PEMBELIAN kendaraan bermotor tidak luput dari adanya tanggung jawab pembayaran pajak. Pajak terutang yang timbul akibat pembelian kendaraan tidak hanya pajak pertambahan nilai (PPN) dan/atau pajak penjualan barang mewah (PPnBM).
Lebih luas dari itu, pembelian kendaraan juga terutang pajak kendaraan bermotor (PKB) sebagai implikasi dari kepemilikan kendaraan. Selain itu, pembelian kendaraan juga terutang bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB).
Melalui UU No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah (HKPD), pemerintah juga mengubah sejumlah ketentuan mengenai BBNKB. Lantas, apa itu BBNKB dalam UU HKPD?
BBNKB adalah pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar-menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha (Pasal 1 angka 29 UU HKPD).
BBNKB hanya dikenakan atas penyerahan pertama kendaraan bermotor. Sementara itu, untuk penyerahan kedua dan seterusnya atas kendaraan bermotor tersebut (kendaraan bekas) bukan merupakan objek BBNKB.
Orang pribadi atau badan yang menerima penyerahan kendaraan bermotor merupakan pihak yang harus menanggung BBNKB. Kendaraan bermotor yang dimaksud adalah kendaraan bermotor yang wajib didaftarkan di wilayah provinsi.
Namun, tidak semua penyerahan kendaraan bermotor terutang BBNKB. Pemerintah telah menetapkan 5 jenis penyerahan yang dikecualikan dari BBNKB. Pertama, kereta api. Kedua, kendaraan bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara.
Ketiga, kendaraan bermotor kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dengan asas timbal balik, dan lembaga internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari pemerintah. Keempat, kendaraan bermotor berbasis energi terbarukan.
Kelima, kendaraan Bermotor lainnya yang ditetapkan dengan Perda. Adapun pengecualian kendaraan bermotor berbasis energi terbarukan dari objek BBNKB merupakan ketentuan baru yang dibawa UU HKPD.
Berdasarkan UU HKPD, pemerintah provinsi bisa menetapkan tarif BBNKB paling tinggi sebesar 12%. Namun, khusus untuk daerah yang setingkat dengan daerah provinsi yang tidak terbagi dalam daerah kabupaten/kota otonom, seperti DKI Jakarta, tarif BBNKB ditetapkan paling tinggi sebesar 20%.
Tarif BBNKB tersebut ditetapkan berdasarkan peraturan daerah masing-masing. Besaran pokok BBNKB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan nilai jual kendaraan bermotor dengan tarif BBNKB. (rig)