DALAM proses pemeriksaan pajak, wajib pajak ternyata masih diberikan kesempatan untuk mengungkapkan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) yang telah disampaikan, baik bagi wajib pajak yang telah maupun yang belum membetulkan SPT. Hal ini sesuai dengan Pasal 8 ayat (4) UU KUP.
Berdasarkan pada laporan pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT yang dilakukan wajib pajak dapat mengakibatkan kondisi sebagai berikut:
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam melakukan pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (4) dan (5) UU KUP dapat dirangkum sebagai berikut.
Pertama, disampaikan dalam laporan tersendiri sebelum diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak (SKP). Format laporan pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT dapat dilihat pada lampiran Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 18/PMK.03/2021 (PMK 17/2013 jo PMK 18/2021).
Kedua, perlu dicermati pula, dalam ketentuan Pasal 8 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (PP 74/2011) mengatur bahwa pengungkapan Ketidakbenaran harus dilaporkan sebelum disampaikannya Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP).
Adapun ketentuan yang diatur dalam PP 74/2011 ini berbeda atau tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU KUP, yaitu sebelum diterbitkan SKP.
Ketiga, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sesuai Pasal 8 ayat (5) dan (5a) UU KUP. Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT harus dilunasi wajib pajak sebelum laporan tersendiri disampaikan beserta sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh menteri keuangan dari pajak yang kurang dibayar, yang dihitung sejak:
dan dikenakan paling lama 24 bulan, serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.
Adapun tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh menteri keuangan dihitung berdasarkan suku bunga acuan ditambah 10% dan dibagi 12 yang berlaku pada tanggal dimulainya penghitungan sanksi.
Keempat, perlu dipahami, pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT tidak menunda pemeriksaan atau dengan kata lain proses pemeriksaan tetap dilanjutkan.
Berdasarkan pada PMK 17/2013 jo PMK 18/2021, pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat wajib pajak terdaftar. Laporan tersendiri secara tertulis harus ditandatangani wajib pajak, wakil, atau kuasa dari wajib pajak dan dilampiri dengan hal berikut.
Pertama, penghitungan pajak yang kurang dibayar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dalam format SPT. Kedua, Surat Setoran Pajak (SSP) atas pelunasan pajak yang kurang dibayar. SSP diperhitungkan sebagai kredit pajak dalam SKP yang diterbitkan berdasarkan pada hasil pemeriksaan.
Ketiga, SSP atas pembayaran sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5) UU KUP. SSP ini merupakan bukti pembayaran atas sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5) UU KUP terkait dengan pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT.
Apabila pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT tidak mengakibatkan kekurangan pembayaran pajak maka pengungkapan tersebut tidak perlu dilampiri dengan SSP.
Selain itu, sebagaimana disebutkan sebelumnya, dalam penungkapan ketidakbenaran SPT, pemeriksaan akan tetap dilanjutkan dan atas hasil pemeriksaan diterbitkan SKP dengan mempertimbangkan laporan tersendiri tersebut serta memperhitungkan pokok pajak yang telah dibayar.
Jika hasil pemeriksaan membuktikan pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT oleh wajib pajak tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, SKP diterbitkan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. SKP ini termasuk dengan sanksi administrasi yang diatur dalam UU KUP.
Namun, jika hasil pemeriksaan membuktikan bahwa pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT oleh wajib pajak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, SKP diterbitkan sesuai dengan pengungkapan wajib pajak. (kaw)