Asisten Deputi Fiskal Kemenko Perekonomian Gunawan Pribadi dalam acara bertajuk Carbon Tax Policy: A Key Role in Indonesia’s Sustainability, Rabu (6/10/2021).
JAKARTA, DDTCNews - Rencana pengenaan pajak karbon yang diatur dalam RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dinilai akan memberikan tantangan dan peluang baru dalam penerapan kebijakan fiskal nasional.
Asisten Deputi Fiskal Kemenko Perekonomian Gunawan Pribadi mengatakan ketentuan pajak karbon dalam RUU HPP akan memberikan keuntungan. Salah satunya adalah pemerintah memiliki instrumen baru dalam memitigasi risiko pemanasan global.
"Ini menjadi sinyal positif dan kredit poin bahwa Indonesia akan memiliki kebijakan fiskal yang dapat memitigasi risiko pemanasan global," katanya dalam acara bertajuk Carbon Tax Policy: A Key Role in Indonesia’s Sustainability, Rabu (6/10/2021).
Selain itu, lanjut Gunawan, pengenaan pajak karbon juga akan menambah sumber baru penerimaan negara. Namun, ia menegaskan tambahan penerimaan negara tersebut bukanlah tujuan utama dari pengenaan pajak karbon.
Dia menambahkan pajak karbon bakal mendorong investasi pada sektor energi rendah karbon. Hal ini dikarenakan pajak karbon akan menjadi insentif bagi upaya transisi penggunaan sumber energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan.
Namun, penerapan pajak karbon juga memiliki beberapa tantangan. Pertama, kesadaran masyarakat masih rendah untuk memilih sumber energi yang ramah lingkungan. Pertimbangan soal harga menjadi tantangan yang dihadapi pemerintah dalam mengubah perilaku masyarakat.
Kedua, penerapan pajak berpotensi memengaruhi harga jual energi kepada masyarakat dan komoditas terkait. Ketiga, implementasi pajak karbon tidak bisa berdiri sendiri dan memerlukan kebijakan lain dalam konteks mekanisme penetapan harga karbon.
"Jadi selain kesadaran masyarakat yang masih rendah, pajak karbon juga berpotensi memengaruhi harga energi dan produk terkait, seperti semen dan kertas. Walhasil, implementasi membutuhkan kebijakan lain," jelas Gunawan. (rig)