DEMI menstabilkan perekonomian negara dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini, setiap negara memiliki kebijakan pajaknya sendiri. Salah satunya terkait dengan penundaan pembayaran utang pajak. Kebijakan penundaan pembayaran utang pajak ini dianggap dapat meringankan beban wajib pajak dalam keadaan kahar (force majeur).
Lebih lanjut, berdasarkan pengamatan DDTC Fiscal Research, terdapat 129 negara atau yuridiksi yang merespons ancaman tersebut dengan instrumen pajak. Seperti halnya Afrika Selatan yang memberikan insentif pajak berupa penundaan penyetoran atas 20% kewajiban pajak karyawannya serta penundaan pajak penghasilan (PPh) perusahaan tanpa penalti atau bunga. Hasil penelitian DDTC Fiscal Research tersebut dapat dibaca di sini.
Lain halnya dengan Israel yang mengeluarkan kebijakan tidak akan memberikan penundaan pembayaran pajak. Kebijakan ini disebabkan karena pajak akan digunakan untuk membiayai pendanaan sistem kesehatan dan pendanaan penanganan Covid-19 lainnya.
Meskipun kebijakan khusus untuk penundaan pembayaran pajak tidak diberikan oleh otoritas pajak Israel, wajib pajak yang mengalami kesulitan pembayaran pajak masih diberikan relaksasi untuk mengajukan permohonan penundaan pembayaran pajak sesuai ketentuan yang ada.
Kemudian, otoritas pajak Israel akan mempertimbangkan sesuai dengan kasus tiap perusahaan. Berita selengkapnya atas kebijakan pajak Israel dalam masa Covid-19 dapat dibaca di sini.
Pemerintah Indonesia sendiri telah memberikan insentif pajak bagi wajib pajak yang terdampak Covid-19 yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK 44/PMK.03/2020 (PMK 44/2020). Terdapat lima insentif pajak yang diberikan Direktur Jenderal Pajak (DJP) sebagaimana dapat dibaca dalam berita berikut ini.
Salah satu insentif dalam PMK 44/2020 dapat dimanfaatkan bagi wajib pajak yang mengalami kesulitan pelunasan pembayaran utang pajak dengan mengajukan pengurangan 30% angsuran PPh Pasal 25. Namun, insentif tersebut tidak dapat dimanfaatkan oleh seluruh wajib pajak karena terbatas hanya pada perusahaan dengan KLU atau KITE tertentu.
Pertanyaannya, bagaimana apabila wajib pajak terdampak Covid-19 yang tidak termasuk dalam kategori penerima insentif tersebut tidak dapat melunaskan pembayaran utang pajaknya tepat waktu atau kurang dari jumlah yang seharusnya?
Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh wajib pajak tersebut adalah mengajukan penundaan pembayaran pajak. Namun, sampai saat ini belum ada aturan khusus terkait dengan penundaan pembayaran pajak atas penetapan utang pajak dalam masa Covid-19. Lantas, apa yang dapat dilakukan oleh wajib pajak terkait dengan upaya untuk menunda pembayaran utang pajak di tengah pandemi Covid-19 ini?
Penundaan Pembayaran Utang Pajak
Wajib pajak yang mempunyai kewajiban untuk membayar utang pajaknya dalam keadaan kahar ini sebenarnya dapat mengajukan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran utang pajak. Mekanisme angsuran atau penundaan pembayaran utang pajak diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak (PMK 242/2014).
Disebutkan dalam PMK 242/2014, dalam hal wajib pajak mengalami kesulitan likuiditas atau mengalami keadaan di luar kekuasaannya sehingga tidak akan mampu memenuhi kewajiban pajak pada waktunya, dapat mengajukan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran utang pajak.
Pajak yang dapat ditunda pembayarannya, yaitu pajak yang masih harus dibayar dalam Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) PBB, Surat Ketetapan Pajak (SKP) PBB, dan Surat Tagihan Pajak (STP) PBB.
Kemudian, pembayaran pajak yang dapat ditunda dalam surat keputusan yang menyebabkan pajak yang terutang bertambah yang tertuang dalam surat keputusan keberatan, surat keputusan pembetulan, putusan banding, dan putusan peninjauan kembali, serta kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) PPh (utang PPh Pasal 29).
Untuk mendapatkan penundaan pembayaran pajak, wajib pajak harus mengajukan surat permohonan penundaan pembayaran pajak paling lama sembilan hari kerja sebelum jatuh tempo pembayaran disertai dengan alasan dan bukti yang mendukung permohonan penundaan pembayaran pajak.
Apabila batas waktu sembilan hari kerja tersebut ternyata tidak dapat dipenuhi oleh wajib pajak karena keadaan di luar kekuasaannya, permohonan wajib pajak masih dapat dipertimbangkan oleh DJP sepanjang wajib pajak dapat membuktikan kebenaran keadaan di luar kekuasaannya tersebut.
Tata cara pengajuan permohonan penundaan pembayaran pajak diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 22 PMK 242/2014 sebagai berikut.
Pertama, wajib pajak mengajukan surat permohonan penundaan pembayaran pajak yang ditandatangani oleh wajib pajak ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat wajib pajak terdaftar. Dalam hal surat permohonan ditandatangani bukan oleh wajib pajak maka harus dilampiri surat kuasa sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Kedua, surat permohonan penundaan pembayaran pajak harus mencantumkan: (i) jumlah utang pajak yang pembayarannya dimohonkan untuk diangsur, masa angsuran, dan besarnya angsuran atau (ii) jumlah utang pajak yang pembayarannya dimohonkan untuk ditunda dan jangka waktu penundaan.
Ketiga, wajib pajak harus memberikan jaminan berupa garansi bank, surat/dokumen bukti kepemilikan barang bergerak, penanggungan utang oleh pihak ketiga, sertifikat tanah, atau sertifikat deposito.
Setelah permohonan penundaan pembayaran pajak disetujui, DJP akan menerbitkan surat keputusan penundaan pembayaran pajak dalam jangka waktu tujuh hari kerja setelah tanggal diterimanya permohonan.
Wajib pajak dapat diberikan penundaan pembayaran pajak paling lama dua belas bulan sejak diterbitkannya keputusan persetujuan penundaan pembayaran pajak untuk utang pajak yang masih harus dibayar dalam STP, SKPKB, SKPKBT, serta surat keputusan keberatan, surat keputusan pembetulan, putusan banding, dan putusan peninjauan kembali.
Kemudian, penundaan pembayaran pajak untuk utang pajak dalam SPT Tahunan diberikan paling lama sampai dengan bulan terakhir tahun pajak berikutnya sejak diterbitkannya surat keputusan penundaan pembayaran pajak.
Perlu diperhatikan juga, pengajuan permohonan penundaan pembayaran pajak dapat dilakukan dengan mengirimkan surat melalui pos atau jasa ekspedisi ke KPP tempat wajib pajak terdaftar mengingat sesuai Surat Edaran Nomor SE-23/PJ/2020 pelayanan perpajakan secara tatap muka di Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) diperpanjang sampai 29 Mei 2020.