TINDAK PIDANA PERPAJAKAN (3)

Mengenal Tindak Pidana Perpajakan Pasal 39 UU KUP

Redaksi DDTCNews
Kamis, 17 November 2022 | 17.32 WIB
Mengenal Tindak Pidana Perpajakan Pasal 39 UU KUP

BERKEBALIKAN dengan kealpaan, kesengajaan memuat adanya keinginan, kehendak, atau kemauan. Dalam konteks hukum pidana, kesengajaan merupakan kemauan untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang atau diperintahkan undang-undang.

Secara yuridis formal Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tidak ada pasal yang memberikan batasan atau pengertian dari kesengajaan. Namun, dalam KUHP Belanda Memory Van Toelichting, kesengajaan diartikan sebagai menghendaki dan mengetahui (willen en wetens).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kesengajaan adalah perihal (perbuatan) sengaja. Kata sengaja diartikan menjadi 2. Pertama, dimaksudkan (direncanakan); memang diniatkan begitu; tidak secara kebetulan. Kedua, dibuat-buat; bersengaja.

Seperti bahasan pada kelas seri pertama, ada 2 bentuk tindak pidana perpajakan berdasarkan pada niat (mens rea) pelaku, yaitu kealpaan dan kesengajaan. Setelah membahas kealpaan pada kelas seri sebelumnya, kali ini akan dibahas bentuk tindakan pidana perpajakan karena kesengajaan.

Ketentuan mengenai tindak pidana perpajakan berupa kesengajaan terdapat pada Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), UU Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), UU Bea Meterai, dan UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP).

Kelas pajak seri kali ini akan fokus pada UU KUP. Tindak pidana pajak berupa kesengajaan diatur dalam beberapa pasal, di antaranya Pasal 39, Pasal 39A, Pasal 41 ayat (2), Pasal 41A, Pasal 41B, dan Pasal 41C. Namun, sesi kali ini hanya difokuskan pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 39 UU KUP.

Subjek Tindak Pidana Perpajakan Pasal 39 UU KUP

TINDAK pidana perpajakan yang dimuat dalam Pasal 39 UU KUP mengacu kesengajaan yang dilakukan oleh ā€˜setiap orangā€™. Dalam Pasal 43 UU KUP dijabarkan lebih lanjut mengenai cakupan ā€˜setiap orangā€™, yakni termasuk wakil, kuasa, pegawai dari wajib pajak, atau pihak lain.

Berikut bunyi Pasal 43 ayat (1) UU KUP:

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan Pasal 39A, berlaku juga bagi wakil, kuasa, pegawai dari Wajib Pajak, atau pihak lain yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.

Berikut bunyi Penjelasan Pasal 43 ayat (1) UU KUP:

Yang dipidana karena melakukan perbuatan tindak pidana di bidang perpajakan tidak terbatas pada Wajib Pajak, wakil Wajib Pajak, kuasa Wajib Pajak, pegawai Wajib Pajak, Akuntan Publik, Konsultan Pajak, atau pihak lain, tetapi juga terhadap mereka yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.

Bentuk Tindak Pidana Perpajakan Pasal 39 UU KUP

TERDAPAT 9 bentuk tindak pidana perpajakan berupa kesengajaan yang diatur dalam Pasal 39 UU KUP. Sesuai dengan Penjelasan Pasal 39 ayat (1) UU KUP, perbuatan atau tindakan yang dilakukan dengan sengaja dikenai sanksi berat mengingat pentingnya peranan penerimaan pajak dalam penerimaan negara.

Dalam perbuatan atau tindakan tersebut termasuk pula setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri, menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak pengukuhan PKP.

Pertama, sengaja tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. Sesuai dengan Pasal 2 UU KUP, setiap wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif memiliki kewajiban melakukan pendaftaran NPWP dan pengukuhan PKP.

Syarat subjektif terpenuhi jika telah sesuai dengan kriteria subjek pajak dalam UU PPh. Sementara syarat objektif terpenuhi ketika subjek pajak telah memiliki penghasilan melebihi penghasilan tidak kena pajak (PTKP) atau diwajibkan melakuan pemotongan atau pemungutan pajak.

Kedua, sengaja menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau pengukuhan PKP. Salah satu bentuknya adalah jika wajib pajak setelah dikukuhkan sebagai PKP menerbitkan faktur pajak yang tidak sah atau tidak berdasarkan transaksi sebenarnya untuk diperjualbelikan kepada pihak lain.

Ketiga, sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT). Jika wajib pajak, baik orang pribadi maupun badan, dengan sengaja melanggar ketentuan menyampaikan SPT yang diatur dalam Pasal 3 UU KUP akan dikategorikan melakukan tindak pidana pajak ini.

Keempat, sengaja menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap. SPT yang benar dan lengkap harus sesuai dengan kriteria yang diatur dalam Pasal 3 UU KUP.

Berikut bunyi penggalan Penjelasan Pasal 3 ayat (1) UU KUP:

ā€¦ yang dimaksud dengan benar, lengkap, dan jelas dalam mengisi Surat Pemberitahuan adalah:

  1. benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dalam penulisan, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;

  2. lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan; dan

  3. jelas adalah melaporkan asal-usul atau sumber dari objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan.

Kelima, sengaja menolak untuk dilakukan pemeriksaan. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 29 UU KUP, dirjen pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Keenam, sengaja memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Ketentuan penyelenggaraan pembukuan dan pencatatan diatur dalam Pasal 28 UU KUP.

Ketujuh, sengaja tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain. Hal ini diatur dalam Pasal 28 ayat (4) UU KUP.

Kedelapan, sengaja tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi online di Indonesia. Jangka waktu penyimpanan buku, catatan, dan dokumen diatur dalam Pasal 28 ayat (11) UU KUP, yakni 10 tahun.

Kesembilan, sengaja tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut. Dalam sistem pajak di Indonesia dikenal mekanisme withholding tax, yaitu skema pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga. Ketentuannya diatur dalam Pasal 20 UU PPh, seperti pemotongan PPh 21, PPh 23, PPh 26, dan pemungutan PPh 22.

Atas tindak pidana pajak bentuk kedua dan keempat juga diatur dalam konteks lain pada Pasal 39 ayat (3) UU KUP. Dikenakan pula atas percobaan melakukan kedua bentuk tindak pidana tersebut dalam rangka mengajukan permohonan restitusi, kompensasi pajak, dan pengkreditan pajak.

Berikut bunyi Penjelasan Pasal 39 ayat (3) UU KUP:

Penyalahgunaan atau penggunaan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, atau penyampaian Surat Pemberitahuan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dalam rangka mengajukan permohonan restitusi pajak dan/atau kompensasi pajak atau pengkreditan pajak yang tidak benar sangat merugikan negara. Oleh karena itu, percobaan melakukan tindak pidana tersebut merupakan delik tersendiri.

Hal yang perlu digarisbawahi adalah bentuk-bentuk perbuatan atau tindakan yang telah disebutkan dapat dikatakan tindak pidana perpajakan jika menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.

Sanksi Tindak Pidana Perpajakan Pasal 39 UU KUP

SANKSI yang dikenakan terhadap tindak pidana perpajakan berupa kesengajaan dalam Pasal 39 UU KUP ini diatur dalam 2 bentuk, yakni sanksi pidana denda dan sanksi pidana penjara. Atas 9 tindak pidana tersebut dikenakan sanksi yang sama, kecuali yang diatur dalam Pasal 39 ayat (3) UU KUP.

Sanksi pidana kurungan yang diatur tidak dapat digantikan dengan pidana denda. Begitu pun sebaliknya. Hal ini dikarenakan sanksi dalam pasal ini menggunakan kata ā€˜danā€™ sehingga berlaku kumulatif.

Pada kelas seri selanjutnya akan diulas mengenai detail lain ketentuan pidana perpajakan yang telah masuk dalam definisi sesuai dengan PMK 239/2014 s.t.d.d PMK 18/2021. Ikuti terus Kelas Tindak Pidana Perpajakan di sini. (Fauzara/kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.