KONSULTASI PAJAK

Perlakuan PPN atas Penyerahan Suku Cadang Pesawat

Redaksi DDTCNews
Rabu, 02 September 2020 | 15.57 WIB
ddtc-loaderPerlakuan PPN atas Penyerahan Suku Cadang Pesawat
DDTC Fiscal Research

Pertanyaan:
SAYA adalah manajer pajak di perusahaan yang bergerak di bidang penerbangan. Perusahaan kami ditunjuk oleh perusahaan penerbangan nasional untuk menyediakan suku cadang pesawat udara.

Pertanyaan saya, bagaimanakah perlakuan PPN atas penyerahan suku cadang pesawat udara kepada perusahaan penerbangan nasional yang menunjuk kami?

Heru, Bogor.

Jawaban:
TERIMA kasih Bapak Heru atas pertanyaannya. Perlakuan PPN atas penyerahan suku cadang pesawat udara kepada perusahaan penerbangan nasional telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2019 tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu serta Penyerahan dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PP 50/2019).

Pasal 2 huruf d PP 50/2019 mengatur:

“Alat angkutan tertentu yang atas penyerahannya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai meliputi:

d. suku cadang pesawat udara serta peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan pesawat udara yang diperoleh oleh pihak yang ditunjuk oleh badan usaha angkutan udara niaga nasional yang digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan dan perbaikan pesawat udara kepada badan usaha angkutan udara niaga nasional;”

Selanjutnya, untuk mendapatkan fasilitas PPN tidak dipungut, perusahaan Bapak wajib memenuhi beberapa persyaratan yang diatur dalam aturan pelaksana PP 50/2019, yaitu Peraturan Menteri Keuangan No. 41/PMK.03/2020 tentang Persyaratan dan Tata Cara Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu serta Penyerahan dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PMK 41/2020).

Dalam PMK 41/2020, ketentuan dalam Pasal 2 huruf d PP 50/2019 kembali dipertegas pada Pasal 3 huruf d PMK 41/2020 sebagai berikut:

“Alat angkutan tertentu yang atas penyerahannya tidak dipungut PPN meliputi:

d. suku cadang pesawat udara serta peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan pesawat udara, yang diperoleh oleh pihak yang ditunjuk oleh Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Nasional, yang digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan dan perbaikan Pesawat Udara kepada Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Nasional;”

Selanjutnya, Pasal 6 ayat (3) huruf b PMK 41/2020 mengatur:

“Fasilitas tidak dipungut PPN atas:
...
b. penyerahan alat angkutan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e;
...

diberikan dengan menggunakan SKTD.”

Kemudian, Pasal 6 ayat (5) PMK 41/2020 mengatur bahwa:

“SKTD untuk pemberian fasilitas tidak dipungut PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b, dilampiri dengan RKIP.”

Adapun yang dimaksud dengan SKTD dan RKIP mengacu pada Pasal 1 angka 4 dan angka 6 PMK 41/2020 sebagai berikut:

“Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
3. Surat Keterangan Tidak Dipungut, yang selanjutnya disingkat SKTD, adalah surat keterangan yang menyatakan bahwa Wajib Pajak memperoleh fasilitas tidak dipungut PPN atas impor dan/atau penyerahan alat angkutan tertentu serta perolehan dan/atau pemanfaatan Jasa kena Pajak terkait alat angkutan tertentu.
4. Rencana Kebutuhan Impor dan Perolehan, yang selanjutnya disingkat RKIP, adalah daftar alat angkutan tertentu yang direncanakan untuk diimpor dan/atau diperoleh, yang digunakan untuk memperoleh fasilitas tidak dipungut PPN.”

Sesuai Pasal 9 ayat (1) PMK 41/2020, permohonan pengajuan SKTD dilakukan secara elektronik kepada Direktur Jenderal Pajak melalui laman Direktorat Jenderal Pajak. Kemudian, permohonan tersebut harus sesuai dengan Pasal 9 ayat (3) PMK 41/2020 yang berbunyi:

“Permohonan SKTD yang disampaikan secara elektronik melalui laman Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memuat informasi:

  1. Nomor Pokok Wajib Pajak;
  2. jenis usaha;
  3. nomor izin usaha angkutan laut, izin usaha perikanan, izin penyelenggaraan pelabuhan, izin usaha angkutan sungai dan danau, atau angkutan penyeberangan, izin usaha angkutan udara, izin usaha penyelenggaraan sarana dan/atau izin usaha prasarana perkeretaapian umum;
  4. identitas pihak yang melakukan penunjukan, dalam hal pemohon adalah Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf j;
  5. nomor perjanjian atau kontrak pemberian jasa perawatan dan perbaikan pesawat udara, dalam hal pemohon adalah Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf j;
  6. jenis Jasa Kena Pajak terkait alat angkutan tertentu yang diajukan permohonan SKTD;
  7. periode yang diajukan permohonan SKTD; dan
  8. identitas pengurus yang mengajukan permohonan SKTD.”

Selanjutnya, Pasal 9 ayat (4) PMK 41/2020 mengatur:

“Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal Pajak:

  1. menerbitkan SKTD, dalam hal Wajib Pajak telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 9 ayat (2), dan Pasal 9 ayat (3); atau
  2. tidak memproses permohonan, dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 9 ayat (2), dan/atau Pasal 9 ayat (3),

secara otomatis melalui laman milik Direktorat Jenderal Pajak, segera setelah permohonan disampaikan.”

Kemudian, Pasal 9 ayat (10) PMK 41/2020 mengatur:

“Dalam hal permohonan SKTD diajukan atas impor dan/atau perolehan alat angkutan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a dan huruf b, SKTD sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan ayat (9) huruf a diterbitkan dengan dilampiri RKIP atas seluruh atau sebagian alat angkutan tertentu yang terdapat dalam RKIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang diberikan persetujuan untuk diberikan fasilitas tidak dipungut PPN.”

Demikian jawaban kami. Semoga membantu.*

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.