KONSULTASI PAJAK

'Berry Ratio' Dalam Analisis Transfer Pricing

Redaksi DDTCNews
Selasa, 01 November 2016 | 06.31 WIB
ddtc-loader'Berry Ratio' Dalam Analisis Transfer Pricing
DDTC Consulting

Pertanyaan:

Saya pernah mendengar konsep ‘berry ratio’ dalam melakukan analisis transfer pricing. Namun saya tidak paham mengenai penggunaannya. Karena itu, pertanyaannya saya, pada kondisi apakah berry ratio dapat digunakan dalam analisis transfer pricing?

Mahmud, Surabaya.

Jawaban:

TERIMA kasih atas pertanyaan yang Bapak Mahmud berikan. Berry ratio merupakan salah satu dari beberapa jenis Profit Level Indicator (PLI) yang dapat digunakan dalam aplikasi Transactional Net Margin Method (TNMM).

Dalam Surat Edaran Nomor SE-50/PJ/2013 dijelaskan bahwa PLI merupakan suatu bentuk perbandingan antara laba bersih usaha terhadap nilai penjualan (Return of Sales/ROS), total biaya (Net Cost Plus Mark-up /NCPM), asset (Return of Asset /ROA), dan lain-lain.

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan PLI di antaranya adalah karakterisasi usaha wajib pajak dan ketersediaan data dari database. Dalam penerapan TNMM, PLI digunakan sebagai indikator untuk membuktikan bahwa transaksi wajib pajak telah memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman harga.

Adapun berry ratio sendiri merupakan salah satu jenis PLI yang berbeda dengan jenis PLI lainnya, karena rumus yang digunakan adalah laba kotor yang merupakan selisih antara penjualan dikurangi dengan harga pokok penjualan dibagi dengan biaya operasional.

Rasio ini bertujuan menentukan kompensasi atas biaya operasional yang dikeluarkan dalam suatu trasanksi afiliasi atau dengan kata lain mengasumsikan bahwa semua fungsi dari tested party tercermin dari biaya operasional.  

Istilah berry ini tak terlepas dari sejarahnya. Dalam literatur, sejarah mengenai penggunaan berry ratio di mulai pada pertengahan 1970, ketika itu Charles Berry, sebagai saksi ahli sengketa utama dari kasus DuPont mengenai remunerasi yang wajar sebagai pihak afiliasi yang bertindak sebagai distributor.

DuPont mendirikan suatu anak perusahaan bernama DuPont de Nemours International S.A. (DISA), sebagai distributornya di Eropa. Berdasarkan fakta dan kondisi dari DISA, DISA dikarakterisasikan sebagai penyedia jasa yang menjalankan fungsi antara lain riset pasar, konsultasi pasar, dan pengiklanan.

DISA yang menjalankan fungsi pemasaran dan periklanan serta fungsi distribusi antarafiliasi memperoleh margin hampir 20% atas harga penjualan produk yang dibeli dari perusahaan induk.

Terlepas dari sejarahnya, penerapan berry ratio untuk analisis transfer pricing, OECD Guidelines paragraph 2.101 menyebutkan 3 (tiga) kriteria penggunaan berry ratio sebagai berikut:

  • Nilai dari fungsi diikuti dengan aset dan risiko dalam transaksi afiliasi proporsional dengan  biaya operasional;
  • Nilai dari fungsi diikuti dengan aset dan risiko dalam transaksi afiliasi tidak berpengaruh material terhadap nilai dari suatu produk yang didistribusikan atau dijual; dan
  • Jika terdapat fungsi signifikan yang berpengaruh terhadap nilai produk yang dijual oleh distributor, maka penggunaan metode atau PLI lain disarankan untuk menghitung tingkat remunerasi yang wajar.

Dalam hal ini, berry ratio dapat digunakan untuk perusahaan yang memiliki fungsi yang tidak tercakup dalam harga penjualan pokok (HPP) misalnya perusahaan yang bertindak sebagai service provider/commissioner agent.

Berry ratio kurang cocok diterapkan dalam mengukur kompensasi distributor yang tingkat labanya ditentukan oleh penjualan, distributor yang memiliki intangible asset, serta distributor yang juga melakukan aktivitas manufaktur.

Oleh karena landasan dari berry ratio adalah biaya operasional, maka PLI ini mempertimbangkan kesebandingan biaya operasional antara perusahaan yang diuji dengan perusahaan pembanding.

Lebih lanjut, Berry ratio kurang andal ketika terdapat perbedaan fungsional yang tercermin dari biaya operasional dan inkonsistensi dalam dalam struktur biaya antara perusahaan yang diuji dengan perusahaan pembanding.

Demikian jawaban kami. Semoga dapat membantu Bapak Mahmud. (Disclaimer)

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.