Petugas melakukan cek fisik kendaraan roda dua di Samsat Bandung Tengah, Jawa Barat, Rabu (4/1/2023). Polri segera menerapkan ketentuan penghapusan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) yang mati dua tahun akibat pemilik tidak membayar pajak yang ditujukan agar data kendaraan valid dan dapat digunakan pemerintah untuk mengambil kebijakan. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/rwa.
JAKARTA, DDTCNews - Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri mengimbau kepada masyarakat untuk patuh dalam membayar pajak kendaraan bermotor (PKB).
Imbauan tersebut bukan tanpa alasan. Mulai tahun ini, kendaraan bermotor yang tidak dilakukan pembayaran PKB dan STNK-nya tidak diperpanjang selama 2 tahun akan dijatuhi sanksi penghapusan data registrasi kendaraan bermotor. Jika kendaraan tidak dilengkapi STNK maka dianggap bodong.
"Datanya akan dihapus dari registrasi kendaraan bermotor dan tidak bisa dihidupkan kembali," kata Kakorlantas Polri Firman Shantyabudi, dikutip Jumat (27/1/2023).
Sesuai dengan Peraturan Polri 7/2021 tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan, pemilik kendaraan bakal menerima surat peringatan sebanyak 3 kali sebelum data registrasi resmi dihapus oleh Korlantas Polri.
Setelah menerima surat peringatan pertama, pemilik kendaraan memiliki kesempatan untuk melunasi PKB dan memperpanjang STNK selama 3 bulan. Bila surat peringatan pertama tidak ditanggapi, Korlantas Polri akan mengirimkan surat peringatan kedua dan ketiga.
Surat peringatan kedua dan ketiga memiliki masa tunggu selama 1 bulan. Bila setelah 1 bulan surat peringatan ketiga tidak ditanggapi, Korlantas Polri dapat menghapus data registrasi kendaraan bermotor.
Kebijakan penghapusan data kendaraan bermotor diharapkan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Bagi Korlantas Polri, kebijakan ini diperlukan untuk meningkatkan kualitas data.
Direktur Regident Korlantas Polri Yusri Yunus menerangkan selama ini setiap instansi memiliki data jumlah kendaraan bermotor yang berbeda-beda.
Berdasarkan catatan Korlantas Polri, jumlah kendaraan bermotor di Indonesia mencapai 161 juta. "Data yang ada di Kementerian Dalam Negeri atau Bispenda itu 114 juta data. Data yang ada di Jasa Raharja 108 juta," ujar Yusri. (sap)