INDUSTRI hasil tembakau merupakan salah satu sektor industri yang berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional. Sumbangan yang diberikan meliputi penyerapan tenaga kerja sampai dengan pendapatan negara melalui cukai.
Pelaku usaha yang melakoni industri hasil tembakau tidak hanya berasal dari industri berskala besar, tetapi juga berasal dari industri kecil dan industri menengah (IKM) serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Guna lebih meningkatkan daya saing serta memberikan kemudahan berusaha bagi pengusaha pabrik hasil tembakau pada skala IKM dan UMKM, pemerintah memandang aglomerasi pabrik hasil tembakau perlu dibentuk.
Pembentukan aglomerasi pabrik hasil tembakau diperlukan untuk meningkatkan pembinaan, pelayanan, dan pengawasan terhadap pengusaha pabrik dengan skala IKM atau UMKM.
Konsep aglomerasi pabrik hasil tembakau bukan merupakan hal baru. Pemerintah sebelumnya telah mengatur pembentukan Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) melalui Peraturan Menteri Keuangan No.21/PMK.04/2020 (PMK 21/2020) tentang KIHT.
Namun, pemerintah merevisi PMK 21/2020 dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 22/2023 tentang Aglomerasi Pabrik Hasil Tembakau (PMK 22/2023). Melalui PMK 22/2023 pemerintah di antaranya mengubah nama KIHT menjadi aglomerasi pabrik hasil tembakau.
Pertimbangan perubahan nomenklatur tersebut di antaranya karena syarat luas area KIHT sulit dipenuhi oleh pengusaha. Lantas, apa itu aglomerasi pabrik hasil tembakau?
Definisi
KETENTUAN mengenai aglomerasi pabrik tertuang dalam PMK No. 22/2023 tentang Aglomerasi Pabrik Hasil Tembakau. Merujuk beleid tersebut, aglomerasi pabrik adalah pengumpulan atau pemusatan pabrik dalam suatu tempat, lokasi, atau kawasan tertentu.
Pabrik, dalam konteks ini, berarti tempat tertentu termasuk bangunan, halaman, dan lapangan yang merupakan bagian daripadanya, yang dipergunakan untuk menghasilkan barang kena cukai (BKC) dan/atau untuk mengemas BKC dalam kemasan untuk penjualan eceran.
Merujuk PMK 22/2023, tempat aglomerasi pabrik diselenggarakan oleh penyelenggara aglomerasi pabrik (penyelenggara). Penyelenggara tersebut merupakan badan usaha yang didirikan berdasarkan hukum serta berkedudukan di Indonesia yang sudah ditetapkan sebagai penyelenggara aglomera
Untuk mendapatkan penetapan sebagai penyelenggara aglomerasi pabrik, pelaku usaha harus menyampaikan permohonan dan memaparkan proses bisnisnya kepada kepala kantor wilayah atau kepala kantor pelayanan utama.
Apabila permohonan disetujui, penyelenggara akan menjadi pihak yang mengelola tempat aglomerasi pabrik. Sebagai kawasan pemusatan pabrik hasil tembakau, aglomerasi pabrik dimaksudkan untuk meningkatkan pembinaan, pelayanan, dan pengawasan terhadap pengusaha pabrik.
Aglomerasi pabrik diperuntukkan bagi pengusaha pabrik dengan skala IKM atau UMKM. Pengertian IKM atau UMKM dalam beleid tersebut merujuk pada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang IKM atau UMKM.
Pembentukan aglomerasi pabrik yang ditujukan untuk IKM atau UMKM di antaranya dimaksudkan untuk dapat meningkatkan daya saing. Untuk itu, pengusaha pabrik yang menjalankan kegiatan di tempat diselenggarakannya aglomerasi pabrik diberikan 3 jenis kemudahan.
Pertama, kemudahan perizinan di bidang cukai, berupa pengecualian dari ketentuan memiliki luas lokasi, bangunan, atau tempat usaha, yang akan digunakan sebagai pabrik hasil tembakau, yang diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai Nomor Pokok Pengusaha BKC (NPPBKC).
NPPBKC merupakan izin untuk menjalankan kegiatan sebagai pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir BKC, penyalur, atau pengusaha tempat penjualan eceran di bidang cukai.
Berdasarkan PMK 66/2018, terdapat beragam syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh NPPBKC. Syarat tersebut di antaranya, luas lokasi, bangunan, atau tempat yang dijadikan pabrik hasil tembakau paling sedikit 200 meter persegi.
Kedua, kemudahan produksi BKC. Kemudahan produksi BKC yang dimaksud berupa kerja sama yang dilakukan untuk menghasilkan BKC berupa hasil tembakau.
Kerja sama tersebut dapat dilakukan oleh pengusaha pabrik hasil tembakau yang berada di dalam 1 tempat aglomerasi pabrik dan berdasarkan perjanjian kerja sama.
Ketiga, kemudahan pembayaran cukai. Kemudahan pembayaran cukai yang diberikan berupa penundaan pembayaran cukai dalam jangka waktu 90 hari terhitung sejak tanggal pemesanan pita cukai. (rig)