KEPATUHAN PAJAK

Musim Lapor SPT Tahunan, Cek Lagi Hak dan Kewajiban Pajak Suami Istri

Redaksi DDTCNews
Jumat, 13 Januari 2023 | 13.30 WIB
Musim Lapor SPT Tahunan, Cek Lagi Hak dan Kewajiban Pajak Suami Istri

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Memasuki awal 2023, wajib pajak kembali diingatkan untuk memenuhi kewajibannya untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Seperti diketahui, batas akhir pelaporan SPT Tahunan bagi wajib pajak orang pribadi adalah 31 Maret 2023. 

Setiap wajib pajak yang status NPWP-nya masih aktif, wajib hukumnya untuk melaporkan SPT Tahunan, termasuk suami-istri. Lantas bagaimana hak dan kewajiban perpajakan bagi seorang suami dan istri? 

"Hak yang dimiliki suami-istri, memilih digabung atau terpisah [kewajiban pajaknya]. Kewajibannya, mengikuti sesuai dengan status perpajakan yang dipilih," tulis Ditjen Pajak (DJP) di laman DJP Online, dikutip pada Jumat (13/1/2023). 

Seperti diketahui, sistem pengenaan pajak penghasilan (PPh) di Indonesia menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis. Artinya, penghasilan atau kerugian seluruh anggota keluarga digabungkan sebagai satu kesatuan dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan kepala keluarga. 

Kendati begitu, pada kondisi tertentu pengenaan PPh bisa dilakukan secara terpisah antara suami dan istri. Skema pemenuhan kewajiban pajak suami dan istri ini bergantung pada status kewajiban perpajakan suami istri yang dipilih. 

Pada lembar SPT Tahunan, status kewajiban perpajakan suami istri bisa dilihat pada kolom identitas. Ada 4 jenis status kewajiban perpajakan suami istri, yakni KK (Kepala Keluarga), HB (Hidup Berpisah), MT (Memilih Terpisah), dan PH (Pisah Harta). Mari kita bahas satu per satu. 

Kepala Keluarga (KK)

Suami dan istri memiliki NPWP yang sama, dengan istri memakai NPWP dan NIK milik suami. Dalam status ini, penghasilan, harta, dan kewajiban suami dan istri digabung dalam satu SPT. Penghasilan istri dari 1 pemberi kerja yang tidak ada hubungan dengan usaha atau pekerjaan suami dialporkan pada bagian penghasilan yang dikenakan PPh final. 

"Hanya suami yang membuat Laporan SPT Tahunan," tulis DJP. 

Hidup Berpisah (HB)

Kondisi ini terjadi saat suami dan istri bercerai berdasarkan putusan hakim di pengadilan. Dalam menghitung PPh terutang, penghasilan tidak kena pajak (PTKP) suami dan istri berubah menjadi 'tidak kawin'. Penghitungan pajak terutang antara suami dan istri dihitung secara masing-masing. Harta yang dimiliki juga dilaporkan secara masing-masing. 

"Pelaporan SPT Tahunan dilakukan secara masing-masing oleh suami istri," tulis DJP. 

Pisah Harta (PH)

Status ini berlaku bagi suami istri yang tidak bercerai tetapi melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan. Pada kondisi ini, istri memiliki NPWP-nya sendiri. 

Penghitungan pajak terutang antara suami dan istri dihitung berdasarkan penggabungan penghasilan neto suami dan istri secara proporsional, sesuai perbandingan penghasilan neto mereka. Dalam kondisi ini, harta dilaporkan masing-masing. Artinya, suami dan istri perlu melaporkan SPT Tahunan sendiri-sendiri.

"Harta dilaporkan masing-masing," tulis DJP. 

Memilih Terpisah (MT)

Status ini berlaku bagi suami istri yang tidak bercerai tetapi istri menghendaki/memilih untuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya secara terpisah. Pada kondisi ini istri memiliki NPWP sendiri. 

Penghitungan pajak terutangnya berdasarkan penggabungan penghasilan neto suami dan istri secara proporsional sesuai perbandingan penghasilan neto mereka. 

"Harta (dilaporkan masing-masing," tulis DJP.

DJP juga memberikan contoh perhitungan PPh terutang bagi suami dan istri. Selengkapnya, bisa dicek pada laman berikut ini. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.