Managing Partner DDTC Darussalam dalam webinar bertajuk New Year, New Tax Law: What to Know & Expect, Rabu (26/1/2022).
JAKARTA, DDTCNews – Setiap pemangku kepentingan pajak di Indonesia harus mempersiapkan diri dengan era baru sistem pajak berbasis teknologi.
Managing Partner DDTC Darussalam menyampaikan hal tersebut dalam webinar bertajuk New Year, New Tax Law: What to Know & Expect, Rabu (26/1/2022). Menurutnya, agenda reformasi pajak yang masih berlangsung saat ini tidak terlepas dari perkembangan teknologi informasi.
“Reformasi pajak, baik kebijakan maupun administrasi, ditopang oleh teknologi. Kita harus mempersiapkan diri,” ujar Darussalam.
Darussalam mengatakan era baru digitalisasi sistem administrasi pajak akan menjamin kepastian dalam sistem pajak. Ditjen Pajak (DJP) juga sudah menerapkan compliance risk management (CRM) yang seharusnya berdampak pada perbedaan perlakuan wajib pajak sesuai dengan tingkat kepatuhan.
Selain itu, dengan digitalisasi sistem administrasi pajak juga dapat mewujudkan sistem pajak yang lebih adil. Kemudian, ada simplifikasi di tengah berbagai kompleksitas administrasi selama ini. Pada gilirannya, ada potensi penurunan biaya dalam sistem pajak sekaligus peningkatan tax ratio.
Darussalam mengatakan reformasi pajak pada saat ini menjadi aspek yang krusial. Pada tataran global, setidaknya ada 4 aspek yang memengaruhi. Pertama, perlambatan pertumbuhan ekonomi. Kedua, ancaman target SDGs, terutama dari sisi tingkat kemiskinan esktrem.
Ketiga, penurunan mobilisasi penerimaan pajak. Indeks kinerja penerimaan terhadap PDB mengalami penurunan, terutama pada masa pandemi Covid-19. Keempat, peningkatan utang publik hampir di seluruh negara sebagai dampak dari pandemi.
Pada masa pandemi, sambung Darussalam, reformasi pajak difokuskan untuk menyasar beberapa tujuan seperti penyelamatan manusia, perlindungan masyarakat miskin, dan penjagaan pertumbuhan dunia usaha. Pascapandemi, reformasi bergeser untuk peningkatan daya saing negara dan investasi.
“Jadi pascapandemi ini membangun kembali dan memulihkan penerimaan dalam kerangka konsolidasi fiskal,” imbuh Darussalam.
Dalam konteks Indonesia, sambungnya, tren global reformasi pajak juga harus tetap menjadi rujukan dengan tetap mempertimbangkan situasi dan karakteristik negara. Ada beberapa aspek yang menjadi pertimbangan perlunya reformasi pajak.
Pertama, sebelum pandemi, terdapat persoalan fundamental kinerja pajak Indonesia. Hal ini termasuk rendahnya tax ratio dan tax buoyancy. Kedua, struktur ekonomi Indonesia yang lebih didorong konsumsi dan kontribusi sector tertentu.
Ketiga, struktur penerimaan pajak yang didominasi penerimaan PPh badan. Darussalam mengatakan seharusnya ada penerimaan pajak ditopang dari PPh orang pribadi agar lebih berkelanjutan. Keempat, belum terbentuknya masyarakat melek dan patuh pajak.
Darussalam mengatakan reformasi pajak yang berlangsung hingga saat ini telah melahirkan sejumlah ketentuan baru, termasuk Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Namun demikian, kebijakan yang baik juga tetap perlu didukung dari sisi administrasi.
“Di sinilah peran teknologi informasi kembali penting,” kata Darussalam.
Sebagai informasi, webinar ini merupakan acara kedua dari 3 webinar dalam DDTC Tax Weeks 2022. Dalam acara ini, DDTC juga melakukan peluncuran Perpajakan DDTC.
Acara ketiga berupa webinar bertajuk Penanganan Kepatuhan Pajak di Tahun 2022 pada 3 Februari 2022. Bersamaan dengan webinar ketiga ini, DDTC akan meresmikan kantor perwakilan baru di Surabaya serta meluncurkan 4 publikasi terbaru.
Tertarik untuk mengikuti? Daftarkan diri Anda segera pada link berikut https://academy.ddtc.co.id/free_event.
Untuk mendapatkan Informasi lebih lanjut, Anda dapat menghubungi Whatsapp Hotline DDTC Academy pada nomor +6281283935151 (Vira), email DDTC Academy [email protected].
Anda juga bisa mendapatkan informasi melalui media sosial DDTC Academy Instagram (@ddtcacademy), Facebook (DDTC Academy), Twitter (@ddtcacademy), Telegram Channel (DDTCAcademy), dan LinkedIn Group (DDTC Academy). (kaw)