DUBAI, DDTCNews – Setelah selama setengah setahun pemerintah Uni Emirat Arab (UEA) menerapkan 'pajak dosa' (sin tax) untuk mengurangi jumlah perokok, ternyata hasilnya hanya satu dari empat perokok yang mengubah kebiasaannya.
Menurut jajak pendapat terhadap 600 perokok yang dilakukan oleh surat kabar The National, sekitar tiga perempat di antara mereka mengatakan bahwa harga rokok yang naik dua kali lipat sejak Oktober 2017 tidak menyebabkan mereka berhenti merokok.
Bahkan, jajak pendapat tersebut menunjukkan pengguna medwakh - rokok pipa khas Arab - mengalami peningkatan. Dr Saheer Sainalabdeen, seorang pakar kesehatan di bidang pernapasan, menuturkan ia melihat lebih banyak pria-pria muda yang harus dioperasi akibat menggunakan rokok pipa ini.
"Sekali menghisap rokok medwakh setara dengan menghisap empat atau lima batang rokok," katanya, sambil mencatat bahwa ada juga yang merokok setara dengan lima paket rokok setiap harinya.
Pajak dosa, yang secara umum dikenal dengan nama cukai rokok, mulai berlaku pada1 Oktober 2017, sebagai upaya untuk mempromosikan kehidupan yang lebih sehat di di kalangan warga UEA. Akibat pajak tersebut, harga rokok meningkat dua kali lipat atau naik 100%. Pajak sebanyak 50% juga diberlakukan untuk berbagai jenis minuman berkarbonasi manis.
Namun, tampaknya para perokok lebih memilih untuk beralih ke merek-merek rokok yang lebih murah daripada menyerah untuk tidak merokok sama sekali. Meskipun sekarang harga rokok paling terkenal dibanderol seharga 22 dirham atau sekitar Rp82.000 per bungkus di UEA, para penggemar tembakau masih bisa membeli rokok seharga 3 dirham atau sekitar Rp11.000 sebagai peralihan.
Gagasan pajak dosa diberlakukan di wilayah tersebut setelah anggota Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) sepakat untuk mengambil langkah bersama untuk mengatasi gaya hidup yang tidak sehat. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan penerapan pajak tinggi adalah satu dari beberapa langkah efektif untuk membuat orang berhenti merokok.
Surat kabar Muscat Daily melaporkan, Arab Saudi dan Bahrain telah memperkenalkan pajak serupa, dan Oman baru akan memulai 'pajak dosa' ini pada Juni mendatang, dengan menaikkan harga dua kali lipat untuk alkohol, minuman berenergi dan tembakau.
Dr Jawad al-Lawati mengatakan kepada surat kabar tersebut bahwa Oman juga akan menerapkan pajak untuk makanan cepat saji. "Apa yang akan kita kendalikan adalah diabetes, kanker, penyakit kardiovaskular," pungkasnya. (Amu)