Putusan Pengadilan Pajak No. Put.23141/PP/M.V/12/2010 yang tidak memenuhi Pasal 81 ayat (1) UU 14/2002 tidak dapat dibenarkan. Sebab, persoalan mengenai jangka waktu yang berkaitan dengan proses administrasi penyelesaian perkara tidak dapat membatalkan putusan.
Kedua, alasan-alasan permohonan PK atas koreksi pembayaran sewa angkutan darat juga tidak dapat dibenarkan. Menurut Mahkamah Agung, pertimbangan hukum dan Putusan Pengadilan Pajak No. 23141/PP/M.V/12/2010 yang mengabulkan seluruhnya permohonan banding sudah tepat dan sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf c UU 14/2002.
Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Kemudian, Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.