“IF you get a loan at a bank you pay it for 30 years. If you rob a bank, you're out in 10 years.” Jokes ini menggambarkan begitu besarnya kewajiban yang harus ditanggung ketika pinjaman diajukan.
Meski terdengar mengerikan, pada kenyataannya jokes tersebut tidak sepenuhnya benar. Mengapa? Karena faktanya, sampai sekarang pinjaman merupakan instrumen keuangan yang paling populer digunakan. Hal ini juga termasuk pinjaman dari pihak afiliasi.
Jika sudah dikaitkan dengan transaksi afiliasi, tentu tidak akan jauh dari cara yang harus ditempuh untuk membuktikan penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (PKKU) serta nilai wajar dari transaksi tersebut.
Setidaknya ada dua pertanyaan yang sering kali muncul dalam penentuan kewajaran bunga pinjaman. Pertama, apa perbedaan antara obligasi dengan pinjaman? Kedua, apakah obligasi bisa digunakan sebagai pembanding dalam penentuan kewajaran bunga pinjaman afiliasi?
OECD Transfer Pricing Guidelines dan peraturan transfer pricing di Indonesia memang menyebutkan bahwa pengujian kewajaran tingkat bunga pinjaman dilakukan dengan menggunakan metode Comparable Uncontrolled Transaction (CUT).
Hal tersebut dilakukan dengan membandingkan tingkat bunga transaksi independen dengan tingkat bunga antarpihak yang mempunyai hubungan istimewa. Tidak disebutkan tingkat bunga dari jenis instrumen keuangan yang dimaksud. Namun, dapat dipahami bahwa data tingkat bunga yang paling sebanding adalah bunga pinjaman.
Kendati demikian, karena keterbatasan informasi tingkat bunga pinjaman di pasar, sering kali tingkat bunga obligasi dijadikan sebagai pembanding. Hal ini kemudian memunculkan pertanyaan bagaimana reliabilitas tingkat bunga obligasi dijadikan sebagai pembanding?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu pengertian dari obligasi dan pinjaman.
Obligasi adalah instrumen keuangan yang pemegang obligasinya meminjamkan uang kepada penerbit obligasi dengan tingkat imbal hasil (bunga) tertentu dalam jangka waktu tertentu. Penerbit obligasi membayar kembali nilai obligasi berserta imbal hasil (bunga) kepada pemegang obligasi.
Pinjaman adalah jenis instrumen keuangan yang pemberi pinjamannya meminjamkan uang kepada penerima pinjaman dengan imbalan bunga pada masa depan. Penerima pinjaman mempunyai kewajiban untuk mengembalikan uang yang dipinjamkan oleh pemberi pinjaman disertai dengan bunga pinjaman.
Tidak ada perbedaan yang mencolok dari definisi obligasi dan pinjaman di atas, yakni terdapat dua kata utama yaitu ‘meminjamkan’ dan ‘bunga’. Namun, jika ditelusuri lebih dalam, terdapat beberapa perbedaan utama antara obligasi dan pinjaman.
Pertama, meskipun hanya ada satu penerbit obligasi (penerima pinjaman), biasanya terdapat banyak pemegang obligasi (pemberi pinjaman). Hal ini berbeda dengan pinjaman yang hanya melibatkan satu pemberi pinjaman (bank).
Kedua, tingkat bunga obligasi mencerminkan harga pasar terkini yang terbentuk dari permintaan dan penawaran. Hal ini juga berbeda dengan transaksi pinjaman yang tingkat bunga pinjamannya ditetapkan pada awal transaksi serta didasarkan pada fakta dan keadaan pada saat transaksi dilakukan.
Terakhir, obligasi adalah instrumen keuangan yang relatif mudah untuk diperdagangkan di pasar sekunder (likuid). Sementara pinjaman sendiri tidak likuid dengan sifat eksklusif hanya antara pemberi dan penerima pinjaman (Petrakos, Chand, dan Pletz, 2021).
SUDAH terlihat jelas perbedaan antara obligasi dan pinjaman. Lantas bagaimana jika dikaitkan dengan syarat kesebandingan dalam pengujian transaksi afiliasi? Jika ingin membandingkan tingkat bunga pinjaman afiliasi maka bandingkanlah dengan tingkat bunga pinjaman independen dan bukan dengan tingkat bunga obligasi.
Berdasarkan pada OECD Transfer Pricing Guidelines, penetapan tingkat bunga wajar pinjaman penting untuk mengevaluasi ketentuan kontraktual suatu instrumen keuangan. Syarat kontraktual di sini dapat berupa jenis instrumen keuangan, mata uang, jangka waktu, jenis tingkat bunga, dan lainnya.
Dari total 658 halaman OECD Transfer Pricing Guidelines, hanya terdapat kata ‘obligasi’ sebanyak 9 kali, sedangkan kata ‘pinjaman’ disinggung sebanyak 150 kali. Hal ini dapat memberikan indikasi jenis instrumen keuangan yang menjadi prioritas utama.
Fakta bahwa pinjaman lebih sering disebut dalam OECD Transfer Pricing Guidelines tidak secara otomatis membuat obligasi tak dapat digunakan sebagai pembanding transaksi afiliasi bunga pinjaman. Meski terdapat perbedaan, nilai tingkat bunga obligasi dan tingkat bunga pinjaman ternyata juga memiliki nilai yang hampir serupa.
Ebeling, Nolden, dan Schneider (2021) melakukan analisis terhadap 5.000 data obligasi. Hasilnya dikelompokan berdasarkan pada syarat kumulatif dalam hal kesebandingan terkait dengan mata uang, tahun transaksi, rating, dan jangka waktu jatuh tempo. Analisis ini membuktikan bahwa tingkat kesamaan antara nilai rentang tingkat bunga obligasi dan nilai rentang tingkat bunga pinjaman adalah 71,3%.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penggunaan tingkat bunga obligasi dalam praktiknya menghasilkan kisaran yang hampir serupa dengan rentang tingkat bunga pinjaman sehingga dapat digunakan sebagai pembanding (Ebeling, Nolden, dan Schneider, 2021).
Terkait hasil analisis tersebut, penulis memiliki pendapat tambahan. Penulis berpendapat bahwa tingkat bunga obligasi hanya akan digunakan ketika akses terhadap informasi tingkat bunga pinjaman di pasar terbatas.
Akses tersebut sebenarnya juga bisa saja didapatkan dengan melakukan kerja sama dengan penyedia data keuangan, seperti Bloomberg, Moody's, Reuters dan lainnya. Jika akses terhadap data tingkat bunga pinjaman tidak terbatas, tentu tingkat bunga pinjaman independen yang akan menjadi opsi pertama sebagai pembanding.
Pembuktian penerapan PKKU selalu kembali lagi kepada masalah syarat kesebandingan. Semua hal bisa dijadikan sebagai pembanding, tetapi tentu kita akan mencari yang paling serupa. Memang benar tingkat bunga obligasi bisa digunakan pembanding, tetapi apakah kesebandingannya akan lebih serupa menggunakan tingkat bunga pinjaman independen sebagai pembanding?
Sesuai dengan informasi di atas, tingkat kesamaan antara tingkat bunga obligasi dan tingkat bunga pinjaman adalah 71,3%, tentu akan lebih sempurna jika bisa didapatkan tingkat kesamaan yang lebih tinggi.
Sesuai judul yang penulis berikan, obligasi dapat diibaratkan sebagai saudara jauh dari pinjaman. Namun, tentu saja obligasi akan kalah mirip jika dibandingkan dengan instrumen keuangan berupa pinjaman, yang punya kesamaan bagai kembar identik dengan pinjaman afiliasi yang dianalisis.
*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis internal bertajuk Gagasan Pajak dalam Satu Pena DDTC. Lomba ini merupakan bagian dari acara peringatan HUT ke-17 DDTC. (kaw)