Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang pemerintah hingga akhir April 2022 sudah mencapai Rp7.040,32 triliun.
Laporan APBN Kita edisi Mei 2022 menyebut berdasarkan realisasi tersebut, rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 30,09%. Angka tersebut turun dibandingkan dengan rasio utang pada akhir bulan sebelumnya yang sebesar 40,39%.
"Secara nominal, terjadi penurunan total outstanding dan rasio utang terhadap PDB dibandingkan dengan realisasi bulan Maret 2022," bunyi laporan tersebut, dikutip Rabu (25/5/2022).
Laporan itu menyebut utang pemerintah masih didominasi utang dalam bentuk surat berharga negara (SBN). Kontribusi SBN terhadap stok utang pemerintah mencapai Rp6.228,9 triliun atau 88,47%.
SBN dalam mata uang rupiah mencapai Rp4.993,48 triliun, sementara dalam valuta asing Rp1.235,41 triliun. Keduanya diterbitkan dalam bentuk surat utang negara dan surat berharga syariah negara.
Sementara itu, komposisi utang pinjaman dari pinjaman tercatat hanya Rp811,42 triliun atau 11,53%. Angka itu terdiri atas pinjaman dalam negeri Rp14,1 triliun dan pinjaman luar negeri Rp797,32 triliun.
Laporan APBN Kita menjelaskan utang pemerintah digunakan sebagai countercyclical untuk memenuhi kebutuhan belanja produktif di antaranya kesehatan, pendidikan, perlindungan sosial, DAK fisik, dana desa, serta pembangunan infrastruktur guna memperkecil indeks infrastructure gap.
Menurut pemerintah, belanja produktif tersebut merupakan investasi yang hasilnya memiliki multiplier effect berlipat dan dapat dirasakan hingga masa mendatang.
Selain itu, data posisi utang juga dipengaruhi peningkatan kebutuhan belanja akibat pandemi Covid-19 selama 2020-2022. Peningkatan kebutuhan belanja itu antara lain untuk menangani pandemi Covid-19, memberikan bantuan sosial, dan mendukung pemulihan dunia usaha.
Pengelolaan utang Indonesia yang prudent juga tak luput dari apresiasi lembaga pemeringkat kredit. Pada 27 April 2022, S&P mengafirmasi peringkat kredit Indonesia pada posisi BBB dan merevisi outlook dari yang sebelumnya negatif menjadi stable.
"Peningkatan outlook tersebut menunjukkan kepercayaan S&P terhadap perekonomian Indonesia yang membaik dengan cepat dan kuat, didukung kebijakan penanganan pandemi Covid-19 serta kebijakan makroekonomi yang efektif," tulis pemerintah dalam laporan APBN Kita.
Sejalan dengan upaya penurunan defisit APBN 2022 di bawah 3% terhadap PDB pada 2023, pemerintah juga akan terus menjaga rasio utang. Hal itu dilakukan utamanya dengan mengedepankan pemanfaatan pembiayaan nonutang seperti optimalisasi pemanfaatan SAL sebagai buffer fiskal, serta implementasi SKB I dan SKB III dengan BI. (sap)