PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

Mendeteksi Aksi Ilegal yang Gerus Penerimaan PPN

Redaksi DDTCNews
Jumat, 24 Juli 2020 | 16.51 WIB
Mendeteksi Aksi Ilegal yang Gerus Penerimaan PPN

PAJAK pertambahan nilai (PPN) sering kali disebut sebagai sumber penerimaan yang relatif stabil dan tidak rawan untuk disalahgunakan. Terlebih, PPN juga membutuhkan prosedur pencatatan yang sangat detail atas setiap transaksi sehingga identifikasi pelanggaran hukumnya mudah untuk dilakukan.

Meskipun tidak banyak yang melakukan, hilangnya penerimaan PPN akibat tindakan yang bersifat ilegal juga tidak kecil. Salah satu bentuknya ialah skema carousel, yang umumnya dilakukan oleh para mafia di bidang perdagangan.

Skema carousel memanfaatkan celah kebijakan PPN lintas negara karena tidak semua negara mengenakan PPN atas komoditas tertentu. Komoditas tersebut selanjutnya akan “diputar” dari satu wilayah ke wilayah lain melalui prosedur ekspor dan impor. Namun, komoditas ini pada akhirnya akan dikembalikan lagi ke negara asal dan mengakibatkan klaim palsu atas restitusi PPN produk bersangkutan.

Tidak hanya skema carousel, terdapat pula beberapa tindakan ilegal terkait PPN lainnya yang patut diwaspadai. Marius Christian-Funza kemudian mengulas aksi-aksi tersebut secara apik dalam buku yang berjudul “Value Added Tax Fraud”.

Buku terbitan Rouletdge pada 2018 ini membuka pemahaman mengenai jenis-jenis pelanggaran PPN yang dikategorikan sebagai suatu bentuk kriminalisasi keuangan bersifat sistematis. Beberapa di antaranya ialah missing trader dan pencatatan akuntansi secara artifisial.

Missing trader merupakan mekanisme pelanggaran PPN dengan menciptakan entitas bisnis di negara yang mengenakan PPN dengan tarif yang sangat rendah. Selanjutnya, setelah mendapatkan keuntungan dari transaksi PPN lintas batas, entitas tersebut kemudian tutup atau sengaja dibangkrutkan. Entitas bisnis ini biasanya menggunakan nama dan informasi palsu sehingga sulit untuk melacak pelanggaran PPN-nya.

Skema pelanggaran PPN lainnya ialah pencatatan akuntansi artifisial yang dilakukan dengan memanipulasi data-data keuangan sehingga kewajibannya akan berkurang drastis. Beberapa caranya ialah dengan memanipulasi jenis barang dan jasa yang dikenakan PPN hingga menetapkan tarif PPN yang lebih rendah dalam laporannya.

Berbeda dengan bagian-bagian awalnya yang terkesan “gelap,” ulasan di bab pertengahan hingga akhir buku ini justru mampu memberikan “pencerahan” untuk mengatasi berbagai kriminalisasi sektor keuangan negara terkait PPN.

Penulis sendiri mengkasifikasikan tiga pendekatan untuk mendeteksi tindakan-tindakan melanggar hukum tersebut. Pertama, pendekatan antropologi. Pendekatan ini melibatkan banyak informan seperti para whistle blower dan jurnalis yang memahami struktur pasar dan rantai pasokan di komoditas tertentu.

Kedua, pendekatan struktural. Pendekatan ini lebih menekankan tinjauan terkait data-data dan informasi yang bersifat kuantitatif lainnya. Contohnya berupa analisis terhadap tren dalam laporan keuangan, statistik tarif PPN komoditas, hingga tinjauan atas dasar pengenaan PPN yang berbeda-beda atas suatu produk yang sama. Dengan kata lain, pendekatan ini tidak hanya sekadar membantu penelusuran indikasi pelanggaran PPN tetapi juga permasalahan ekonomi lainnya.

Ketiga, pendekatan penggalian data. Meskipun tampaknya serupa dengan pendekatan sebelumnya, pendekatan ini membutuhkan teknologi yang lebih mutakhir, seperti halnya algoritma pemrograman. Salah satunya dengan menelusuri keterkaitan antara nama-nama yang memiliki bisnis atau rekening bank di berbagai negara menggunakan variasi dari nama mereka. Hal ini dikarenakan para pelanggar hukum tersebut biasanya memiliki banyak identitas tetapi dengan variasi nama yang sama.

Selain menjabarkan hal-hal yang bersifat konseptual sebagaimana dijelaskan di atas, Penulis juga memberikan beberapa pemahaman untuk melakukan estimasi kerugian negara karena adanya pelanggaran PPN.

Hal tersebut terangkum dalam bab “Impact of VAT Fraud in EU’s Economy”. Bagian ini tentunya tidak dapat dilewatkan bagi para analis pajak yang membutuhkan landasan permodelan untuk mengestimasi besarnya PPN yang hilang akibat indikasi penggelapan maupun penghindaran pajak tersebut.

Tertarik mendalami ilegalisasi dalam bidang PPN? Silakan berkunjung ke DDTC Library.*

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.