RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Alokasi Biaya Kantor Pusat Sebagai Objek PPh Pasal 26

Hamida Amri Safarina | Jumat, 04 Juni 2021 | 20:15 WIB
Sengketa Alokasi Biaya Kantor Pusat Sebagai Objek PPh Pasal 26

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai alokasi biaya kantor pusat sebagai objek pajak penghasilan (PPh) Pasal 26.

Perlu dipahami, wajib pajak menjalankan usaha di bidang pertambangan minyak dan gas bumi berdasarkan pada kontrak bagi hasil. Dalam perkara ini, wajib pajak telah melakukan transaksi dengan kantor pusatnya yang berkedudukan di Bermuda (X Co).

Otoritas pajak berpendapat terdapat transaksi terkait dengan alokasi biaya kantor pusat (overhead from abroad) dengan X Co yang tidak dipotong PPh Pasal 26 oleh Termohon PK. Menurut otoritas pajak, alokasi biaya kantor tersebut merupakan objek PPh Pasal 26.

Baca Juga:
Menurun, Tingkat Kemenangan DJBC di Pengadilan Pajak 56,77% pada 2023

Alokasi biaya kantor pusat tersebut meliputi biaya penelitian, biaya jasa teknis, dan biaya administrasi. Sebaliknya, wajib pajak menyatakan alokasi biaya kantor pusat tersebut bukan merupakan objek PPh Pasal 26.

Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Sementara itu, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan dari otoritas pajak selaku Pemohon PK.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.

Baca Juga:
Mulai 12 April! Pengajuan Izin Kuasa Hukum Pajak Harus via IKH Online

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat akun overhead from abroad adalah akun biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk dibebankan.

Besarnya biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk dibebankan kepada wajib pajak maksimal sebesar 2% dari total pengeluaran. Dalam hal ini, tidak ada objek PPh Pasal 26 atas pembebanan biaya kantor pusat yang dapat dipungut. Dengan demikian, koreksi otoritas pajak tidak dapat dipertahankan.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 39308/ PP/M.XV/13/2012 tanggal 23 Juli 2012, otoritas pajak mengajukan Permohonan PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 31 Oktober 2012.

Baca Juga:
Ini Aturan Baru Permohonan IKH di Pengadilan Pajak Mulai 12 April 2024

Pokok sengketa atas perkara ini ialah koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) PPh Pasal 26 masa pajak Januari sampai dengan Desember 2007 sebesar Rp2.864.831.995.

Pendapat Pihak yang Bersengketa
Pemohon PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Perlu dipahami, Termohon PK mempunyai usaha di bidang pertambangan minyak dan gas bumi berdasarkan pada kontrak bagi hasil. Dalam perkara ini, Pemohon PK melakukan koreksi DPP PPh Pasal 26 atas pembebanan alokasi biaya kantor pusat (overhead from aboard).

Dalam proses pemeriksaan dan keberatan, Termohon PK tidak dapat menjelaskan perincian biaya-biaya yang termasuk alokasi biaya kantor pusat tersebut. Oleh karena itu, Pemohon PK memutuskan komponen dari alokasi biaya kantor pusat terdiri dari biaya penelitian, biaya jasa teknis, dan biaya administrasi.

Baca Juga:
Sengketa Pajak atas Penyediaan Jaringan Listrik dan Air

Dengan kata lain, telah terbukti adanya transaksi yang dilakukan antara Termohon PK dengan X Co yang berkedudukan di Bermuda. Dalam hal ini, pihak X Co telah memberikan jasa penelitian, jasa teknis, dan jasa administratif kepada Termohon PK. Sebagai timbal baliknya, Termohon PK membayar sejumlah uang kepada X Co.

Namun, terhadap penghasilan X Co tersebut tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 26 oleh Termohon PK. Padahal penghasilan yang diterima X Co merupakan objek PPh Pasal 26. Kemudian, dikarenakan antara Bermuda dan Indonesia tidak memiliki Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) maka transaksi yang dilakukan Termohon PK dengan X Co dikenakan PPh Pasal 26 denagn tarif sebesar 20%.

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju atas koreksi yang dilakukan Pemohon PK. Termohon PK berdalil X Co bukan merupakan kantor pusatnya, melainkan hanya bertindak sebagai shareholder. Kantor pusat Termohon PK ialah Y Co yang berkedudukan di Amerika Serikat. Transaksi atas alokasi biaya kantor pusat tersebut dilakukan dengan Y Co.

Baca Juga:
Percepat Penyelesaian Sengketa Pajak, Data Analytics Dikembangkan

Termohon PK berdalil pembayaran biaya alokasi kepada Y Co masih berkaitan dengan kegiatan usahanya. Dalam hal ini, Termohon PK menyatakan alokasi biaya kantor pusat tersebut bukan merupakan objek PPh Pasal 26. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihi sudah tepat. Terdapat dua pertimbangan Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, koreksi DPP PPh Pasal 26 masa pajak Januari sampai dengan Desember 2007 sebesar Rp2.864.831.995 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam persidangan, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Transformasi Sekretariat Pengadilan Pajak, Fokus 5 Hal Ini Tahun Lalu

Kedua, dalam perkara a quo, Termohon PK telah menyerahkan bukti-bukti pendukung yang memadai. Berdasarkan pada bukti-bukti yang diajukan Termohon PK tersebut, dapat diketahui pembebanan biaya overhead from board merupakan tagihan biaya administrasi dari kegiatan operasional kantor pusat.

Adapun pembebanan tersebut wajar untuk dilakukan dan bukan merupakan objek PPh Pasal 26. Oleh karena itu, koreksi Pemohon PK tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, alasan-alasan permohonan PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (kaw)


(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 22 Maret 2024 | 11:30 WIB DITJEN BEA DAN CUKAI

Menurun, Tingkat Kemenangan DJBC di Pengadilan Pajak 56,77% pada 2023

Kamis, 21 Maret 2024 | 08:40 WIB BERITA PAJAK HARI INI

E-Bupot 21/26 Versi 1.4 DJP Online, Ada 2 Opsi Autentikasi Kirim SPT

Rabu, 20 Maret 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Mulai 12 April! Pengajuan Izin Kuasa Hukum Pajak Harus via IKH Online

Selasa, 19 Maret 2024 | 16:25 WIB IZIN KUASA HUKUM

Ini Aturan Baru Permohonan IKH di Pengadilan Pajak Mulai 12 April 2024

BERITA PILIHAN
Jumat, 29 Maret 2024 | 08:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Cetak Kartu NPWP Tak Perlu ke Kantor Pajak, Begini Caranya

Kamis, 28 Maret 2024 | 17:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Punya Reksadana dan Saham, Gimana Isi Harga Perolehan di SPT Tahunan?

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Cashback Jadi Objek Pajak Penghasilan? Begini Ketentuannya

Kamis, 28 Maret 2024 | 15:47 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Bansos Beras Hingga Akhir Tahun, Jokowi: Saya Usaha, Tapi Enggak Janji

Kamis, 28 Maret 2024 | 15:31 WIB PENGAWASAN PAJAK

Data Konkret akan Daluwarsa, WP Berpotensi Di-SP2DK atau Diperiksa

Kamis, 28 Maret 2024 | 14:42 WIB PELAPORAN SPT TAHUNAN

Mau Pembetulan SPT Menyangkut Harta 5 Tahun Terakhir, Apakah Bisa?