UU CIPTA KERJA

Pemerintah Rancang RPP Harmonisasi Regulasi UU Cipta Kerja, Ini Isinya

Muhamad Wildan
Minggu, 15 November 2020 | 06.01 WIB
Pemerintah Rancang RPP Harmonisasi Regulasi UU Cipta Kerja, Ini Isinya

Ilustrasi. (Foto: DDTCNews)

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah merumuskan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Harmonisasi dan Sinkronisasi Peraturan Perundang-Undangan di Bawah UU yang diunggah pada laman uu-ciptakerja.go.id.

Sesuai dengan amanat Pasal 181 UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja, setiap peraturan di bawah UU yang bertentangan dengan UU No. 11/2020, bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, atau bertentangan dengan putusan pengadilan harus diharmonisasi dan disinkronisasi.

"Dalam mengoordinasikan dan melaksanakan harmonisasi dan sinkronisasi ..., menteri menetapkan kelompok kerja (pokja)," bunyi Pasal 2 ayat (3) RPP tersebut, dikutip Kamis (12/11/2020).

Pokja mendapatkan amanat melaksanakan harmonisasi dan sinkronisasi melalui panel persidangan yang dihadiri oleh kementerian dan lembaga (K/L) terkait, pakar, perancang peraturan, kalangan profesional, hingga praktisi.

Persidangan pokja dapat diselenggarakan berdasarkan permohonan. Permohonan persidangan guna melaksanakan harmonisasi dan sinkronisasi regulasi ini dapat diajukan oleh WNI atau badan hukum yang hanya dirugikan akibat tidak harmonisnya peraturan perundang-undangan.

Atau juga diajukan oleh K/L dan pemerintah daerah (pemda) yang mengalami hambatan dalam pelaksanaan tugas akibat ketentuan peraturan perundang-undangan yang saling bertentangan.

Selain berdasarkan permohonan, persidangan untuk melakukan sinkronisasi dan harmonisasi regulasi juga dapat dilakukan berdasarkan hasil analisa dari Kementerian Hukum dan HAM.

Apabila hasil pemeriksaan pada persidangan menunjukkan peraturan perundang-undangan bertentangan, Kementerian Hukum dan HAM memberi rekomendasi kepada presiden untuk mengubah atau mencabut peraturan perundang-undangan yang dimaksud.

Nantinya, presiden menugaskan pimpinan K/L terkait menindaklanjuti rekomendasi itu. Apabila K/L tidak melaksanakan rekomendasi yang diberikan, ada ancaman sanksi administratif berupa teguran lisan dan tertulis, penundaan pemberian program bantuan, dan sanksi lainnya.

Khusus untuk pemda, ancaman sanksi administratif atas ketidakpatuhan terhadap rekomendasi berupa teguran tidak tertulis, penundaan evaluasi rancangan peraturan daerah (perda).

Kemudian juga pengambilalihan kewenangan perizinan, pembatalan pembayaran hak keuangan, penundaan dan pemotongan pembayaran dana alokasi umum (DAU) dan dana bagi hasil (DBH), hingga pemberhentian. (Bsi)

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.