RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pajak atas Biaya Overhead dari Luar Negeri

Abiyoga Sidhi Wiyanto
Jumat, 24 Januari 2025 | 18.30 WIB
Sengketa Pajak atas Biaya Overhead dari Luar Negeri

Ilustrasi.

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai koreksi positif dasar pengenaan pajak (DPP) PPh Pasal 26 atas pembayaran jasa overhead dari luar negeri.

Dalam perkara ini, wajib pajak melakukan transaksi pembayaran jasa berupa biaya overhead, technical assistance, dan biaya lainnya yang ditagihkan oleh kantor pusat wajib pajak di luar negeri.

Otoritas pajak berpendapat bahwa pembayaran jasa kepada pihak lain di luar negeri seharusnya terutang PPh Pasal 26 dengan tarif 20%. Hal itu disebabkan juga karena otoritas pajak menetapkan X Co sebagai kantor pusat dari wajib pajak yang berdomisili di negara yang tidak memiliki P3B dengan Indonesia.

Sebaliknya, wajib pajak menyatakan bahwa pihaknya melakukan pembayaran kepada Y Co selaku kantor pusat wajib pajak dan bukan kepada X Co. Adapun atas pembayaran tersebut seharusnya dikenakan tarif PPh Pasal 26 sebesar 0% sesuai dengan ketentuan P3B yang berlaku.

Selain itu, wajib pajak berpendapat bahwa pajak yang timbul atas pembayaran jasa overhead tersebut seharusnya ditanggung oleh pemerintah, dikarenakan terdapat dokumen khusus yang menyatakan hal tersebut.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Kemudian, pada tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Terkait dengan koreksi DPP PPh Pasal 26 atas pembayaran jasa berupa biaya overhead, technical assistance, serta biaya lainnya, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat bahwa koreksi yang dilakukan oleh otoritas pajak tidak tepat.

Terhadap permohonan tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 39308/PP/M.XV/13/2012 tanggal 23 Juli 2012, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 31 Oktober 2012.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah adanya koreksi DPP PPh Pasal 26 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2007 senilai Rp2.864.831.995.

Pendapat Pihak Yang Bersengketa

PEMOHON PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Pemohon PK tidak setuju dengan putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tidak mempertahankan koreksi DPP PPh Pasal 26 sebesar Rp2.864.831.995.

Sebagai informasi, Termohon PK melakukan transaksi dengan kantor pusatnya yaitu X Co berupa pembayaran jasa atas biaya overhead, technical assistance, dan biaya lain. Pemohon PK menyatakan bahwa X Co adalah kantor pusat dari Termohon PK yang berkedudukan di negara Bermuda.

Menurut Pemohon PK, transaksi Termohon PK tersebut terutang PPh Pasal 26 karena dilakukan kepada X Co yang berstatus sebagai WPLN.  Namun, Termohon PK belum melaporkannya sebagai objek PPh Pasal 26 sehingga dilakukan koreksi oleh Pemohon PK.

Sebagai informasi, saat terjadinya sengketa ini, Indonesia tidak memiliki P3B dengan Bermuda. Oleh karena itu, transaksi yang dilakukan Termohon PK dengan X Co tersebut tetap dikenakan tarif sesuai ketentuan umum yang berlaku.

Selanjutnya, terkait mekanisme pajak yang ditanggung pemerintah sesuai dengan Surat Menteri Keuangan No. S-604/MK.017/1998 yang dimiliki oleh Termohon PK, Pemohon PK menyatakan bahwa atas transaksi yang dilakukan Termohon PK tetap dikenakan pajak sesuai ketentuan yang berlaku.

Pemohon PK berpendapat bahwa tidak terdapat ketentuan pelaksanaan yang mengatur bahwa pajak atas biaya overhead, technical assistance, dan biaya lain dapat ditanggung oleh pemerintah. Dalam proses pemeriksaan, Termohon PK juga tidak dapat memberikan data rincian atas biaya overhead dari luar negeri tersebut.

Dengan demikian, Pemohon PK berpendapat bahwa biaya overhead, technical assistance, dan biaya lain yang dibayarkan oleh Termohon PK merupakan jasa-jasa teknis yang terutang PPh Pasal 26 dengan tarif 20%. Dengan begitu, koreksi yang dilakukan Pemohon PK sudah benar dan dapat dipertahankan.

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju terhadap pernyataan Pemohon PK. Perlu dipahami bahwa X Co merupakan pemegang saham dari Termohon PK, sedangkan Y Co merupakan kantor pusat dari Termohon PK. 

Termohon PK menyatakan bahwa pembayaran atas biaya berupa overhead, technical assistance, dan biaya lain dilakukannya kepada Y Co selaku kantor pusat yang berdomisili di Amerika Serikat (AS). Transaksi pembayaran tersebut bukan dilakukan dengan X Co yang berdomisili di Bermuda. Dengan begitu, atas penghasilan yang diterima oleh Y Co sebagai WPLN merupakan objek PPh Pasal 26 yang dapat dikenakan tarif 0% sesuai ketentuan dalam P3B Indonesia – AS.

Dalam putusan PK ini, Termohon PK juga telah memberikan tanggapan mengenai adanya Surat Menteri Keuangan No. S-604/MK.017/1998 yang menjelaskan bahwa biaya overhead, technical services, dan biaya yang timbul dari kantor pusat dikenakan pajak sesuai ketentuan yang berlaku.

Berdasarkan butir kedua dalam kutipan surat menteri tersebut, pajak atas biaya overhead, technical services, dan biaya lain yang timbul dari kantor pusat Termohon PK ditanggung pemerintah. Dengan kata lain, Termohon PK menilai bahwa tidak ada pajak atas biaya overhead, technical services, dan biaya lain yang perlu dibayarkan.

Selain itu, Pemohon PK juga sudah pernah memberikan pernyataan bahwa atas pajak-pajak yang timbul sehubungan dengan biaya overhead, technical services, dan biaya lain yang dimaksud dalam perkara ini merupakan tanggung jawab pemerintah. Hal tersebut turut dikonfirmasi melalui beberapa pertemuan teknis yang melibatkan berbagai pihak, termasuk Pemohon PK sendiri.

Dengan begitu, Pemohon PK seharusnya tidak menerbitkan SKPKB kepada Termohon PK yang menyatakan adanya jumlah pajak yang masih kurang dibayar sehubungan dengan pembayaran jasa atas biaya overhead, technical assistance, dan biaya lain. Termohon PK berpendapat bahwa atas pembayaran berupa biaya overhead, technical assisstance, dan biaya lainnya dikenakan tarif 0%.

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat bahwa alasan-alasan permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 39308/PP/M.XV/13/2012 yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sudah tepat. Setidaknya, terdapat dua pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, alasan-alasan atas koreksi DPP PPh Pasal 26 Masa Pajak Januari sampai Desember 2007 sebesar Rp2.864.831.995 tidak dapat dibenarkan. Sebab, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan.

Kedua, menurut Mahkamah Agung, pembebanan biaya overhead from board yang merupakan tagihan biaya administrasi operasi kantor pusat sebesar maksimal 2% dari total expenditure dapat dianggap wajar.

Oleh karenanya, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.