LOMBA MENULIS ARTIKEL PAJAK 2018

Menimbang Jurus Perpajakan Jokowi-Prabowo

Redaksi DDTCNews
Kamis, 03 Januari 2019 | 14.51 WIB
ddtc-loaderMenimbang Jurus Perpajakan Jokowi-Prabowo
Anoraga Ilafi,
 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjajaran

TIDAK bisa dimungkiri pajak merupakan komponen yang sangat penting bagi kehidupan bernegara. Saking pentingnya, inisiator kemerdekaan Amerika Serikat, Benjamin Franklin, mengatakan “Di dunia ini tidak ada yang dapat dikatakan pasti, kecuali kematian dan pajak.”

Hal ini disampaikan dalam suratnya kepada Jean-Baptiste Le Roy pada 1789 dan sangat populer setelah suratnya diterbitkan kembali pada 1817 dengan judul “The Works of Benjamin Franklin.”

Di Indonesia, 85% sumber pendanaan APBN berasal dari pajak, yaitu Rp1.618 triliun dari pendapatan negara Rp1.894 triliun pada 2018. Sebagian besar alokasi penerimaan pajak tersebut dialokasikan untuk program pengentasan kemiskinan, pembagunan infrastruktur, pemerataan pembangunan antardaerah, dan masih banyak lagi. Hal ini menunjukkan bahwa pajak merupakan komponen yang sangat vital di Indonesia.

Kondisi Penerimaan Pajak
PERTUMBUHAN penerimaan pajak di Indonesia dapat dikatakan cukup bagus. Hal ini dapat dibuktikan dengan persentase pertumbuhan penerimaan pajak yang meningkat setiap tahun. Hal ini dapat dilihat melalui diagram di bawah ini:

Penerimaan pajak Indonesia 2014-2018 (Rp triliun)

Dari diagram diatas dapat dilihat terjadi peningkatan yang signifikan dalam hal penerimaan pajak setiap tahun. Penigkatan penerimaan pajak ini tidak lepas dari berbagai langkah perbaikan kebijakan Kementerian Keuangan seperti tax amnesty dan tax holiday demi meningkatkan basis pajak serta mencegah praktik penghindaran dan erosi pajak.

Namun, peningkatan penerimaan pajak ternyata tidak diiringi dengan penurunan defisit anggaran negara. Pada 2018, Indonesia masih mengalami defisit anggaran Rp287,9 trilun. Defisit ini menyebabkan penambahan utang negara serta kurang optimalnya pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.

Oleh karena itu, tidak salah apabila kedua pasangan kandidat pemimpin Indonesia 2019-2024, Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, merancang strategi mengenai pengelolaan perpajakan sedemikian rupa sebagai salah satu jurus jitu mendongkrak defisit negara dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Strategi Jokowi-Ma'ruf
PASANGAN calon petahana, Jokowi-Ma'ruf, berjanji akan meneruskan reformasi perpajakan yang selama ini dilakukan pemerintahan Jokowi-JK demi mendongkrak jumlah APBN yang sehat, adil, dan mandiri, serta mendukung peningkatan kesejahteraan, penurunan tingkat kesenjangan, dan peningkatan produktivitas masyarakat melalui program perpajakan.

Selain itu, pasangan calon ini juga akan mengoptimalkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dengan sistem yang terintegrasi dan akuntabel. Agenda peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) juga tidak terlupakan dalam agenda reformasi perpajakan.

Program perpajakan Jokowi-Ma'ruf tampak seperti melanjutkan reformasi perpajakan yang telah dilakukan pemerintah saat ini. Meskipun belum begitu detail tentang apa saja yang akan diterapkan kembali.

Program tax amnesty, tax holiday, dan reformasi kepabeanan dan cukai akan menjadi andalan dikarenakan ketiga hal ini berdampak secara signifikan terhadap peningkatan penerimaan pajak.

Meski begitu, beberapa program reformasi perpajakan juga ada yang belum membuahkan hasil seperti mandeknya revisi UU Perpajakan dan kurang optimalnya integrasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB).

Mandeknya revisi UU Perpajakan dirasa merupakan hal utama yang harus dilanjutkan karena revisi ini mengatur 4 hal. Pertama. penurunan cost of compliance (biaya kepatuhan pajak) dan cost of tax collection (biaya pemungutan pajak).

Kedua, penyesuaian administrasi perpajakan dengan perkembangan teknologi informasi. Ketiga, pemungutan pajak yang berkeadilan dan berkepastian hukum. Keempat, mewujudkan administrasi yang mudah, efisien, dan cepat.

Keempat revisi ini sangatlah penting untuk segera dilaksanakan dikarenakan akan memberikan dampak masif terhadap penerimaan negara. Hal ini menjawab problematika banyak masyarakat yang menganggap kedua biaya ini sangatlah membebani masyarakat.

Selain itu, hal tersebut juga berimplikasi pada tax ratio yang sangat rendah sampai saat ini. Tax ratio merupakan rasio jumlah pajak dibandingkan Produk Domestik Bruto. Dalam 5 tahun terakhir Indonesia hanya mampu memilikitax ratio 10%-12%. Angka ini masih jauh dengan standar Bank Dunia, yaitu 15%.

Terakhir, pasangan calon ini akan fokus dalam pembenahan SDM di lingkungan pajak itu. Masih banyaknya pegawai pajak yang terjerat korupsi seperti Gayus Tambunan dan Dhana Widyatmika, merupakan segelintir contoh bahwa integritas SDM di sektor perpajakan masih harus dibenahi.

Korupsi di sektor perpajakan yang terjadi selama 1 dekade ke belakang mengakibatkan negara harus menanggung kerugian triliunan rupiah. Program ini merupakan salah satu agenda yang tepat untuk diprioritaskan ke depan.

Strategi Prabowo-Sandi
DI kubu penantang, pasangan calon Prabowo-Sandiaga Uno, berjanji akan lebih agresif lagi dalam mengoptimalkan sektor perpajakan yang dikemas dalam beberapa kebijakan. Kebijakan itu antara lain, pertama,menaikkan batas Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh).

Kebijakan ini akan menstimulus perekonomian negara. Masyarakat golongan ekonomi menengah dan ke bawah akan sangat diuntungkan dari kebijakan ini. Namun, kebijakan ini juga akan membuat tax ratio Indonesia kian rendah dan berimplikasi pada belanja negara serta pembangunan.

Kedua, menghapus Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi rumah utama dan pertama. Kebijakan ini akan sangat menarik hati masyarakat karena biaya PBB tahun ini yang meningkat hingga 70% semakin membuat masyarakat resah.

Dengan dihapuskannya PBB, daya beli masyarakat akan meningkat baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Namun, Prabowo-Sandi juga harus menimbang kebijakan ini karena PBB merupakan sumber terbesar dari pendapatan asli daerah, sehingga pembangunan di setiap daerah akan terjadi gejolak.

Ketiga, menghapus secara drastis birokrasi yang menghambat dan melakukan reformasi perpajakan agar lebih menstimulus gairah berwirausaha. Program ini ditujukan untuk  meningkatkan daya saing terhadap negara-negara tetangga.

Keempat, meningkatkan akses masyarakat terhadap buku murah dan terjangkau melalui kebijakan perpajakan yang menunjang hal tersebut.

Setiap kebijakan yang ditawarkan kedua pasangan calon tersebut tentu mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kebijakan Jokowi-Ma’ruf bersifat melanjutkan reformasi perpajakan yang bersifat inklusif, sedangkan kebijakan Prabowo-Sandiaga bersifat proaktif terhadap masyarakat menengah ke bawah. Hal ini akan menjadi pertimbangan sendiri oleh rakyat dalam memilih kelak.*

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.