Muhammad Aslam,
PANDEMI Covid-19 yang masih melanda Indonesia telah memengaruhi berbagai sendi kehidupan masyarakat sekaligus stabilitas ekonomi. Selain itu, produktivitas masyarakat juga menurun secara signifikan sejak April 2020.
Menurunnya penghasilan masyarakat, terjadinya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), lesunya penjualan ritel, peningkatan angka kemiskinan, merosotnya pasar saham, melebarnya ketimpangan, dan banyak bisnis yang gulung tikar menjadi indikator kuat akan terjadinya resesi.
Utang negara per 31 Agustus 2020 mencapai Rp5.515 triliun atau 34,53% dari produk domestik bruto dari posisi tahun sebelumnya 29,8%. Realisasi perpajakan hingga 31 Agustus 2020 baru Rp798,1 triliun atau 56,8% dari target Rp1.404,5 triliun, atau terkontaksi 13,4% dari tahun sebelumnya.
Berbagai negara menggunakan instrumen pajak dengan berbagai modifikasi untuk mengatasi krisis kesehatan agar terhindar dari resesi atau mencegah kredit perbankan yang macet. Di sinilah peran strategis pajak dalam menjaga stabilitas ekonomi.
Berbagai insentif pajak yang berkaitan dengan penanganan pandemi Covid-19 diharapkan dapat mengurangi beban masyarakat. Insentif tersebut akan menggantikan konsumsi rumah tangga untuk membiayai kebutuhan kesehatan dan kebutuhan lain yang lebih mendesak.
Momentum pandemi Covid-19 ini sebaiknya digunakan pemerintah untuk menata kembali sistem administrasi perpajakan. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) harus terintegrasi dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dalam Single Identity Number (SIN) atau Nomor Identitas Tunggal (NIT).
Selama ini, NIK digunakan sebagai basis data di berbagai pemerintah kabupaten/kota dan provinsi serta kementerian/lembaga dalam melakukan berbagai inovasi kebijakan publik. NIK ini hanya berlaku di tingkat lokal, regional atau sektoral.
Sebaliknya, NIT merupakan sebuah identitas unik yang dimiliki setiap warga negara yang memuat berbagai informasi seperti profil, data keluarga, rekening bank atau kepemilikan aset lain, bantuan sosial atau sejenis, dan lain sebagainya.
Konsep NIT hampir sama dengan Social Security Number di Amerika Serikat yang membuat warga negara/wajib pajak terpaksa jujur karena seluruh datanya terekam di dalamnya. Dengan demikian, akan terjadi pergeseran struktur penerimaan pajak dari pajak badan ke pajak orang pribadi.
Implementasi NIT yang mengintegrasikan data keuangan dengan nonkeuangan agar masuk ke dalam bank/pusat data pajak secara nasional akan mempermudah Ditjen Pajak (DJP) dalam pemungutan pajak dan kegiatan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan wajib pajak dapat diminimalisir.
Sebab semua aktivitas setiap warga negara/wajib pajak dalam situasi apapun akan terpantau dari pergerakan rekening bank maupun pencocokan (matching) data lawan transaksi dengan Surat Pemberitahuan (SPT) wajib pajak.
Maka tidak ada lagi yang disembunyikan warga negara/wajib pajak sekaligus menghilangkan prasangka aparat pajak masih ada yang disembunyikan. Pada akhirnya tidak ada pilihan selain patuh dan jujur untuk membayar pajak, sehingga kepatuhan pajak dan tax ratio Indonesia akan meningkat.
Database Bansos
SELAIN itu, penerapan NIT juga dapat dimanfaatkan untuk keperluan pendataan pemilihan umum, sehingga pembuatan kartu pemilih tidak diperlukan lagi. Cukup menunjukkan e-KTP, seorang warga negara bisa menggunakan hak pilihnya.
NIT juga bisa sebagai database untuk bantuan sosial (bansos) korban PHK, subsidi rakyat miskin, dan lain sebagainya. Dengan demikian, kisruh penyaluran bantuan sosial akibat simpang siur data yang dimiliki pemerintah pusat dengan daerah tidak terjadi lagi.
Dengan jumlah penduduk Indonesia 2020 yang diproyeksikan 271 juta jiwa, NIT dapat berfungsi sebagai basis data kependudukan yang akurat dan terintegrasi. NIT juga mampu menjadi rujukan untuk menentukan berbagai kebijakan dalam mengatasi pendemi Covid-19.
Pajak merupakan aktualisasi nilai Pancasila, yaitu gotong royong yang berskala nasional dan telah terbukti eksistensinya di masa pandemi Covid-19. Untuk itu, NIT diharapkan mampu menopang fungsi pajak baik fungsi budgetair maupun fungsi regulerend.
Untuk itu, NIT akan menjadi sarana bergotong royong di masa pandemi Covid-19 agar bantuan maupun insentif pajak bisa tepat sasaran. Dengan demikian, perekonomian bisa segera pulih seperti sedia kala, dan target penerimaan negara bisa tercapai.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.