Ilustrasi. (foto: blacknote.com)
JAKARTA, DDTCNews - Pelaku usaha yang memproduksi likuid rokok elektrik tidak hanya punya potensi di pasar domestik. Kesempatan ekspor terbuka lebar, namun masih tersandung proses administrasi legal aktivitas bisnis rokok elektrik yang selama ini belum diatur.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Asosiasi Pengusaha e-Liquid Mikro (APeM) Deni S. dan Ketua Umum Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia Aryo Andrianto. Keduanya menyampaikan adanya permintaan dari luar negeri namun belum bisa dieksekusi karena belum adanya pegaturan soal bisnis likuid rokok elektrik alias vape.
"Permintaan sudah ada 5.000-10.000 botol dari AS, Vietnam, Eropa dan Timur Tengah. Ini sekarang masih dalam proses," ujar Deni di kantor pusat Ditjen Bea dan Cukai (DJBC), Rabu (18/7).
Lebih lanjut, dia menyebutkan jika diakumulasi seluruh negara yang meminati likuid vape Indonesia, maka produksi bisa mencapai 1-2 juta botol untuk di ekspor setiap bulannya. Menyikapi hal tersebut, Dirjen Bea dan Cukai Kemenkeu Heru Pambudi menyatakan siap memberikan fasilitas kepabeanan untuk meningkatkan daya saing produk likuid vape asal Indonesia.
"Kita bisa berikan fasilitas bebas bea masuk untuk bahan baku yang laporannya itu 20% dalam satu produk. Jadi kita buat kemudahan impor untuk tujuan ekspor," katanya.
Oleh karena itu, sebagai langkah awal untuk ekspansi bisnis, DJBC membuka legalisasi usaha rokok elektrik dengan penyerahan Nomor Pokok Pengusaha Kena Barang Cukai (NPPBKC) kepada pengusaha produsen Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL). Dengan demikian aspek legalitas telah terpenuhi untuk melakukan usaha secara domestik maupun ekspansi ke luar negeri.
Pada tahap awal ini,otoritas kepabeanan dan cukai RI itu memberikan NPPBKC kepada tiga pelaku usaha. Hingga akhir tahun nanti ditargetkan seluruh produsen likuid vape yang jumlahnya berkisar 150 -200 pengusaha itu sudah mendapatkan NPPBKC.
Adapun pangsa pasar rokok elektrik di Indonesia mencapai Rp5 triliun - Rp7 triliun. Melalui penerapan cukai rokok elektrik dengan tarif maksimal sebesar 57% maka potensi penerimaan negara dari cukai rokok elektrik berkisar di angka Rp2,5 -Rp3 triliun tiap tahunnya. Untuk tahun penerapan cukai vape ditaksir menyetor Rp50-Rp70 miliar ke kas negara dengan potensi 150 produsen cairan vape. (Amu)