FOKUS

Meninjau Kembali Insentif Pajak, Memacu Daya Saing

Sapto Andika Candra | Selasa, 10 Januari 2023 | 10:25 WIB
Meninjau Kembali Insentif Pajak, Memacu Daya Saing

ARAH kebijakan pemerintah dalam mendorong daya saing menarik untuk diulas. Spektrumnya pun luas. Tak terbatas pada cara-cara untuk menarik aliran modal, tetapi juga strategi dalam menggaet sumber daya manusia (SDM) yang unggul ataupun kapasitasnya dalam bersaing di pasar global. 

Dari beragam jurus yang sudah dijajal, kebijakan pajak sepertinya masih menjadi andalan untuk mendongkrak daya tawar bangsa di kancah global. Salah satunya, pemberian insentif pajak. Mengacu pada tujuannya dalam menggenjot daya saing, insentif-insentif pajak yang terlibat tentunya lebih banyak bersangkutan dengan profit. 

Selama ini pemerintah cukup baik hati menawarkan macam-macam paket insentif pajak. Guna menarik investasi misalnya, pengusaha diberi 'iming-iming' keringanan pajak seperti tax holiday, tax allowance, supertax deduction, atau wujud insentif lainnya. 

Tak cuma itu, akses pemanfaatan insentif pajak makin mudah. Pandemi Covid-19 ikut memicu pemerintah memangkas alur prosedural bagi pengusaha untuk bisa menikmati keringanan pajak. 

Namun, ada catatan yang perlu menjadi perhatian. Kendati langkahnya sudah menuju arah yang tepat, pemerintah perlu sesekali menoleh ke belakang untuk memastikan tidak ada yang tertinggal. Kebijakan insentif pajak perlu dilihat kembali apakah peruntukannya memang sudah tepat, atau justru selama ini hanya menjadi pemanis semata?

Jika melihat laporan belanja perpajakan 2021, porsi insentif pajak yang digelontorkan untuk tujuan peningkatan iklim investasi merupakan yang paling sedikit dibandingkan dengan insentif-insentif untuk tujuan kebijakan lainnya. 

Realisasi belanja perpajakan untuk meningkatkan iklim investasi tercatat 'hanya' Rp31,6 triliun. Angka ini jauh di bawah capaian belanja perpajakan untuk tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yakni Rp160 triliun. Belanja perpajakan untuk pengembangan UMKM juga masih lebih tinggi, yakni Rp69 triliun. 

Rendahnya realisasi belanja perpajakan yang bertujuan untuk meningkatkan iklim investasi perlu dibedah lebih dalam. Di satu sisi, hal ini bisa dimaklumi lantaran sasarannya memang spesifik. Di sisi lainnya, perlu dilihat kembali apakah peminatnya memang sedikit? Apakah prosedurnya masih memberatkan pelaku usaha? Atau cakupannya terlalu sempit?

Momentum evaluasi insentif pajak juga makin terlihat nyata di depan mata seiring dengan masa-masa kedaruratan pandemi yang telah lewat. Pemulihan ekonomi yang kian cepat menuntut banyak negara mereformulasi bentuk-bentuk insentifnya. Tujuannya, agar momentum pemulihan ekonomi tidak terlewat sedikitpun. 

Dengan lesatan daya saing antarnegara yang tak terbendung, Indonesia tak boleh lengah. Periode pascapandemi menawarkan momentum yang pas untuk menyaring kembali efektivitas pemberian insentif pajak. 

Belum berhenti sampai di situ, masih ada satu lagi alasan yang menuntut pemerintah harus lebih cekatan dalam mendesain ulang skema insentif pajak. 2023 bakal menjadi tahun pertama implementasi pajak minimum global (global minimum tax). Ketentuan ini merupakan respons atas tantangan perpajakan yang timbul dari digitalisasi ekonomi.

Penerapan pajak minimum global mengharuskan induk dari perusahaan multinasional membayarkan pajak tambahan atas anak usahanya dikenakan tarif efektif kurang dari 15% di sebuah yurisdiksi. 

Dengan begitu, insentif-insentif pajak yang berbasis profit seperti tax holiday dan tax allowance berpeluang kehilangan daya tariknya. 

Kita semua memahami, konsensus pajak global dirundingkan untuk menutup celah penghindaran pajak. Pada akhirnya, implementasi pajak minimum global pun ingin menghadirkan keadilan bagi seluruh yurisdiksi. 

Namun, perlu disadari pula bahwa Indonesia tidak boleh kehilangan daya tawarnya. Sebagai negara yang memiliki kedaulatan fiskal, Indonesia perlu merancang alternatif insentif pajak yang tidak menyalahi semangat keadilan yang sudah diusung konsensus pajak global. 

Sinyal baiknya sudah ada. Pemerintah Indonesia sudah menegaskan komitmennya melakukan berbagai penyesuaian ketika pajak minimum global disepakati.

Tak cuma itu, tahun ini pemerintah juga segera menyusun rancangan peraturan pemerintah (RPP) terkait dengan tax allowance dan tax holiday. Pada RPP tersebut, pemerintah akan menyelaraskan ketentuan pengajuan fasilitas dengan perkembangan OSS serta menyempurnakan syarat pengajuan fasilitas dan proses pemberian tax allowance serta tax holiday.

Untuk mengupas lebih dalam tentang kesiapan pemerintah dalam menghadapi beragam tantangan pajak ke depan, fokus edisi kali ini mengambil tema Momentum Evaluasi Skema Insentif Pajak. Fokus kali ini masih menjadi bagian dari Fokus Akhir Tahun bertajuk Bergegas di Tengah Perubahan Dunia Pajak.

Sebagai informasi kembali, dalam Fokus Akhir Tahun kali ini, DDTCNews membagi topik ke dalam beberapa edisi yang akan terbit 2 kali seminggu (Selasa dan Kamis).

DDTCNews juga akan menyajikan hasil wawancara dengan berbagai narasumber yang kredibel memberikan penjelasan kepada publik. Jangan sampai melewatkan tiap edisinya! Selamat membaca! (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 25 April 2024 | 17:30 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Pemerintah Siapkan Tarif Royalti 0% untuk Proyek Hilirisasi Batu Bara

Kamis, 25 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN ENERGI

RI Pasang Target Lebih Ambisius dalam Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca

Selasa, 23 April 2024 | 16:00 WIB HARI BUKU SEDUNIA

World Book Day, Ini 3 Ketentuan Fasilitas Perpajakan untuk Buku

Senin, 22 April 2024 | 12:30 WIB UNI EMIRAT ARAB

Uni Emirat Arab Godok Insentif Pajak untuk Kegiatan Litbang

BERITA PILIHAN
Minggu, 28 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Ditjen Imigrasi Luncurkan Bridging Visa bagi WNA, Apa Fungsinya?

Minggu, 28 April 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Peta Aksesi Keanggotaan OECD Terbit, Pemerintah RI Siap Lakukan Ini

Minggu, 28 April 2024 | 14:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Tak Sepakat dengan Tagihan Bea Masuk, Importir Bisa Ajukan Keberatan

Minggu, 28 April 2024 | 13:30 WIB PERPRES 56/2024

Perpres Resmi Direvisi, Indonesia Bisa Beri Bantuan Penagihan Pajak

Minggu, 28 April 2024 | 13:00 WIB PENERIMAAN NEGARA

Didorong Dividen BUMN, Setoran PNBP Tumbuh 10 Persen pada Kuartal I

Minggu, 28 April 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK DAERAH

Ada UU DKJ, Tarif Pajak Hiburan Malam di Jakarta Bisa 25-75 Persen

Minggu, 28 April 2024 | 12:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Bukti Potong 1721-A1 Tak Berlaku untuk Pegawai Tidak Tetap

Minggu, 28 April 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Cakupan Penghasilan Pegawai Tetap yang Dipotong PPh Pasal 21

Minggu, 28 April 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN FISKAL

KEM-PPKF 2025 Sedang Disusun, Begini Catatan DPR untuk Pemerintah