PENGHINDARAN PAJAK

Mengupas Pentingnya Aturan Antipenghindaran Pajak di Suatu Negara

Hamida Amri Safarina | Jumat, 26 Maret 2021 | 10:11 WIB
Mengupas Pentingnya Aturan Antipenghindaran Pajak di Suatu Negara

Transaksi lintas batas yang makin berkembang dapat menimbulkan benturan antarnegara untuk saling mengeklaim kewenangan memungut pajak. Saat ini banyak juga persoalan penyalahgunaan P3B serta celah dalam aturan domestik suatu negara yang dapat mengurangi penerimaan pajak.

Merespons permasalahan tersebut, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) telah mengembangkan aturan antipenyalahgunaan (anti-abuse rule) dalam kerangka Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) Action 6.

Adapun buku berjudul The Anti-Abuse Rule for Permanent Establishment Situated in Third States memberikan analisis hukum kritis dan mendalam mengenai anti-abuse rule untuk bentuk usaha tetap (BUT) yang berada di negara ketiga.

Baca Juga:
Ketentuan Kewajiban Menyelenggarakan Pembukuan di Bidang Cukai

Buku yang terbit pada 2020 ini ditulis Jean-Philippe Van West. West merupakan seorang praktisi dan akademisi yang ahli di bidang perpajakan internasional dan transfer pricing. Menurutnya, anti-abuse rule penting untuk diterapkan dan menjadi perhatian.

Pasalnya, anti-abuse rule untuk mencegah adanya penyalahgunaan P3B dan aturan domestik suatu negara yang berakibat pada berkurangnya penerimaan pajak. Namun, hal tersebut masih belum banyak dibahas dalam literatur pajak, terlebih bila dibandingkan dengan Aksi BEPS yang lainnya.

Dengan demikian, buku yang diterbitkan IBFD ini dapat mengisi kekosongan literatur saat ini yang menjelaskan pentingnya pembentukan anti-abuse rule untuk BUT yang berada di negara ketiga.

Baca Juga:
Antisipasi Overtourism, Negara Ini Diminta Terapkan Pajak Turis

Secara garis besar, penulis menjelaskan mengenai triangular case, interpretasi perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) atau tax treaty, ketentuan dalam Pasal 29(8) OECD Model 2017 beserta analisisnya secara hukum, dan gambaran penerapan aturan atas persoalan triangular case di berbagai negara. Sebagai informasi, Pasal 29(8) OECD Model 2017 menguraikan tentang ketentuan antipenyalahgunaan untuk BUT di negara ketiga.

Penulis menyatakan upaya pencegahan persoalan pajak berganda dapat dilakukan dengan membuat persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B) atau perjanjian bilateral antara dua negara.

Akan tetapi, terdapat kemungkinan adanya pihak yang berusaha untuk menyalahgunakan P3B untuk mengurangi besaran pajak yang seharusnya dibayarkan. Tidak hanya itu, permasalahan pajak juga dapat terjadi dalam situasi ketika satu transaksi melibatkan lebih dari dua negara untuk memungut pajak.

Baca Juga:
Digitalisasi Sistem Pajak, Filipina Minta Dukungan World Bank dan ADB

Misalnya, ketika seseorang/entitas yang menjadi subjek pajak dalam negeri di negara A mempunyai BUT di negara B, serta memiliki keterkaitan dengan subjek pajak dalam negeri di negara C (negara ketiga).

Situasi seperti itu biasa disebut dengan triangular situations atau triangular cases. Dalam buku ini, West memberikan gambaran ketika wajib pajak menggunakan skema triangular situations dengan tujuan untuk meminimalkan pajak yang seharusnya dibayar.

Dalam konteks kasus di atas, bisa saja ketiga yurisdiksi tersebut memiliki kewenangan pemungutan pajak. Terhadap transaksi yang terjadi, negara A mungkin mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber dari negaranya. Adapun negara B dapat memungut pajak karena seseorang/entitas tersebut merupakan penduduknya.

Baca Juga:
World Book Day, Ini 3 Ketentuan Fasilitas Perpajakan untuk Buku

Sementara negara C juga dapat menuntut hak pemajakan karena pendapatan seseorang/entitas tersebut diatribusikan ke BUT yang berada di negaranya. Melihat adanya persoalan tersebut, penulis menyampaikan penerapan anti-abuse rule sangat diperlukan suatu negara.

Dalam buku ini, penulis juga memberikan gambaran umum tentang prinsip-prinsip umum dalam melakukan interpretasi perjanjian di bidang perpajakan. Selain itu, penulis memberikan analisis hukum mengenai kriteria penentuan keberadaan BUT berdasarkan Article 29(8) OECD Model.

Sesuai dengan Pasal 31(1) Vienna Convention on the Law Treaties (VCLT), sebuah perjanjian harus ditafsirkan dengan itikad baik dan berdasarkan ketentuan yang diterima secara umum dan ketentuan yang disepakati internasional. Sebagai perjanjian internasional, dua negara yang mengadakan P3B terikat dengan VCLT.

Baca Juga:
Kriteria Penghapusbukuan Piutang di Bidang Kepabeanan dan Cukai

Dalam menjelaskan mengenai triangular situations, interpretasi P3B, serta analisis hukum atas Article 29(8) OECD Model, penulis banyak memberikan contoh kasus, ilustrasi, dan penjelasan komprehensif yang memudahkan pembaca untuk memahaminya.

Buku ini tentunya dapat dijadikan sebagai referensi bagi akademisi, pemerintah, praktisi, dan masyarakat umum yang tertarik mengenai isu triangular situations dan penerapan anti-abuse rule di suatu negara. Tertarik membaca buku ini? Silakan membacanya langsung di DDTC Library. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Kamis, 25 April 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN MONETER

Parkir DHE SDA di Dalam Negeri, Kepatuhan Eksportir sudah 93-95 Persen

Kamis, 25 April 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

Ketentuan Pajak Daerah Terbaru di Kota Depok beserta Tarifnya

Kamis, 25 April 2024 | 10:00 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Tak Setor PPN Rp605 Juta, Direktur CV Diserahkan ke Kejaksaan

Kamis, 25 April 2024 | 09:30 WIB PROVINSI BENGKULU

Penuhi Amanat UU HKPD, Pemprov Bengkulu Atur Ulang Tarif Pajak Daerah

Kamis, 25 April 2024 | 09:12 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Naikkan Tax Ratio 2025, Kadin Harap Ekstensifikasi Pajak Digencarkan

Kamis, 25 April 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

WP Grup Bakal Digabung dalam 1 KPP, Ini Kata Dirjen Pajak

Rabu, 24 April 2024 | 18:50 WIB PERMENKOP UKM 2/2024

Koperasi Simpan Pinjam Modal Rp5 Miliar, Lapkeu Wajib Diaudit AP

Rabu, 24 April 2024 | 18:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT Jasa Perhotelan di UU HKPD?