PP 55/2022

PP 23/2018 Dicabut, Begini Cara Hitung Pajak Final UMKM yang Terutang

Redaksi DDTCNews
Rabu, 18 Januari 2023 | 12.33 WIB
PP 23/2018 Dicabut, Begini Cara Hitung Pajak Final UMKM yang Terutang

Ilustrasi. Pekerja menjemur kerupuk di Desa Kenanga, Indramayu, Jawa Barat, Senin (5/12/2022). ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/tom.

JAKARTA, DDTCNews – PP 23/2018 telah resmi dicabut setelah berlakunya PP 55/2022. Dalam PP 55/2022, terdapat perbedaan penghitungan pajak penghasilan (PPh) final terutang antara wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi dengan peredaran bruto tertentu (UMKM).

Perbedaan penghitungan muncul karena ada kebijakan omzet hingga Rp500 juta yang tidak dikenai PPh. Kebijakan ini, sesuai dengan UU PPh s.t.d.t.d UU HPP, hanya berlaku untuk wajib pajak orang pribadi dengan peredaran bruto tertentu (tidak lebih dari Rp4,8 miliar dalam 1 tahun pajak).

“Bagian peredaran bruto dari usaha tidak dikenai pajak penghasilan … merupakan jumlah peredaran bruto dari usaha yang dihitung secara kumulatif sejak masa pajak pertama dalam suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak,” penggalan Pasal 60 ayat (3) PP 55/2022, dikutip pada Rabu (18/1/2023).

Untuk wajib pajak badan, pajak terutang dihitung berdasarkan tarif PPh bersifat final sebesar 0,5% dikalikan dengan dasar pengenaan pajak (DPP). Adapun wajib pajak badan itu berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, perseroan terbatas, atau BUMDes/BUMDesma.

Untuk wajib pajak orang pribadi, pajak terutang dihitung berdasarkan tarif PPh bersifat final sebesar 0,5% dikalikan dengan DPP setelah mempertimbangkan bagian peredaran bruto dari usaha (sampai dengan Rp500 juta) yang tidak dikenai pajak.

Dalam ketentuan sebelumnya, yakni PP 23/2018, PPh terutang dihitung berdasarkan pada tarif 0,5% dikalikan dengan DPP tanpa ada perbedaan antara wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi.

Namun, sama seperti ketentuan dalam PP 23/2018, DPP yang digunakan untuk menghitung PPh yang bersifat final adalah jumlah peredaran bruto atas penghasilan dari usaha setiap bulan.

Peredaran bruto yang dijadikan DPP dan jumlah peredaran bruto dari usaha yang dihitung secara kumulatif merupakan imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh dari usaha, sebelum dikurangi potongan penjualan, potongan tunai, dan/atau potongan sejenis. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.