Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – UU No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) mengatur ketentuan pemungutan pajak reklame, khususnya untuk jenis reklame berjalan.
Merujuk pada Pasal 64 ayat (2) UU HKPD, pajak reklame yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat reklame tersebut diselenggarakan. Namun, ketentuan tersebut tak berlaku untuk jenis reklame berjalan.
“Khusus untuk reklame berjalan…, pajak reklame yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat usaha penyelenggara reklame terdaftar,” bunyi Pasal 64 ayat (3) UU HKPD, dikutip pada Jumat (17/3/2023).
Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau menarik perhatian umum terhadap sesuatu.
Objek pajak reklame adalah semua penyelenggaraan reklame, meliputi reklame kain; reklame udara; reklame melekat/stiker; reklame selebaran; reklame berjalan, termasuk pada kendaraan; reklame apung, reklame papan/billboard/videotron/megatron; reklame film/slide; dan reklame peragaan.
Terdapat beberapa jenis reklame yang dikecualikan dari objek pajak daerah. Pertama, label/merek produk yang melekat pada barang yang diperdagangkan, yang berfungsi untuk membedakan dari produk sejenis lainnya.
Kedua, penyelenggaraan reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta mingguan, warta bulanan, dan sejenisnya. Ketiga, reklame yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah;
Keempat, nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada bangunan dan/atau di dalam area tempat usaha atau profesi yang jenis, ukuran, bentuk, dan bahan reklamenya diatur dalam perkada dengan berpedoman pada ketentuan yang mengatur nama pengenal usaha atau profesi itu.
Kelima, reklame yang diselenggarakan dalam rangka kegiatan politik, sosial, dan keagamaan yang tidak disertai dengan iklan komersial. Keenam, reklame lainnya yang diatur dengan perda. Adapun tarif pajak reklame ditetapkan paling tinggi 25%.