KEBIJAKAN PAJAK

Masukan Para Pelaku Usaha Soal Penerapan Pajak Karbon

Redaksi DDTCNews | Minggu, 04 Juli 2021 | 07:00 WIB
Masukan Para Pelaku Usaha Soal Penerapan Pajak Karbon

Ketua Komite Perpajakan Apindo Siddhi Widyaprathama. (foto: hasil tangkapan layar)

JAKARTA, DDTCNews – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah untuk dapat mempertimbangkan kembali rencana penerapan pajak karbon melalui revisi UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Ketua Komite Perpajakan Apindo Siddhi Widyaprathama mengatakan penerapan pajak karbon sesungguhnya bertujuan baik dalam menghadapi perubahan iklim global. Namun, momen penerapan pada masa pandemi Covid-19 dinilai akan memberikan tekanan kepada pelaku usaha.

"Secara psikologis ini bisa memberikan tekanan bagi pelaku usaha dan sebetulnya menjadi beban tambahan kepada masyarakat sebagai pengguna akhir," katanya dalam acara dialog industri bertajuk Carbon Tax, Siapkah Kita? dikutip pada Minggu (2/7/2021).

Baca Juga:
Gaji Anggota Firma atau CV Tak Bisa Dibiayakan, Harus Dikoreksi Fiskal

Siddhi menilai pemerintah perlu mengkaji lebih dalam perihal rencana penerapan pajak karbon. Sebab, transformasi kegiatan produksi menuju ramah lingkungan membutuhkan investasi dalam skala besar.

Selain itu, sambungnya, kesiapan pelaku usaha dan infrastruktur pemerintah dalam menyediakan sumber energi baru dan terbarukan juga perlu dipetakan dengan baik sebelum mulai menerapkan pajak karbon.

Menurutnya, usulan tarif pajak karbon sebesar Rp75.000 per ton emisi CO2 dapat berdampak besar bagi pelaku usaha. Berdasarkan catatannya, satu sektor industri bisa menyumbang 32 juta ton per tahun. Artinya setoran pajak karbon dari satu sektor ekonomi saja mencapai Rp2,4 triliun.

Baca Juga:
Kring Pajak Jelaskan Syarat Piutang Tak Tertagih yang Dapat Dibiayakan

"Untuk satu sektor ekonomi saja kira-kira Rp2,4 triliun dari pungutan Rp75 perak per kilo emisi. Jadi pemerintah perlu hati-hati," tutur Siddhi.

Dia menambahkan upaya penurunan emisi gas rumah kaca membutuhkan solusi yang terintegrasi. Hal ini diperlukan agar pungutan pajak baru tidak justru menjadi beban administrasi bagi pelaku usaha.

"Penting bagaimana implementasi pengawasan jangan sampai menambah beban administrasi bagi pelaku usaha," ujarnya.

Baca Juga:
Moody’s Pertahankan Rating Kredit Indonesia, Ini Respons Pemerintah

Senada, Technical Advisor Asosiasi Semen Indonesia Lusy Widowati menilai industri semen masih menghadapi tantangan akibat pandemi. Utilisasi baru mencapai 62% dari kapasitas produksi. Dia khawatir pajak karbon makin menggerus daya saing produksi semen nasional.

"Pajak karbon akan berdampak pada daya saing di pasar regional dan global. Thailand, Malaysia dan Vietnam tidak menerapkan pajak karbon," katanya. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Sabtu, 20 April 2024 | 09:00 WIB KABUPATEN SUKABUMI

Ada Hadiah Umrah untuk WP Patuh, Jenis Pajaknya akan Diperluas

Sabtu, 20 April 2024 | 08:47 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

SPT yang Berstatus Rugi Bisa Berujung Pemeriksaan oleh Kantor Pajak

Sabtu, 20 April 2024 | 08:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dorong Pertumbuhan Ekonomi 2025, Insentif Ini Disiapkan untuk Investor

Jumat, 19 April 2024 | 18:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT atas Makanan dan Minuman?

Jumat, 19 April 2024 | 17:45 WIB KEANGGOTAAN FATF

PPATK: Masuknya Indonesia di FATF Perlu Diikuti Perbaikan Kelembagaan

Jumat, 19 April 2024 | 17:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Meski Tidak Lebih Bayar, WP Tetap Bisa Diperiksa Jika Status SPT Rugi

Jumat, 19 April 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jokowi Segera Bentuk Satgas Pemberantasan Judi Online

Jumat, 19 April 2024 | 16:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Jangan Diabaikan, Link Aktivasi Daftar NPWP Online Cuma Aktif 24 Jam