Adagium pajak sebagai jantung dan urat nadi penerimaan negara dan pembangunan bukanlah tak beralasan. Argumen tersebut pula yang mengantarkan kita pada paradigma pajak, sebagai fungsi budgetair dan regulerend.
Pajak tidak hanya hadir sebagai kendaraan untuk mendongkrak penerimaan (budgetair), tetapi juga berfungsi sebagai instrumen pengatur (regulerend) yang ujung tombaknya adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat.
Dua paradigma tersebut sejatinya berjalan beriringan. Namun, pengalaman berbagai negara berkembang justru menunjukan hal sebaliknya. Fungsi yang diemban pajak ‘berat sebelah’ menjadi sekadar meraup penerimaan yang besar. Mengapa demikian?
Buku berjudul “More than Revenue: Taxation as a Development Tool”, membeberkan alasannya secara komprehensif dengan mengambil konteks negara-negara di kawasan Amerika Latin dalam beberapa dekade terakhir.
Buku yang disunting oleh Ana Corbacho, Vicente Fretes Cibils dan Eduardo Lora ini mengidentifikasi permasalahan yang menyebabkan negara di kawasan tersebut belum memenuhi kedua paradigma pajak secara utuh.
Pembahasan mengalir pada tiga babak utama. Di babak pertama, buku ini mengungkap karakteristik pajak di Amerika Latin mulai dari rendahnya penerimaan, pajak yang tidak progresif, penggelapan pajak merajalela, dan lemahnya administrasi pajak.
Karakteristik tersebut menciptakan lingkaran setan yang sering diasosiasikan dengan sejarah permasalahan distribusi pendapatan serta rezim politik pada periode lalu. Contoh, fenomena perburuan rente yang marak dilakukan kelompok penguasa.
Alhasil, fenomena tersebut menyebabkan desain regresif dari struktur pajak. Kondisi ini juga diperburuk dengan penghindaran pajak dari berbagai kuantil pendapatan yang menyusutkan basis pajak efektif dan akhirnya menurunkan tingkat penerimaan.
Pada babak kedua, kinerja pajak berdasarkan jenisnya mulai dieksplorasi lebih dalam. Pajak penghasilan yang notabene menjadi salah satu pilar utama sistem pajak di berbagai negara, justru dijuluki ‘cangkang kosong’ di kawasan Amerika Latin.
Desain sistem pajak yang hanya menguntungkan lapisan tertentu ditambah maraknya kasus penggelapan pajak menyebabkan kontribusi dari pajak penghasilan tersebut minim bagi redistribusi pendapatan.
Buku ini juga mengidentifikasi potensi jenis pajak ke depan, terutama berkaitan dengan lingkungan. Namun demikian, kekayaan sumber daya alam diikuti dengan konsekuensi eksternalitas negatif bagi pembangunan berkelanjutan.
Paradigma pajak sebagai regulerend punya peran strategis dalam mengoreksi eksternalitas tersebut. Setidaknya ada dua cara yang ditawarkan. Pertama, revitalisasi pajak bisnis pengelolaan sumber daya alam. Dalam upaya ini, pengalaman sistem hybrid dari Chile dan Peru dapat menjadi rujukan.
Kedua, penerapan pajak atau pungutan lingkungan seperti pajak bahan bakar dan cukai plastik. Selain menghasilkan penerimaan, instrumen ini juga befungsi sebagai trade off terhadap perbaikan kualitas lingkungan hidup.
Babak terakhir buku ini menyuguhkan gagasan reformasi pajak yang berkontribusi terhadap pembangunan. Setidaknya ada lima rekomendasi utama yang patut untuk dicermati, mulai dari tataran kebijakan hingga administrasi pajak.
Buku bunga rampai dari Inter-Development American Bank ini sangat relevan bagi para akademisi, penggiat kebijakan, dan masyarakat sipil. Pemikiran dari para pakar ekonomi pembangunan menyajikan perspektif segar dalam masing-masing pembahasan.
Sesuai judulnya, buku ini juga menawarkan berbagai instrumen kebijakan yang dapat menjadi referensi dan acuan khususnya bagi peningkatan kualitas pembangunan di negara berkembang. Tertarik membaca buku ini? Silakan Anda baca langsung di DDTC Library.*