Deborah, Anggi, dan Rahmat berfoto bersama Academic Director LL.M Program in International Tax Law Vienna University of Economics and Business (WU Wien) Austria Prof. Michael Lang.
TEPAT pada 2012, penulis, Senior Manager of Tax Compliance & Litigation Services DDTC Deborah telah memperoleh kesempatan besar sebagai penerima full scholarship pertama dari DDTC untuk melanjutkan studi pada jenjang S2 jurusan perpajakan internasional di Vienna University of Economics and Business Administration, Austria.
Melalui Human Resource Development Program (HRDP), DDTC secara berkala mengirimkan para profesionalnya untuk menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Tahun ini, ada  dua profesional DDTC yang menerima kesempatan yang sama seperti penulis, yaitu Manager Tax Compliance & Litigation Services Anggi P.I. Tambunan dan Specialist of Transfer Pricing Services Rahmat Muttaqin.
Pada tahun ini, tepatnya di penghujung 2019, penulis diberi kesempatan oleh DDTC untuk kembali mengunjungi kampus tersebut. Berikut ini adalah laporan dari hasil kunjungan tersebut terkait dengan transaksi keuangan intra-grup.
***
Menurut pengamatan penulis, baik otoritas maupun praktisi perpajakan masih memiliki fokus yang cukup besar atas transaksi keuangan yang dilakukan antar grup afiliasi. Transaksi keuangan intra-grup ini memiliki peran penting tersendiri di dalam suatu grup perusahaan. Namun, dalam praktiknya dapat saja ditemukan berbagai pertanyaan seputar penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha, mengingat cukup kompleksnya transaksi tersebut (Bakker, 2013).
Untuk itu, para praktisi mencatat setidaknya terdapat dua hal utama yang patut diperhatikan dalam transaksi keuangan intra-grup. Pertama, penerapan analisis kesebandingan (comparability analysis). Kedua, penerapan analisis fungsi (functional analysis) atas transaksi pinjaman antar perusahaan (intercompany loan) serta jaminan antar perusahaan (intercompany guarantees) (Sulejmani, 2019).
Analisis kesebandingan memiliki posisi yang penting karena merupakan bentuk konkret dari penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (Darussalam, 2013). Faktor kesebandingan atas transaksi intercompany loan maupun intercompany guarantees tidak hanya berkutat pada identifikasi atas syarat dan ketentuan yang terdapat di dalam perjanjian pinjaman saja tetapi juga faktor-faktor lain.
Faktor-faktor lain itu misalnya frekuensi pembayaran pinjaman, commitment fee, negara debitur dan kreditur berasal, serta keberadaan akad (covenant). Hal tersebut juga relevan dipertimbangkan sebagai gambaran risiko yang harus ditanggung baik oleh kreditur maupun debitur.
Selanjutnya, analisis fungsi merupakan sebuah landasan utama dalam penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (Harr, 2008). Penerapan prinsip kewajaran juga memerlukan analisis atas fungsi yang dijalankan, risiko yang ditanggung masing-masing pihak, serta aset yang digunakan (Irawan, 2013).
Draf diskusi umum (public discussion draft/draf diskusi) yang dipublikasikan pada awal Juli 2018 secara khusus mendiskusikan transaksi keuangan intra-grup. Dalam draf diskusi ini disebutkan bahwa untuk melakukan analisis fungsi atas transaksi intercompany loan disarankan untuk menjalankan analisis sebagaimana perusahaan independen melakukan pengambilan keputusan untuk memberikan pinjaman. Artinya, pemberi pinjaman pihak afiliasi perlu melakukan berbagai pertimbangan terlebih dahulu sebelum memberikan pinjaman sebagaimana dilakukan oleh pihak independen.
Selain itu, draf diskusi juga menyarankan untuk mempertimbangkan keberadaan tingkat pengembalian bebas risiko (risk free rate of return) atas pengembalian yang diharapkan untuk diterima tanpa adanya risiko apa pun. Artinya, kreditur diharapkan memiliki penghasilan yang lebih tinggi dalam memberikan pinjaman dibandingkan apabila pinjaman tersebut diinvestasikan dalam bentuk lainnya.
Menurut sudut pandang debitur, fungsi yang perlu dipertimbangkan biasanya berkisar pada ketersediaan dana untuk membayar kembali pokok dan bunga pinjaman sesuai waktunya. Hal ini termasuk menyediakan jaminan agunan, peninjauan, serta pemenuhan seluruh kewajiban yang dipersyaratkan oleh kreditur.
Terhadap transaksi Intercompany guarantees, draf diskusi tidak menyediakan secara eksplisit panduan yang dapat digunakan. Namun demikian, prinsip yang digunakan di dalam transaksi intercompany loan dapat diaplikasikan, di mana pemberi garansi akan mengambil berbagai pertimbangan selayaknya perusahaan independen dalam memberikan garansi kepada suatu perusahaan (Sulejmani, 2019).
Dengan demikian, perusahaan afiliasi harus melakukan penilaian kelayakan kredit kepada debitur. Sejalan dengan hal ini, pemberi garansi diharuskan memiliki kemampuan untuk melakukan penilaian serta memiliki kapasitas keuangan untuk menanggung beban risiko yang mungkin terjadi.
Apabila pemberi garansi tidak memiliki kapasitas keuangan untuk menanggung beban risiko maka biaya atas guarantee fee dapat dianggap tidak terjadi dan berakibat pada tidak dapat dibiayakannya pembayaran tersebut oleh pihak debitur (Sulejmani, 2019). Konsekuensi lainnya, pembayaran tersebut dapat dianggap sebagai pembayaran dividen yang harus dikenakan pemotongan pajak.
Menurut pendapat penulis, draf diskusi ini memang memberikan klarifikasi dan gambaran bagaimana analisis transfer pricing atas transaksi keuangan intra-grup dapat dijalankan. Namun demikian, perlu digarisbawahi bahwa draf diskusi ini belumlah final dan masih berproses untuk menunggu tanggapan dari khalayak umum. Oleh karena itu, saran-saran yang terkandung di dalamnya tidaklah mengikat dan masih harus menunggu laporan final dari OECD.*