DIGITALISASI semakin berkembang pesat di era Revolusi Industri 4.0. Era digital ini membawa perubahan dalam berbagai aspek kehidupan termasuk dalam sistem perpajakan. Perubahan sebagai dampak dari digitalisasi membuat segala sesuatu yang berkaitan tentang perpajakan harus melalui serangkaian input, proses, dan ouput secara digital.
Akibatnya, reformasi dari sistem perpajakan tidak akan berjalan mulus jika tidak diimbangi dengan pembangunan sumber daya manusia yang mumpuni dalam bidang teknologi digital. Kini seorang ahli pajak tidak hanya dituntut dapat menguasai peraturan dan perhitungan pajak saja, tapi juga harus dapat memahami tentang teknologi pajak.
Pembangunan sumber daya manusia juga berkaitan erat dengan kurikulum perpajakan yang diterapkan di perguruan tinggi sebagai pelaksana pendidikan formal. Lalu bagaimanakah reformasi kurikulum perpajakan dalam menghadapi era digital?
Kurikulum Perpajakan di Indonesia
BERDASARKAN data Kementerian Keuangan, kontribusi pajak berangsur meningkat dari tahun ke tahun. Kontribusi pajak pada 2014 mencapai 74,0% dan meningkat dalam APBN 2019 menjadi 82,5%. Hal ini membuktikan pentingnya peran pajak dalam pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Oleh karena itu, kesadaran masyarakat membayar pajak menjadi poin krusial.
Upaya untuk menumbuhkan kesadaran pajak sejak dini telah menjadi misi Ditjen Pajak (DJP) selaku pelaksana jalannya sistem perpajakan di Indonesia. DJP telah mencanangkan ‘Inklusi Sadar Pajak’ yang melibatkan kementerian di bidang pendidikan untuk menanamkan kesadaran pajak bagi generasi muda.
Sebagai perwujudan program itu, DJP telah melakukan berbagai pendekatan. Pendekatan tersebut melalui kegiatan ‘Pajak Bertutur’, pembinaan Tax Center yang didirikan di berbagai perguruan tinggi, pembentukan komunitas ‘Kawan Muda Pajak’ yang diinisiasi oleh DJP Kalsel-teng. Komunitas tersebut sebagai wadah untuk menyebarkan virus sadar pajak dari, oleh, dan untuk generasi muda.
Bagaimanapun, generasi muda merupakan aset besar bagi bangsa Indonesia, mengingat Indonesia tengah menghadapi bonus demografi. Pada 2030, generasi muda saat ini akan berada di usia produktif. Generasi muda inilah yang nantinya akan memegang kendali sosial, politik, dan ekonomi di Tanah Air.
Dengan ‘Inklusi Sadar Pajak’, generasi muda diharapkan akan tumbuh menjadi pekerja maupun pelaku usaha yang patuh terhadap perpajakan. Apabila kesadaran sudah muncul, generasi muda akan menjadi agent of change dalam menyosialisasikan dan menunaikan pajak secara tulus dan profesional. Pada gilirannya, penerimaan negara dapat terus mengalami kenaikan.
Upaya pemerintah dalam menumbuhkan kesadaran pajak tersebut, tentunya harus diimbangi dengan pengetahuan pajak. Namun, kurikulum perpajakan yang diterapkan sekarang masih bersifat konvensional. Umumnya pengetahuan pajak disampaikan dalam perkuliahan hanya mengenai konsep, hukum, dan metode perhitungan pajak.
Padahal, Indonesia terus melakukan transformasi digital dalam sistem perpajakannya. Hal ini dapat dilihat dari 31 dari 152 jenis layanan DJP sudah berbasis digital. Layanan pajak berbasis digital tersebut sudah diterapkan dalam bentuk e-filing, e-Faktur, e-SPT, e-reg, e-form dan sebagainya. Oleh karena itu, perkembangan teknologi dalam sistem perpajakan tidak akan berjalan dengan baik tanpa disiapkannya kurikulum yang sistematis dan terintegrasi.
Indonesian Smart Taxologist
MASUKNYA teknologi dalam sistem perpajakan tidak hanya diterapkan pada pemerintahan. Digitalisasi juga memengaruhi sistem keuangan serta perpajakan di perusahaan. Kebutuhan sumber daya manusia yang handal dalam penanganan perpajakan di era digital membuat munculnya istilah profesi baru yang disebut taxologist atau taksologis.
Thomson Reuters mendefinisikan taxologist sebagai profesional pajak yang unggul dalam penggunaan teknologi untuk memaksimalkan efektivitas fungsi pajak. Melalui aplikasi teknologi dalam perpajakan, profesi taxologist bisa jadi memiliki peluang yang besar dalam pasar kerja di era digital atau disrupsi.
Kemajuan teknologi yang pesat membuat pendidikan pajak tidak cukup hanya sebatas menumbuhkan kesadaran pajak. Namun, juga perlu ada pengetahuan pajak untuk mengimbanginya. Perguruan tinggi tentu memegang peran besar dalam penyiapan sumber daya manusia yang andal untuk perpajakan di era disrupsi ini.
Menghadapi revolusi teknologi ini, beberapa perguruan tinggi di Inggris telah menambahkan modul teknologi ke kurikulum pajak. Di Amsterdam, the International Bureau of Fiscal Documentation (IBFD) menjalankan kursus teknologi pajak musim panas ini seperti halnya Yetter di Chicago. Pendidikan teknologi pajak dianggap penting untuk dapat menyesuaikan ilmu pajak dengan penerapan teknologi diperpajakan.
Melihat hal tersebut, Indonesia sudah seharusnya mereformasi kurikulum pajak yang sebelumnya masih konvensional untuk dapat melahirkan ahli pajak atau taxologist unggul di era digital. Penulis mengusulkan sebuah program yaitu Indonesian Smart Taxologist (IST).
IST yaitu sebuah program peningkatan skill teknologi dalam perpajakan melalui optimalisasi peran Tax Center yang telah didirikan di berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Program tersebut akan melibatkan berbagai stakeholders, diantaranya DJP, perguruan tinggi, lembaga pelatihan perpajakan, dan mahasiswa.
Setidaknya, ada tiga pilar utama IST. Pertama, pilar intelligence. Mahasiswa akan dilibatkan dalam diskusi terkait isu perpajakan nasional dan internasional serta ekonomi digital. Melalui kemitraannya dengan DJP Kanwil setempat, Tax Center dibina terutama mengenai regulasi perpajakan. Pada akhirnya, mahasiswa dapat meningkatkan intelektualitas dan wawasan dalam menanggapi masalah.
Kedua, pilar social. Pilar ini lebih berfokus pada pengembangan soft skill mahasiswa dalam berkomunikasi. Melalui aktivitas diskusi mahasiswa di Tax Center, mereka akan aktif berinteraksi satu sama lain. Hal ini dapat melatih mahasiswa dalam menggali kemampuan komunikasi, problem solving, serta kepercayaan diri.
Ketiga, pilar technology. Mahasiswa akan diberi pelatihan terkait teknologi perpajakan oleh lembaga pelatihan perpajakan. Pesatnya perkembangan teknologi pada era digital ini membuat mahasiswa harus melek teknologi terutama dalam teknologi pajak. Mahasiswa akan banyak melakukan praktek terkait pengoperasian sistem pajak secara digital.
Dari kegiatan tersebut, mahasiswa akan terbiasa dalam mengatasi masalah pada sistem perpajakan yang terintegrasi. Pada pilar ini, mahasiswa berkesempatan untuk mendapat sertifikasi dalam menunjukkan kelayakan mereka sebagai taxologist. Pilar ini merupakan suatu poin terpenting dalam program IST.
Penanaman kesadaran dan pengetahuan tentang pajak kepada generasi muda sangatlah penting. Para pemuda merupakan agent of change dan calon wajib pajak yang potensial di masa depan. Pembekalan ilmu dan keterampilan bagi pemuda merupakan suatu kebutuhan, sekaligus hak para mahasiswa.
Indonesian Smart Taxologist merupakan sebuah solusi sebagai langkah awal reformasi kurikulum perpajakan. Program Indonesian Smart Taxologist diharapkan menjadi bentuk sinergitas yang mampu menghasilkan taxologist dan sumber daya manusia yang unggul serta kompetitif. *
*Esai ini merupakan salah satu dari 12 esai terpilih yang lolos seleksi awal DDTCNews Tax Competition 2019 bertajuk ‘Tax Challenges in the Digital Era: It's Time for Youth to Speak Up!’.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.