Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Wajib pajak yang ingin turut serta dalam kebijakan II program pengungkapan sukarela (PPS) tidak perlu secara satu persatu mencabut surat permohonan yang telah disampaikan kepada Ditjen Pajak (DJP).
Ketika menyampaikan surat pemberitahuan pengungkapan sukarela (SPPH), pernyataan wajib pajak untuk mencabut permohonan sudah disamakan kedudukannya dengan surat permohonan pencabutan. Hal ini diatur dalam aturan teknis PPS yang baru saja diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani, PMK 196/2021.
"Pernyataan mencabut permohonan ... disamakan kedudukannya dengan surat permohonan pencabutan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, pengurangan atau penghapusan sanksi administratif, pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar, pengurangan atau pembatalan surat tagihan pajak yang tidak benar, keberatan, dan/atau pembetulan," bunyi Pasal 10 ayat (5) PMK 196/2021, dikutip Rabu (29/12/2021).
Bila permohonan yang dimaksud adalah permohonan banding, gugatan, dan/atau peninjauan kembali (PK), maka wajib pajak masih perlu melampiri SPPH dengan salinan surat pencabutan banding, gugatan, atau PK.
Seperti diketahui, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh wajib pajak orang pribadi sebelum turut serta dalam kebijakan II PPS, salah satunya adalah mencabut berbagai permohonan seperti permohonan restitusi, keberatan, pembetulan, banding, hingga PK.
Seluruh permohonan dapat dicabut oleh wajib pajak bila belum diterbitkan surat keputusan atau putusan atas permohonan-permohonan dari wajib pajak yang bersangkutan.
Ketentuan untuk mencabut permohonan tidak hanya permohonan yang berkaitan dengan PPh, melainkan juga pemotongan/pemotongan PPh serta PPN untuk tahun pajak 2016 hingga tahun pajak 2020.
Selain harus mencabut berbagai permohonan, wajib pajak orang pribadi yang ingin turut serta dalam kebijakan II PPS harus ber-NPWP, membayar PPH final atas harta bersih yang diungkapkan, dan sudah menyampaikan SPT tahunan 2020. (sap)