MENURUT Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nation, salah satu ajarannya yang terkenal mengenai perpajakan adalah The Four Maxims. Menurut Smith, ada empat asas pemungutan pajak, salah satunya yaitu asas equality (keadilan). Asas keadilan tersebut memberikan penekanan bahwa pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak.
Berkaitan dengan pelaksanaan asas keadilan dalam pemungutan pajak, Indonesia menerapkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 (PP 23/2018) mulai Juli 2018. Di dalam PP 23/2018, diatur mengenai perubahan tarif pajak penghasilan (PPh) bagi sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang semula 1% menjadi 0,5 % dari omzet tahunan.
Dimulainya penerapan PP 23/2018 diyakini membawa angin segar bagi peningkatan kepatuhan wajib pajak UMKM. Menurut pernyataan Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan, dampak jangka pendek dari penerapan tarih PPh UMKM sebesar 0,5% adalah berkurangnya penerimaan pajak sekitar Rp1-Rp1,5 triliun sepanjang 2018.
Tetapi, terlepas dari dampak jangka pendek tersebut, manfaat yang diperoleh dari penerapan kebijakan ini dalam jangka panjang akan lebih besar. Penurunan tarif diyakini dapat memberikan rasa keadilan bagi wajib pajak UMKM. Penurunan tarif ini juga diyakini dapat menurunkan tingkat penghindaran pajak yang sering dilakukan pelaku UMKM melalui aktivitas shadow economy.
Selain itu penurunan tarif PPh UMKM menjadi 0,5% diprediksi dapat memberikan insentif fiskal bagi UMKM dalam jangka menengah hingga jangka panjang. Berdasarkan penjelasan tersebut, terdapat 3 alasan yang memperkuat opini bahwa kebijakan pemerintah terkait penurunan tarif PPh UMKM sebesar 0,5% adalah pilihan yang tepat dalam rangka peningkatan kepatuhan pajak para pelaku UMKM saat ini.
Pertama, penerapan tarif 0,5 % memberikan rasa keadilan. Penerapan tarif 0,5% sejalan dengan prinsip keadilan prosedur (Procedural Justice). Wajib pajak yang berpenghasilan rendah akan dikenakan pajak dengan jumlah yang rendah juga. Jadi, jika sebelumnya masih ada wajib pajak yang masih keberatan dengan pengenaan tarif 1% ataupun pengenaan tarif PPh Pasal 17, bisa mulai membayar pajak dengan tarif baru 0,5%.
Penerapan tarif 0,5% tidak hanya berpengaruh pada UMKM yang sudah lama berdiri, tetapi juga kepada pelaku UMKM yang baru memulai usahanya. Jadi dalam hal ini, pemerintah hadir untuk menujukkan keberpihakannya kepada kemajuan dunia wirausaha, khususnya UMKM di Indonesia. Selain itu tidak hanya penurunan tarif, tetapi wajib pajak juga diberikan kemudahan dan kesederhanaan dalam ketentuan pelaporan dan pengenaan pajak. Ke depannya, mereka diharapkan bisa berkontibusi aktif dalam kegiatan perekonomian nasional.
Kedua, penerapan tarif 0,5 % dapat menurunkan tingkat penghindaran pajak yang sering dilakukan pelaku UMKM melalui aktivitas shadow economy. Sebagaimana kita tahu, banyak UMKM yang masih belum tercatat sebagai wajib pajak (belum mempunyai NPWP) sehingga Ditjen Pajak tidak bisa mengenakan pajak terhadap aktivitas ekonomi mereka. Akibatnya, pendapatan dari aktivitas ekonominya tidak dapat tercatat dalam perhitungan gross domestic product (GDP) Indonesia.
Kompleksitas dalam pengurusan kewajiban perpajakan dan ketidaktahuan terkait masalah peraturan pajak (knowledge taxation), serta cara perhitungan pajak disinyalir menjadi beberapa faktor utama keengganan pelaku UMKM untuk melaporkan pajak penghasilannya. Maka dari itu penurunan tarif pajak 0,5%, bisa menjadi stimulus awal bagi mereka untuk bisa mendaftarkan kewajiban pajaknya dan bisa mempunyai NPWP.
Selain itu hal ini bisa dijadikan kesempatan kedua bagi pelaku UMKM, setelah sebelumnya telah diberlakukan amnesti pajak, guna mengungkapkan dan melaporkan pajaknya secara lebih jujur. Sesuai dengan salah satu aspek dalam pendekatan ekonomi dalam kepatuhan pajak, yakni semakin rendah tarif pajak akan mengakibatkan peningkatan kepatuhan pajak. Pemerintah berharap basis data wajib pajak UMKM akan meningkat seiring penurunan tarif yang diberlakukan.
Ketiga, penurunan tarif PPh UMKM menjadi 0,5% diprediksi dapat memberikan insentif fiskal bagi UMKM dalam jangka menengah hingga jangka panjang. Insentif fiskal bagi UMKM diperoleh dari selisih pembayaran pajak dengan penggunakan tarif pajak sebelumnya dengan penggunaan tarif pajak 0,5%. Insentif ini akan memiliki pengaruh positif, sebab beban UMKM bakal berkurang, sehingga ada dana tambahan yang bisa dipakai untuk pengembangan usaha, menambah investasi pada aset tetap usaha dan juga bisa menambah modal usaha.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi UMKM mencapai 61,4% terhadap perekonomian pada 2017. UMKM juga menyerap tenaga kerja hampir 97% dari total tenaga kerja nasional. Saat ini, jumlah UMKM mencapai 60 juta unit. Diharapkan setelah penerapan tarif pajak 0,5%, selain kepatuhan pajak pelaku UMKM dapat meningkat, UMKM di Indonesia diharapkan bisa naik level ke arah yang lebih baik lagi. Dengan memberdayakan UMKM, pemerintah bisa mengurangi gap kesenjangan ekonomi yang ada di masyarakat.
Tarif PPh 0,5 % bagi UMKM mulai berlaku sejak 1 Juli 2018. Penerapannya diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pajak pelaku UMKM dan kemajuan usaha UMKM itu sendiri. Sebagai kesimpulan, selaras dengan asas keadilan menurut Adam Smith dan dengan berdasarkan tiga alasan yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa kebijakan pemerintah terhadap penurunan tarif PPh UMKM sebesar 0,5% merupakan pilihan yang tepat dan memungkinkan untuk peningkatan kepatuhan pajak para pelaku UMKM saat ini.*
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.