Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Dirjen Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) kepada wajib pajak peserta Program Pengungkapan Sukarela (PPS). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (5/6/2023).
Dirjen pajak dapat menerbitkan SKPKB jika wajib pajak tidak memberikan klarifikasi berdasarkan surat teguran dan diketahui tidak memenuhi ketentuan sebagaimana undang-undang (UU) perpajakan terkait dengan PPS.
SKPKB itu juga bisa diterbitkan jika wajib pajak tidak menyetorkan tambahan PPh yang bersifat final dan tidak mengungkapkan penghasilan yang bersifat final sampai dengan batas waktu yang ditentukan dalam surat teguran.
“Direktur jenderal pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar kepada WP melalui pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan,” tulis pemerintah dalam Laporan APBN Kita edisi Mei 2023.
Adapun surat teguran yang diterbitkan Ditjen Pajak (DJP) dalam rangka pengenaan PPh yang bersifat final sesuai dengan PMK 196/2021. Surat teguran itu bisa diterbitkan jika, pertama, wajib pajak tidak menyampaikan laporan realisasi repatriasi dan/atau investasi harta bersih.
Kedua, wajib pajak tidak memenuhi ketentuan batas waktu repatriasi dan/atau jenis investasi/jangka waktu holding investasi. Ketiga, wajib pajak menyampaikan laporan tetapi nominal repatriasi/investasi lebih kecil dari nominal dalam Surat Keterangan.
Selain mengenai potensi penerbitan SKPKB terhadap wajib pajak peserta PPS, ada pula ulasan terkait dengan ketentuan pedagang emas perhiasan yang wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP).
Berdasarkan surat teguran, wajib pajak peserta PPS harus menyampaikan klarifikasi kepada kepala KPP. Jika tidak melakukan pengalihan harta dan/atau investasi seluruhnya atau sebagian, wajib pajak bisa menyetorkan sendiri tambahan PPh yang bersifat final dan mengungkapkan penghasilan melalui SPT Masa secara elektronik melalui laman DJP.
“Harta bersih yang dinyatakan WP untuk direpatriasi atau diinvestasikan tetapi tidak memenuhi ketentuan …, diperlakukan sebagai penghasilan yang bersifat final pada tahun pajak 2022 dan dikenai tambahan PPh yang bersifat final,” tulis pemerintah dalam Laporan APBN Kita edisi Mei 2023. (DDTCNews)
Sesuai dengan Pasal 13 PMK 48/2023, kewajiban sebagai PKP tetap berlaku pedagang yang masuk kriteria pengusaha kecil. Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama definisi pedagang emas perhiasan dalam PMK ini pada intinya harus memuat aktivitas penjualan emas perhiasan.
“Sepanjang dia memang jualan emas perhiasan, tapi dia [juga] jual batu akik atau jual batu permata, itu masuk ke lingkup ini. Kalau dia jual akik saja atau permata saja, enggak pernah ada emasnya, itu memang wilayah lain, enggak masuk dalam skema ini,” ujar Hestu. (DDTCNews)
Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu akan meninjau efektivitas insentif pajak yang sepi peminat. Kepala BKF Febrio Kacaribu mengatakan pemerintah menyediakan berbagai skema insentif untuk meningkatkan daya saing investasi dan mendorong aktivitas ekonomi.
"Untuk insentif yang belum optimal, maka akan kita review. Kalau memang tidak optimal ya akan kita ubah," katanya. (DDTCNews)
Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan kenaikan tarif cukai hasil tembakau atau cukai rokok sebesar 10% pada tahun depan tetap akan dibahas kembali bersama DPR bersamaan dengan RAPBN 2024.
"Nanti sambil jalan, nanti tentunya kita akan mengikuti mekanisme di DPR. Kita akan membahas di UU APBN 2024 untuk kepastiannya,” ujarnya. (Kontan/Bisnis Indonesia)
Melalui Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF), pemerintah menargetkan pendapatan negara 2024 mencapai Rp2.719,1 triliun hingga Rp2.865,3 triliun atau 11,81%-12,38% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mengatakan target-target dalam KEM-PPKF 2024 tergolong sangat konservatif. Meski begitu, pemerintah tetap mewaspadai berbagai risiko pada tahun depan termasuk soal penurunan harga komoditas.
"Sejauh ini, kami melihat arah penerimaan kita akan lebih baik dari APBN 2023. Tetapi, ini juga ada warning, bagus, kami akan siapkan berbagai skenario kalau itu berubah," katanya. (DDTCNews)
Pencantuman kode transaksi yang tidak sesuai ketentuan berisiko membuat faktur pajak dianggap tidak lengkap. Simak infografis ‘Ketentuan Baru Kode Transaksi Faktur Pajak dalam PER-03/PJ/2022’.
Contact center Ditjen Pajak (DJP) memberi contoh atas penyerahan jasa transportasi sesuai dengan Pasal 2 PMK 71/2022, pengusaha kena pajak (PKP) wajib memungut dan menyetorkan PPN dengan besaran tertentu. Kode transaksi dalam faktur adalah 05.
“Faktur pajak yang diterbitkan tidak sesuai dengan ketentuan/aturan dapat dianggap sebagai faktur pajak tidak lengkap,” tulis Kring Pajak saat merespons pertanyaan warganet di Twitter. Simak pula ‘Faktur Pajak Tidak Lengkap? Ada Sanksi & PPN-nya Tak Dapat Dikreditkan’. (DDTCNews) (kaw)