LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2025

Taxation Legal Sandbox: Inovasi Penegakan Hukum yang Dukung Investasi

Redaksi DDTCNews
Senin, 06 Oktober 2025 | 10.00 WIB
Taxation Legal Sandbox: Inovasi Penegakan Hukum yang Dukung Investasi
Egy Oktavian Pranata, 
Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan

PAJAK sering kali menjadi isu sensitif di kalangan pelaku usaha. Bukan karena enggan membayar, tetapi karena ketidakpastian dalam sistem perpajakan: aturan bisa berubah sewaktu-waktu, interpretasi di antara petugas bisa berbeda, bahkan sanksi terkadang menjerat meski niat baik sudah ada.

Di sisi lain, pemerintah juga menghadapi tantangan berat: bagaimana meningkatkan penerimaan dari pajak tanpa membuat dunia usaha merasa dicekik? Bagaimana menciptakan sistem pajak yang pasti, adil, dan fleksibel menghadapi dinamika usaha, khususnya di sektor teknologi, energi hijau, dan ekonomi kreatif?

Dalam ketegangan itu, muncul gagasan menarik untuk dijajaki: Taxation Legal Sandbox (TLS). Ide ini sederhana, tapi punya potensi besar.

Sandbox sudah lebih dulu digunakan di sektor keuangan, terutama untuk menguji inovasi teknologi finansial. OJK dan Bank Indonesia telah menerapkan regulatory sandbox untuk memberi ruang bagi pelaku fintech mencoba layanan baru dalam lingkungan terbatas dan aman dari sanksi.

Nah, bagaimana kalau konsep ini diterapkan dalam dunia perpajakan?

Melalui TLS, pelaku usaha bisa mencoba skema pelaporan pajak digital, insentif baru, atau tarif khusus dalam ruang uji coba yang disepakati bersama otoritas pajak. Di dalam sandbox, pelaku usaha tidak dikenai sanksi atau pemeriksaan—selama parameter yang telah ditetapkan dipatuhi.

Bagi negara, ini berarti laboratorium nyata untuk menguji efektivitas kebijakan fiskal. Bagi dunia usaha, ini menjadi ruang aman untuk belajar dan berkembang tanpa tekanan administratif yang berlebihan. Pajak tidak lagi menjadi ancaman, tetapi mitra dalam pertumbuhan.

Ide ini bukan hanya masuk akal, tapi juga sejalan dengan arah kebijakan pemerintah. Perpres 54/2018 menekankan pentingnya kolaborasi dan transparansi dalam upaya pencegahan korupsi. Sementara itu, UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan mendorong kepatuhan sukarela. TLS dapat menjembatani keduanya: membangun kepercayaan tanpa rasa takut.

Lebih jauh, sandbox ini bisa menjadi ruang kerja sama lintas sektor: DJP, Kementerian Investasi, asosiasi bisnis, akademisi, dan pelaku UMKM dapat bersama merancang dan menguji sistem perpajakan yang lebih ramah, adil, dan adaptif.

Tak hanya itu, TLS juga bisa menjadi alat edukasi pajak yang memberikan pengalaman langsung bagi pelaku usaha baru, tanpa beban administrasi yang membingungkan.

Tentu saja, ini tidak berarti pajak jadi bebas. Sandbox bukan ruang tanpa hukum, melainkan sebagai ruang pembelajaran. Di dalam TLS, pelaku usaha tetap bertanggung jawab dan transparan. Hanya pendekatannya bukan penghukuman, melainkan pendampingan.

Keuntungan jangka panjangnya besar. Saat pelaku usaha merasa didengar dan dihargai, kepercayaan terhadap otoritas pajak meningkat. Dari kepercayaan tersebut, kepatuhan sukarela tumbuh. Dan dari kepatuhan yang alami, penerimaan negara menjadi lebih stabil dan berkelanjutan

Contoh Internasional

Sudah ada beberapa negara/otoritas yang menjajaki atau menerapkan pendekatan serupa sandbox dalam aspek perpajakan atau legislasi pajak. Misal di Inggris, ada Tax Administration Framework Review dari HMRC yang sedang mempertimbangkan pilot legislation atau sandbox untuk perubahan administratif pajak.

Terdapat dokumen konsultasi publik bertajuk Creating Innovative Change Through New Legislative Pilots yang menggali kemungkinan sandbox untuk uji coba perubahan regulasi pajak. Intinya, HMRC ingin melakukan perubahan secara lebih kolaboratif.

Selain Inggris, tax sandbox juga turut terjadi di Brasil. Dalam laporan International Tax Review, dikemukakan bahwa sektor fintech di Brasil telah merasakan ruang regulatif yang lebih lunak melalui regulatory sandbox Bank Sentral Brasil.

Meskipun otoritas pajak Brasil belum secara resmi meluncurkan sandbox pajak formal, perusahaan fintech menyebut mereka sudah mengalami semacam tax sandbox tidak resmi karena otoritas pajak belum memperjelas perlakuan pajaknya terhadap fintech.

Mereka berharap regulasi pajak yang lebih realistis dan kepastian hukum diberikan agar sektor fintech bisa lebih produktif.

Contoh-contoh tersebut menunjukkan bahwa ide sandbox pajak bukanlah spekulasi semata, melainkan sudah dalam tahap eksplorasi di beberapa yurisdiksi dengan karakteristik regulatif yang kompleks.

Lantas, apakah mudah menerapkannya di Indonesia? Tentu tidak. TLS memerlukan keberanian politik, kerangka hukum pendukung, kesiapan institusi pajak untuk terbuka dan kolaboratif, serta parameter uji yang jelas.

Kita hidup di era di mana segala sesuatu bergerak cepat: dunia usaha dituntut lincah, teknologi berubah setiap hari, dan pola konsumsi masyarakat makin kompleks. Bila regulasi perpajakan terus tertinggal, bukan hanya pelaku usaha yang kesulitan, negara pun kehilangan peluang penerimaan.

Dengan TLC, pemerintah tidak hanya membangun sistem pajak yang adil, tetapi juga menumbuhkan ekosistem usaha yang sehat dan produktif. Pajak tak harus menjadi momok. Ia bisa menjadi sahabat pertumbuhan ekonomi—asalkan penegakan hukumnya mengikuti zaman.

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2025. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-18 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp75 juta di sini.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.