RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Koreksi Biaya Sandar Pelabuhan dan Kredit Pajak Jasa Konstruksi

Hamida Amri Safarina | Jumat, 05 Juni 2020 | 18:24 WIB
Koreksi Biaya Sandar Pelabuhan dan Kredit Pajak Jasa Konstruksi

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai koreksi objek pajak penghasilan (PPh) Pasal 23 berupa biaya sandar pelabuhan dan kredit pajak atas jasa konstruksi.

Otoritas pajak menyatakan bahwa hasil perhitungan biaya sandar pelabuhan yang diperolehnya lebih besar dari nilai yang telah dilaporkan oleh wajib pajak. Pembayaran biaya sandar tersebut dianggap sebagai objek PPh Pasal 23, tetapi wajib pajak belum melaporkannya dalam surat pemberitahuan (SPT).

Wajib pajak berdalil bahwa atas sejumlah biaya sandar yang dibayarkan kepada pihak layanan pelayaran, sebagian merupakan objek PPh Pasal 23 dan ada juga yang bukan objek PPh Pasal 23. Wajib pajak juga tidak setuju dengan koreksi kredit pajak yang dilakukan otoritas pajak karena tidak sesuai dengan fakta dan data yang ada.

Baca Juga:
IKH Online Ubah Ketentuan Perpanjangan Izin Kuasa Hukum Pajak

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Sementara itu, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan dari otoritas pajak selaku Pemohon PK.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan bahwa terdapat dua pokok sengketa dalam perkara ini, yaitu koreksi negatif objek PPh Pasal 23 masa pajak Januari sampai dengan Desember 2008 dan koreksi kredit pajak PPh Pasal 23.

Baca Juga:
Ada IKH Online, Izin Kuasa Hukum Pajak Terbit Paling Lama 8 Hari Kerja

Pertama, terkait koreksi objek PPh Pasal 23. Majelis Hakim Pengadilan Pajak menilai bahwa pembayaran sebesar Rp2.227.889.491 kepada perusahaan pelayaran bukan merupakan biaya sandar pelabuhan yang dapat dipungut PPh Pasal 23. Dengan demikian, terbukti bahwa terdapat sebagian pembayaran biaya sandar pelabuhan yang tidak termasuk objek PPh Pasal 23.

Kedua, terkait koreksi kredit pajak PPh Pasal 23. Adanya perbedaan penghitungan kredit pajak jasa konstruksi antara wajib pajak dan otoritas pajak terjadi pada Februari. Majelis Hakim meyakini perhitungan kredit pajak berdasar fakta data dan keterangan yang ada ialah senilai Rp576.545.747.

Atas permohonan tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak mengabulkan sebagian permohonan Pemohon Banding. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 58589/PP/M.VIB/12/2014 tertanggal 17 Desember 2014, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 20 Maret 2015.

Baca Juga:
Besok Lusa Pakai IKH Online, Ini Dokumen Permohonan yang Dibutuhkan

Adapun pokok sengketa perkara a quo adalah koreksi negatif objek PPh Pasal 23 masa pajak Januari sampai Desember 2008 dan koreksi kredit pajak PPh Pasal 23.

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Terdapat dua pokok sengketa dalam perkara a quo, yaitu koreksi negatif objek PPh Pasal 23 masa pajak Januari sampai dengan Desember 2008 dan koreksi kredit pajak PPh Pasal 23.

Berdasarkan matriks sengketa yang diserahkan oleh Termohon PK dalam persidangan, diketahui bahwa adanya sejumlah biaya sandar pelabuhan yang seharusnya terutang PPh Pasal 23 dan belum dilaporkan dalam SPT. Sebagai informasi, biaya sandar pelabuhan merupakan biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan pengakutan barang jadi, terminal handling charge, dan document fee.

Baca Juga:
Ingat! IKH Online Sudah Bisa Digunakan Mulai 12 April 2024

Dalam proses uji bukti, Pemohon PK telah melakukan penelitian mengenai rincian biaya sandar pelabuhan serta dokumen lainnya yang disampaikan oleh Termohon PK. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa jumlah biaya sandar pelabuhan yang dibayarkan oleh Termohon kepada pihak perusahaan pelayaran lebih besar daripada nilai yang telah dilaporkan dalam SPT. Artinya, terdapat sebagian biaya sandar yang merupakan objek PPh Pasal 23 yang belum dilaporkan dan dipenuhi kewajiban perpajakannya.

Kedua, koreksi kredit pajak PPh Pasal 23. Pemohon PK berpendapat bahwa koreksi negatif terjadi dikarenakan sebelumnya terdapat koreksi negatif atas suatu transaksi lainnya yang telah direklasifikasi menjadi objek PPh Pasal 4 ayat (2). Pemohon PK berpendapat bahwa koreksi yang dilakukannya sudah berdasarkan data dan fakta yang diajukan selama proses pemeriksaan berlangsung.

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan bahwa dalil-dalil yang diucapkan Pemohon dalam persidangan tidak berdasarkan bukti dan fakta. Perlu diketahui bahwa dalam uji bukti, Termohon PK telah menyampaikan daftar biaya sandar pelabuhan.

Baca Juga:
Hadiri Sidang MK, Sri Mulyani Beri Penjelasan Soal Anggaran Bansos

Atas jumlah biaya sandar tersebut sebagian merupakan objek PPh Pasal 23, tetapi ada juga yang bukan merupakan objek PPh Pasal 23. Selain itu, Termohon PK juga tidak setuju dengan koreksi kredit pajak yang dilakukan Pemohon PK.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian banding sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil sudah tepat dan benar. Terdapat beberapa pertimbangan Mahkamah Agung.

Pertama, koreksi negatif objek PPh Pasal 23 masa pajak Januari sampai dengan Desember 2008 dan koreksi atas PPh Pasal 23 tidak dapat dibenarkan. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat biaya sandar pelabuhan yang dapat dikenakan PPh Pasal 23 dan ada sebagian yang tidak dapat dipungut PPh Pasal 23.

Baca Juga:
Sengketa atas Koreksi Peredaran Usaha dan HPP

Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam persidangan, dalil Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, penetapan jumlah kredit pajak atas jasa konstruksi oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak sudah benar. Oleh karena itu, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan fakta dan ketentuan yang berlaku.

Berdasarkan pertimbangan di atas, Majelis Hakim Agung permohonan PK tidak beralasan sehingga harus ditolak. Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.*


(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 12 April 2024 | 14:30 WIB PENGADILAN PAJAK

IKH Online Ubah Ketentuan Perpanjangan Izin Kuasa Hukum Pajak

Jumat, 12 April 2024 | 08:00 WIB PENGADILAN PAJAK

Ada IKH Online, Izin Kuasa Hukum Pajak Terbit Paling Lama 8 Hari Kerja

Rabu, 10 April 2024 | 12:30 WIB IZIN KUASA HUKUM

Besok Lusa Pakai IKH Online, Ini Dokumen Permohonan yang Dibutuhkan

Minggu, 07 April 2024 | 16:30 WIB PER-1/PP/2024

Ingat! IKH Online Sudah Bisa Digunakan Mulai 12 April 2024

BERITA PILIHAN
Jumat, 19 April 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

DPR Minta Pemerintah Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel ke APBN

Jumat, 19 April 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Penghitungan PPh 21 atas Upah Borongan di atas Rp 2,5 Juta per Hari

Jumat, 19 April 2024 | 10:45 WIB RENCANA KERJA PEMERINTAH 2025

Longgarkan Ruang Fiskal, Defisit APBN 2025 Dirancang 2,45-2,8 Persen

Jumat, 19 April 2024 | 10:30 WIB PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

Pemprov Kaltim Atur Ulang Ketentuan Pajak Daerah, Ini Perinciannya

Jumat, 19 April 2024 | 10:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Jelang Deadline, DJP Ingatkan WP Segera Sampaikan SPT Tahunan Badan

Jumat, 19 April 2024 | 09:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Pembentukan Badan Otorita Penerimaan Negara Masuk Draf RKP 2025

Jumat, 19 April 2024 | 09:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Ada Kebijakan DHE, Airlangga Klaim Nilai Tukar Rupiah Masih Terkendali

Jumat, 19 April 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Begini Imbauan Ditjen Pajak soal Perpanjangan Penyampaian SPT Tahunan

Jumat, 19 April 2024 | 07:30 WIB LITERATUR PAJAK

Sambut Hari Kartini, DDTC Hadirkan Diskon untuk Perempuan Indonesia

Kamis, 18 April 2024 | 18:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Antisipasi Dampak Iran-Israel, Airlangga: Masih Tunggu Perkembangan