Pertanyaan:
PERKENALKAN, saya Imanuddin. Saya adalah staf keuangan salah satu instansi pemerintah. Baru-baru ini instansi kami menyelenggarakan rapat tahunan di salah satu hotel di Jakarta. Kami menyewa beberapa kamar hotel untuk karyawan kami.
Pertanyaan saya, apakah instansi kami harus melakukan pemotongan PPh atas transaksi penyewaan kamar hotel yang kami lakukan? Jika iya, berapa besaran tarif yang digunakan? Mohon informasinya. Terima kasih.
Imanuddin, Jakarta.
Jawaban:
TERIMA kasih atas pertanyaan Bapak Imanuddin. Pada dasarnya, atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan terutang PPh Pasal 4 ayat (2) UU PPh s.t.d.t.d UU HPP. Adapun tarif yang digunakan sebesar 10% dan bersifat final.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemotongan PPh atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2017 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan (PP 34/2017).
Namun, penghasilan atas jasa pelayanan penginapan beserta akomodasinya atau jasa perhotelan bukan termasuk ke dalam jenis penghasilan yang dikenai PPh Pasal 4 ayat (2) UU HPP. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 2 ayat (3) PP 34/2017 yang berbunyi:
“(3) Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari jasa pelayanan penginapan beserta akomodasinya.”
Pernyataan yang sama juga disebutkan dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 59/PMK.03/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan No. 231/PMK.03/2019 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, serta Pemotongan Dan/Atau Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Bagi Instansi Pemerintah (PMK 59/2022).
Pasal 9 ayat (2) PMK 59/2022 menyatakan:
“(2) Tidak termasuk pembayaran atas persewaan tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu pembayaran atas penggunaan jasa pelayanan penginapan serta akomodasinya.”
Oleh karena itu, dapat disimpulkan, instansi Bapak tidak melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) UU HPP. Meski demikian, instansi Bapak tetap perlu melakukan pemotongan PPh Pasal 23 UU PPh s.t.d.t.d UU HPP atas penghasilan sehubungan jasa lainnya.
Ketentuan ini dapat dilihat pada aturan turunan PPh Pasal 23 dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 141/PMK.03/2015 tentang Jenis Jasa Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf C Angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (PMK 141/2015).
Jenis jasa lain yang menjadi objek PPh Pasal 23 diatur dalam Pasal 1 ayat (6) PMK 141/2015. Dalam uraian jasa lain tidak disebutkan adanya jasa perhotelan. Namun, kita perlu memperhatikan kembali ketentuan Pasal 1 ayat (6) huruf bj PMK 141/2015 yang berbunyi:
“bj. Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.”
Berdasarkan pada ketentuan di atas, jasa perhotelan tidak diuraikan dalam jasa lainnya yang dikenai PPh Pasal 23. Namun, karena bertransaksi dengan instansi pemerintah – sumber pembayarannya berasal dari APBN dan APBD—maka jasa perhotelan masuk ke dalam kelompok jasa lainnya.
Oleh karena itu, atas penghasilan sehubungan dengan jasa perhotelan dipotong PPh Pasal 23 oleh instansi pemerintah. Adapun besaran tarif PPh terutang sebesar 2%.
Demikian jawaban kami. Semoga membantu.
Sebagai informasi, artikel Konsultasi Pajak hadir setiap pekan untuk menjawab pertanyaan terpilih dari pembaca setia DDTCNews. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan mengirimkannya ke alamat surat elektronik [email protected].