RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Utang yang Dianggap Penyertaan Modal

Hamida Amri Safarina | Jumat, 25 September 2020 | 16:44 WIB
Sengketa atas Utang yang Dianggap Penyertaan Modal

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai utang wajib pajak yang dianggap sebagai penyertaan modal oleh otoritas pajak. Dalam perkara ini, wajib pajak meminjam sejumlah uang dari pihak afiliasi, selanjutnya disebut PT X.

Otoritas pajak menilai utang yang dilakukan wajib pajak dari PT X tidak logis. Sebab, saat utang dilakukan, keuangan wajib pajak dalam kondisi likuid dan tidak ada permasalahan. Atas utang yang dilakukan wajib pajak tersebut, otoritas pajak mengindikasikan adanya penyertaan modal yang terselubung, dengan menyatakan penyertaan modal sebagai utang. Dengan demikian, bunga yang dibayarkan sehubungan dengan utang yang dianggap sebagai penyertaan modal seharusnya tidak dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto.

Sebaliknya, wajib pajak menyatakan bahwa utang dari PT X dilakukan sebab saat itu pihaknya sedang dalam kesulitan likuiditas. Wajib pajak berdalil seluruh laba tahun berjalan dan laba ditahan perusahaan digunakan untuk membayar utang jangka panjang kepada PT X, membiayai belanja barang modal, ekspansi perusahaan, serta pemeliharaan dan pengembangan tanaman. Menurut wajib pajak, meminjam sejumlah uang dari PT X adalah hal yang wajar dan lazim dilakukan.

Baca Juga:
Crash Program Efektif Bantu Debitur Kecil Lunasi Utang ke Negara

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan mahkamah Agung atau di sini.

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat tidak terdapat cukup bukti dan alasan untuk mempertahankan koreksi selisih kurs dan biaya bunga yang dilakukan oleh otoritas pajak.

Baca Juga:
Utang Pemerintah Tembus Rp 8.319 triliun pada Akhir Februari 2024

Sebab, kegiatan utang wajib pajak dari PT X adalah hal yang wajar dan lazim. Majelis Hakim Pengadilan Pajak meyakini utang tersebut bukan merupakan penyertaan modal terselubung. Oleh karena itu, bunga yang dibayarkan wajib pajak kepada PT X dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto.

Atas permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 22223/PP/ M.VII/15/2010 tanggal 18 Februari 2010, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 27 Mei 2010.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi penghasilan di luar usaha senilai Rp8.348.961.550.

Baca Juga:
Bertemu S&P, Sri Mulyani Sebut Konsolidasi Fiskal RI Cepat dan Kuat

Pendapat Pihak yang Bersengketa
Pemohon PK menyatakan tidak setuju atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengujian likuiditas, Pemohon PK menemukan beberapa fakta yang perlu diperhatikan.

Pemohon menyatakan dalam perkara ini, Termohon PK telah meminjam sejumlah uang dan membuat loan agreement dengan PT X dan supplementary agreement dengan direksi. Sebagai informasi, PT X merupakan pemegang saham mayoritas pada perusahaan Termohon PK dengan jumlah kepemilikan saham sebesar 95%.

Berdasarkan laporan keuangan Termohon PK pada 2006, diketahui Termohon PK memberikan pinjaman kepada direksi dengan bunga sebesar 8%. Sementara itu, utang Termohon PK dari PT X dikenakan bunga sebesar 12%. Jumlah pinjaman tersebut hampir sama dengan jumlah penyertaan modal yang diberikan PT X kepada Termohon PK.

Baca Juga:
Pasar Keuangan Tak Stabil, Penarikan Utang APBN Masih Minim

Pemohon PK berpendapat kondisi Termohon PK masih sangat likuid atau tidak terdapat masalah saat meminjam sejumlah uang dari PT X. Hal ini dapat dilihat dari jumlah laba, laba ditahan, dan arus kas dari kegiatan operasi yang dilaporkan Termohon PK pada 2005 dan 2006. Kegiatan utang piutang yang dilakukan Termohon PK tersebut dinilai tidak logis.

Pada prinsipnya, Termohon PK telah melakukan transaksi utang piutang dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa secara tidak wajar. Atas transaksi tersebut, Pemohon PK mengindikasikan adanya penyertaan modal yang terselubung dengan menyatakan penyertaan modal sebagai utang.

Berdasarkan Pasal 18 ayat (3), Pemohon PK berwenang untuk menentukan utang tersebut sebagai modal perusahaan. Bunga yang dibayarkan sehubungan dengan utang yang dianggap sebagai penyertaan modal tidak dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto.

Baca Juga:
Harta Dibagi atau Belum, Penagihan Pajak ke Ahli Waris Sesuai Porsi

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan pertimbangan Pemohon PK. Peminjaman sejumlah uang dari PT X dilakukan sebab saat itu Termohon sedang dalam kondisi kesulitan likuiditas.

Termohon PK berdalil seluruh laba tahun berjalan dan laba ditahan perusahaan digunakan untuk membayar utang jangka panjang kepada PT X, membiayai belanja barang modal, ekspansi perusahaan, serta pemeliharaan dan pengembangan tanaman. Kegiatan peminjaman sejumlah uang yang dilakukan Termohon PK dari PT X adalah hal yang wajar dan lazim dilakukan.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat putusan Pengadilan Pajak yang mengabulkan sebagian permohonan banding sudah tepat. Terdapat dua pertimbangan hukum Majelis Hakim Agung sebagai berikut.

Baca Juga:
JCR Pertahankan Peringkat Investasi RI di Level BBB+, Outlook Stabil

Pertama, tidak terdapat ketentuan yang dilanggar dalam putusan Pengadilan Pajak. Pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan. Kedua, kegiatan peminjaman sejumlah uang oleh Termohon PK dari PT X adalah hal yang wajar dan lazim.

Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan Pemohon dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.*

(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 28 Maret 2024 | 09:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Crash Program Efektif Bantu Debitur Kecil Lunasi Utang ke Negara

Kamis, 28 Maret 2024 | 09:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Utang Pemerintah Tembus Rp 8.319 triliun pada Akhir Februari 2024

Rabu, 27 Maret 2024 | 10:37 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Bertemu S&P, Sri Mulyani Sebut Konsolidasi Fiskal RI Cepat dan Kuat

Selasa, 26 Maret 2024 | 12:15 WIB KINERJA FISKAL

Pasar Keuangan Tak Stabil, Penarikan Utang APBN Masih Minim

BERITA PILIHAN