Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) memberikan tanggapan terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 83/PUU-XXI/2023.
Direktur Penegakan Hukum DJP Eka Sila Kusna Jaya mengatakan putusan tersebut sejalan dengan apa yang selama ini dilakukan DJP. Eka mengatakan sejak awal pemeriksaan bukti permulaan dilaksanakan oleh DJP tanpa adanya kewenangan untuk melakukan upaya paksa.
"DJP melakukan kegiatan bukper sebelum dilakukan penyidikan lebih untuk mengklarifikasi tentang ada atau tidak peristiwa pidana di bidang perpajakan," ujar Eka, Senin (19/2/2024).
Menurut Eka, pemeriksaan bukper diberitahukan kepada wajib pajak dalam rangka memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk memanfaatkan hak pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sesuai dengan Pasal 8 ayat (3) UU KUP. Hal ini merupakan implementasi dari asas ultimum remedium.
"DJP akan tetap melakukan kegiatan pemeriksaan bukper yang memang tanpa upaya paksa," tambah Eka.
Sebagai tindak lanjut atas terbitnya Putusan MK Nomor 83/PUU-XXI/2023, Eka mengatakan, DJP akan menginventarisasi norma dan pelaksanaan kegiatan bukper yang berpotensi ditafsirkan sebagai upaya paksa.
Berdasarkan inventarisasi tersebut, norma-norma yang selama ini ditafsirkan sebagai upaya paksa akan disempurnakan agar tidak terjadi salah tafsir di kemudian hari.
Untuk diketahui, MK pada pekan lalu menyatakan ketentuan bukper pada Pasal 43A ayat (1) dan (4) UU KUP s.t.d.t.d UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) bersifat inkonstitusional bersyarat.
Frasa 'pemeriksaan bukper sebelum dilakukan penyidikan' dalam Pasal 43A ayat (1) UU KUP dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'tidak terdapat tindakan upaya paksa'.
Dengan demikian, norma Pasal 43A ayat (1) UU KUP selengkapnya berbunyi 'Dirjen pajak berdasarkan informasi, data, laporan, dan pengaduan berwenang melakukan pemeriksaan bukper sebelum dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, sepanjang tidak terdapat tindakan upaya paksa'.
Pasal 43A ayat (4) UU KUP juga dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'tidak melanggar hak asasi wajib pajak'.
Adapun norma Pasal 43A ayat (4) UU KUP selengkapnya berbunyi 'Tata cara pemeriksaan bukper tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan, sepanjang tidak mengatur hal-hal yang berkaitan dengan upaya paksa dan melanggar hak asasi wajib pajak'. (sap)