OPINI PAJAK

Fasilitas Nilai Buku: Jembatan Bagi Reformasi BUMN dan Kepatuhan Pajak

Redaksi DDTCNews
Kamis, 07 Agustus 2025 | 16.35 WIB
Fasilitas Nilai Buku: Jembatan Bagi Reformasi BUMN dan Kepatuhan Pajak
Eko Ariyanto,
Fungsional Madya Kemenkeu - Peneliti Kebijakan Komunitas Raramuri WPB

DALAM dinamika ekonomi nasional, perubahan struktur usaha bukan hanya soal rasionalisasi aset, tetapi juga tentang bagaimana negara menata ulang mesin produktivitasnya.

Konsep 'tata-ulang' itu ditransformasikan melalui pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara). Danantara-lah yang akan merampingkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan anak-cucunya.

Langkah tersebut merupakan bagian dari strategi konsolidasi struktur BUMN secara menyeluruh —demi memperbesar skala, memperkuat governance, dan menarik investasi jangka panjang.

Namun, rombakan sebesar itu tentu berisiko fiskal tinggi. Salah satu persoalan krusial adalah pajak atas pengalihan aset dalam restrukturisasi.

Dalam setiap penggabungan atau pemekaran, aset berpindah tangan. Di situlah potensi penghasilan kena pajak muncul. Bila semua aset dinilai berdasarkan nilai pasar, beban pajak pengalihan bisa sangat besar, meskipun secara riil tidak ada arus kas yang masuk.

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 81/2024, yang berlaku efektif 1 Januari 2025, memberikan kesempatan bagi wajib pajak untuk menggunakan nilai buku —alih-alih nilai pasar— sebagai dasar pengalihan harta dalam aksi korporasi tertentu.

Praktik semacam ini tidak hanya berlaku di Indonesia. Uni Eropa misalnya, mengenal nonrecognition rules: pengalihan aset aksi korporasi, asalkan memenuhi kriteria substansi usaha, tidak dikenakan pajak langsung. Model ini dinilai membantu kelangsungan bisnis tanpa mengorbankan kepatuhan pajak jangka panjang (OECD, 2022).

Swiss, sejak reformasi 2010-an, menerapkan deferred taxation atas perbedaan antara nilai buku dan nilai pasar dalam reorganisasi, selama syarat pajak dipenuhi. Belanda dan Portugal juga menjadikan nilai buku sebagai basis default untuk restrukturisasi internal antarentitas.

Pendekatan nilai buku diyakini lebih stabil, adil, dan efisien, terutama dalam menghindari pajak atas keuntungan belum direalisasi (unrealized gains), yang bisa merusak arus kas perusahaan yang sedang merger (Desai, 2005).

Insentif fiskal berbasis nilai buku juga dianggao sebagai bentuk 'netralitas fiskal' yang penting dalam penguatan struktur ekonomi domestik (Rathke, 2018). Sementara itu, data empiris menunjukkan bahwa pendekatan historis ini mencegah distorsi laporan keuangan akibat nilai pasar yang terlalu volatil (IMF, 2018).

Analisis di atas memperkuat penilaian bahwa PMK 81/2024 sejalan dengan praktik pajak internasional, yang menempatkan nilai buku sebagai basis pajak dalam restrukturisasi. Tentu saja, selama memenuhi business purpose test dan transparansi dokumentasi.

Namun, penggunaan nilai buku ini tidak otomatis berlaku, melainkan harus diajukan secara tertulis dan disetujui. Permasalahan yang kerap muncul adalah anggapan bahwa nilai buku adalah hak, bukan fasilitas berbasis uji substansi.

Wajib pajak harus mengajukan permohonan ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam jangka waktu 6 bulan sejak tanggal efektif aksi korporasi. Syaratnya, harus melampirkan dokumen restrukturisasi, surat pernyataan tujuan bisnis, hingga bukti kelangsungan usaha minimal 5 tahun dan tidak memindahtangankan aset selama 2 tahun.

Pun, fasilitas ini bersifat selektif: hanya diberikan jika restrukturisasi memiliki tujuan bisnis murni, tidak dilakukan untuk penghindaran pajak, dan diajukan dengan dokumen lengkap dalam waktu yang ditentukan.

Celah teknis seperti keterlambatan administratif, dokumen tak sinkron, atau ketidaksesuaian pembukuan antarentitas bisa langsung membatalkan permohonan.

Ketiadaan dokumentasi atau kajian bisnis yang memadai bisa menjadi titik lemah yang menghambat disetujuinya permohonan nilai buku. Sering kali, permasalahan muncul ketika satu pihak menyetujui aksi korporasi, tetapi tidak menyiapkan dokumen fiskal sesuai format dan waktu yang ditetapkan aturan.

Tantangan terbesar justru muncul dari dalam: koordinasi antarfungsi di tubuh BUMN sering terpisah —tim hukum, pajak, dan perencanaan tidak berjalan serempak. Di sisi lain, sinergi antarotoritas juga tak selalu harmonis. Perbedaan waktu persetujuan dari Kementerian BUMN, OJK, atau DJP kerap membuat jendela waktu enam bulan untuk permohonan nilai buku terlewati.

Selain itu, implementasi pasca-persetujuan pun mengandung risiko tinggi. Jika entitas penerima harta membubarkan usaha terlalu cepat, memindahtangankan aset sebelum dua tahun, atau tidak melanjutkan kegiatan usaha secara riil, maka seluruh fasilitas nilai buku bisa dicabut dan dihitung ulang dengan nilai pasar, beserta denda dan sanksinya.

Beleid ini bukan sekadar fasilitas perpajakan, tapi bagian dari strategi fiskal negara untuk mendorong efisiensi tanpa mengorbankan kepatuhan. Jika aksi restrukturisasi dilakukan tanpa komitmen jangka panjang, tujuan reformasi justru kabur.

Apalagi dalam agenda besar seperti holdingisasi BUMN, penggunaan nilai buku bukan hanya soal legalitas formal, tapi tentang tata kelola fiskal yang konsisten dengan arah bisnis nasional. Dengan demikian, keberhasilan pemanfaatan fasilitas ini sangat bergantung pada integrasi pemahaman, akurasi pelaksanaan, dan ketulusan tujuan dari seluruh pihak yang terlibat.

Dengan rencana besar restrukturisasi BUMN oleh Danantara, beleid ini hadir sebagai sabuk pengaman fiskal. Bukan jalan pintas, melainkan jalur resmi dengan rambu yang tegas: business purpose, transparansi, dan keberlanjutan.

Pajak atas pengalihan aset, jika tak ditangani dengan prinsip kehati-hatian fiskal, bisa mencederai proses bisnis yang justru dimaksudkan untuk efisiensi.

Pada akhirnya, pemanfaatan nilai buku bukan soal menghindar dari pajak, tetapi tentang memastikan, agar reformasi berjalan tanpa mengorbankan keberlangsungan usaha. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
user-comment-photo-profile
Dyah Ayu Retno
baru saja
Fasilitas nilai buku dapat menjadi instrumen yang memperlancar kepatuhan pajak.
user-comment-photo-profile
Evan Anwar
baru saja
An insightful and well-articulated piece that effectively bridges the discussion between state-owned enterprises reform and tax compliance, offering a nuanced perspective grounded in sound fiscal policy analysis.
user-comment-photo-profile
bestdon bestdon
baru saja
Insight keren dari penulis dengan memberikan treatment pembanding di negara lain atas studi kasus pengalihan aset atas perubahan usaha
user-comment-photo-profile
Joko Ismuhadi
baru saja
Korporasi untuk cepat menjadi besar memang suatu keniscayaan melakukan aksi korporasi. Aksi korporasi sejatinya adalah meningkatkan corporate value secara instan. Kecenderungan akan terjadi peningkatan nilai assets tanpa adanya penambahan riil assets. Disinilah letak potensi pemajakannya yaitu pengalihan assets ada kuasa Pasal 10 UU PPh. Namun otoritas pajak memberikan fasilitas tidak kena pajak dengan menggunakan nilai (sisa) buku asal aksi korporasi itu memiliki tujyan bisnis yang jelas atau lulus uji Purpose Businees Test. Aksi korporasi itu tidak ditujukan untuk penghindaran pajak. Penggunaan nilai buku dalam restrukturisasi sebenarnya memiliki 2 (dua) syarat pokok, yaitu: 1. Perusahaan akan go public 2. Pengenaan pajaknya menjadi pasti (saat go public kena pajak final). Kebijakan restrukturisasi BUMN yang tidak memenuhi syarat-syaratnya, mestinya tidak diberikan fasilitas itu. Itu isue pengalihan assets. Isue berikutnya adalah setoran modal itu jelas memang bukan objek pajak.(jis)
user-comment-photo-profile
Arif Nugrahanto
baru saja
Artikel yg keren
user-comment-photo-profile
Lala Krisnalia
baru saja
Tulisan suhu selalu mencerahkan😎
user-comment-photo-profile
Niko Kopa
baru saja
Mantap Pak Eko…, ilmunya sangat bermanfaat
user-comment-photo-profile
Azwir Zain
baru saja
Bermanfaat...sukses selalu
user-comment-photo-profile
Hari Santoso
baru saja
Alhamdulillah, tulisan yang bernas dan dikaji dengan dalam. Meskipun ringkas dngan gaya bahasa yang mudah dipahami, tulisan ini bisa meng-cover esensi, benchmark & Best practices dan manfaat nyata dari beleid ini untuk ekspansi usaha tanpa menumbalkan basis pajak di masa depan. Tahniah Pak Doktor. Keren sekali.
user-comment-photo-profile
Acob Achmadi
baru saja
Alhamdulillah...... Mencerahkan, Bapak
user-comment-photo-profile
Sutrisno Hadi W
baru saja
Memberi pencerahan... Salam p Eko
user-comment-photo-profile
Dini Indrawati
baru saja
Mantaaappp P seko, semoga selalu dapat ide mencerahkan utk karya berikutnya🙏
user-comment-photo-profile
Iwan Setiawan
baru saja
Mencerahkan Pak Eko. Mungkin berikutnya bisa dibuat ulasan terkait Business Purpose test nya Pak Eko, karena instrumen ini sbg salah satu penerapan GAAR seharusnya bukan hanya formalitas, namun secara materi memang memenuhi syarat bahwa restruktutisasi memang ada tujuan bisnisnya. Semakin sukses nggih Pak Eko
user-comment-photo-profile
Agus Puji Priyono
baru saja
Regulasi kebijakan perpajakan di Indonesia secara prinsip bagus namun sarat dengan administrasi yang terlalu prudent dan mengedapakan administrasi tidak substansi....ditambah transparansi dan penalti. Semoga ke depan semakin baik
user-comment-photo-profile
Adhika Bibing Purwanto
baru saja
Pak Eko selalu mencerahkan
user-comment-photo-profile
Gunung S Anom H
baru saja
Mencerahkan sekali Pak Doktor baik dari sisi Wajib Pajak maupun Fiskus. Semoga hal2 yang dianggap "remeh" menjadi perhatian bagi semua pemangku kepentingan.
user-comment-photo-profile
Eko Ariyanto
baru saja
Siap pak Lintang.. terima kasih, sangat menarik responsnya. Ketiadaan dokumentasi atau kajian bisnis yang memadai bisa menjadi titik lemah yang menghambat disetujuinya permohonan nilai buku. Sering kali, permasalahan muncul ketika satu pihak menyetujui aksi korporasi, tetapi tidak menyiapkan dokumen fiskal sesuai format dan waktu yang ditetapkan aturan. Jadi, perlu uji substansi aksi korporasinya yaa.. Salam Saturasi. Saatnya Bersatu Demi Kita Negara Bersinergi...
user-comment-photo-profile
Eko Ariyanto
baru saja
Siap pak Lintang, terima kasih respons menariknya. Ketiadaan dokumentasi atau kajian bisnis yang memadai bisa menjadi titik lemah yang menghambat disetujuinya permohonan nilai buku. Sering kali, permasalahan muncul ketika satu pihak menyetujui aksi korporasi, tetapi tidak menyiapkan dokumen fiskal sesuai format dan waktu yang ditetapkan aturan. Jadi perlu uji substansinya yaa.. Salam Saturasi. Salam Bersatu Demi Negara Kita Bersinergi...
user-comment-photo-profile
MohLintang
baru saja
Terima kasih insight nya, Pak Eko. Terkait dokumen business purpose yg harus disiapkan utk bisa memanfaatkan fasilitas ini, jika terkait Danantara apakah pasti disetujui?
user-comment-photo-profile
bawadi bw
baru saja
Mantap Pak Eko..As Always..kita jd tercerahkan..
user-comment-photo-profile
RUSWANTO CAK RUSS
baru saja
Mantap kang Eko, teruslah berkarya, insya Alloh bermanfaat bagi diri, teman, dan organisasi...
user-comment-photo-profile
Debora Novi
baru saja
Tulisan yang menarik Pak Eko
user-comment-photo-profile
Hart Jo
baru saja
Tulisan yang mantap pak.
user-comment-photo-profile
Relita Rezky
baru saja
Mantap prncerahannya pak, sangat bermanfaat
user-comment-photo-profile
Mohamad Burman Ardiansyah
baru saja
terima kasih Pak, menambah wawasan 🙏
user-comment-photo-profile
AR Hartadi
baru saja
Terima kasih pak Eko, sangat menarik untuk didalami informasi artikelnya
user-comment-photo-profile
Ratridea Lintang
baru saja
Artikel yang sangat menarik dan informatif, membantu dalam memahami dinamika perpajakan di Indonesia.
user-comment-photo-profile
Eko Ariyanto
baru saja
Terima kasih responsnya pak Rudy.. Sangat menarik perspektifnya. Fasilitas diberikan tentunya dengan selektif dan bersifat terbatas. Juga dengan adanya persyaratan dan dokumen yang melekat didalamnya. Pun juga dengan fasilitas ini. Adanya capital gain dari harga pasar tidak dikenakan PPh, tentunya sepanjang sesuai dengan tujuan bisnis, efisiensi usaha, dan tidak bertujuan penghindaran pajak. Salam mengedukasi dan menginspirasi.
user-comment-photo-profile
Rudy Irawan
baru saja
menarik banget tulisannya pak Eko.. artinya klo syarat 'keberlanjutan' gagal terpenuhi, harus siap2 dihitung pajaknya berikut dendanya.. apa tidak jadi seperti, 'sudah jatuh, tertimpa tangga' pak Eko?? 🤭 salam 🙏