Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 81/2024 merombak ketentuan pemindahbukuan yang selama ini diatur berdasarkan PMK 242/2014 s.t.d.d PMK 18/2021.
PMK 81/2024 membagi pemindahbukuan ke dalam 2 kategori, yaitu pemindahbukuan berdasarkan permohonan wajib pajak dan pemindahbukuan secara jabatan.
"Pemindahbukuan adalah suatu proses memindahbukukan penerimaan pajak untuk dibukukan pada penerimaan pajak yang sesuai," bunyi Pasal 1 angka 108 PMK 81/2024, dikutip pada Selasa (5/11/2024).
Secara umum, pemindahbukuan dapat dilakukan untuk pembayaran PPh, PPN, PPnBM, bea meterai, PBB, pajak penjualan, dan pajak karbon.
Merujuk pada Pasal 109 ayat (1) PMK 81/2024, pemindahbukuan diajukan oleh wajib pajak kepada dirjen pajak atas: penggunaan deposit pajak, atas pembayaran PPh PHTB yang belum dilakukan penelitian untuk penerbitan surat keterangan penelitian formal bukti penyetoran PPh.
Kemudian, atas penyetoran di muka bea meterai yang belum digunakan untuk menambah saldo deposit pada mesin teraan meterai digital, dan atas jumlah pembayaran yang lebih besar dari pajak terutang.
Namun, perlu dicatat, pemindahbukuan atas jumlah pembayaran yang lebih besar dari pajak terutang tidak dapat diajukan atas:
Untuk melakukan pemindahbukuan, permohonan harus diajukan oleh wajib pajak yang identitasnya tertera dalam bukti pembayaran. Perlu dicatat, pemindahbukuan tersebut hanya dapat dilakukan antarpembayaran pajak dalam mata uang yang sama.
Lebih lanjut, terdapat 6 jenis pemindahbukuan yang dapat dilakukan secara jabatan. Pertama, pemindahbukuan atas bukti pemindahbukuan yang terdapat kesalahan dalam penerbitan.
Kedua, pemindahbukuan atas pembayaran/penyetoran pajak yang berdasarkan data dan informasi perlu dilakukan pemindahbukuan.
Ketiga, pemindahbukuan atas deposit pajak untuk melunasi utang pajak yang masih tersisa saat penghapusan NPWP. Keempat, pemindahbukuan atas deposit pajak wajib pajak yang dihapus NPWP-nya karena penggabungan usaha ke wajib pajak hasil penggabungan usaha.
Kelima, pemindahbukuan atas pembayaran/penyetoran pajak yang terdapat perbaikan data penerimaan dari DJPb. Keenam, pemindahbukuan atas pembayaran/penyetoran pajak sebagai tindak lanjut penyitaan oleh juru sita.
"Dirjen pajak menerbitkan bukti pemindahbukuan dalam hal permohonan pemindahbukuan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 109 atau pemindahbukuan secara jabatan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 110," bunyi Pasal 111 ayat (1) huruf a PMK 81/2024.
Bukti pemindahbukuan akan menjadi dasar penyesuaian atas pembayaran dan penyetoran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak.
PMK 81/2024 bakal mulai berlaku pada 1 Januari 2025. Sejak tanggal tersebut, PMK 242/2014 s.t.d.d PMK 18/2021 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. (rig)