Ilustrasi Gedung Ditjen Pajak. (foto: Kemenkeu)
JAKARTA, DDTCNews - Penyerahan barang kena pajak (BKP) secara konsinyasi saat ini sudah tidak lagi termasuk dalam pengertian penyerahan barang kena pajak sejak ditetapkannya UU 11/2022 tentang Cipta Kerja.
Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan suatu penyerahan barang kena pajak secara konsinyasi baru terutang PPN ketika barang kena pajak tersebut benar-benar dibeli oleh konsumen akhir.
"Saat barang itu dijual oleh retailer-nya, baru terjadi transaksi dan di situ terutang pajak. Nanti, dibuat faktur pajaknya, baik oleh consigner maupun consigneeÂ-nya," katanya, dikutip pada Minggu (28/8/2022).
Hestu menjelaskan DJP berharap penghapusan konsinyasi dari pengertian penyerahan BKP tersebut dapat menyelesaikan masalah administratif yang dihadapi oleh pengusaha kena pajak (PKP) sebelum ditetapkannya UU Cipta Kerja.
Perlu diketahui, yang dimaksud dengan consignor adalah pihak yang menitipkan BKP kepada consignee. Sementara itu, consignee adalah pihak yang melakukan penjualan BKP titipan tersebut kepada konsumen.
Merujuk pada Pasal 17A Peraturan Pemerintah (PP) 1/2012 s.t.d.d PP 9/2021, penyerahan BKP bagi consignor terjadi pada saat harga atas penyerahan BKP diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau ketika PKP consignor menerbitkan faktur penjualan.
Pengakuan penyerahan sebagai piutang atau penghasilan dilakukan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku secara umum dan diterapkan secara konsisten.
Penyerahan BKP bagi consignee terjadi saat BKP diserahkan secara langsung kepada pembeli; BKP diserahkan secara cuma-cuma, untuk pemakaian sendiri, dan penyerahan dari pusat ke cabang atau sebaliknya; BKP diserahkan kepada juru kirim; saat harga atas penyerahan BKP diakui sebagai piutang atau penghasilan; atau saat diterbitkan faktur penjualan oleh PKP consignee. (rig)