Ilustrasi. Sebuah kapal bermuatan peti kemas melakukan peran pemanduan oleh kapal tunda saat akan bersandar di Pelabuhan Jakarta International Container Terminal (JICT), Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (24/6/2020). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/foc.
JAKARTA, DDTCNews – Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Indonesia dan Australia (Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement/IA-CEPA) resmi berlaku mulai kemarin, Minggu (5/7/2020).
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengatakan perjanjian kemitraan itu terjalin setelah melewati proses perundingan yang panjang, yaitu hampir satu dekade. Menurutnya, manfaat utama dari IA-CEPA adalah produk Indonesia yang bisa bebas bea masuk saat diekspor ke Australia.
“Seluruh produk ekspor Indonesia ke Australia dihapuskan tarif bea masuknya. Untuk itu, tarif preferensi IA-CEPA ini harus dimanfaatkan secara maksimal oleh para pelaku usaha Indonesia agar ekspor Indonesia meningkat," katanya dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (6/7/2020).
Agus optimistis pemberlakuan IA-CEPA akan otomatis memperbesar nilai ekspor Indonesia ke Australia. Beberapa produk unggulan ekspor ke Australia tersebut misalnya otomotif, kayu dan furnitur, perikanan, tekstil dan produk tekstil, sepatu, alat komunikasi, serta peralatan elektronik.
Selain itu, menurutnya, impor produk Australia yang juga dikenai bea masuk 0% akan menguntungkan para pelaku usaha makanan-minuman, hotel, restoran, dan katering. Hal ini dikarenakan kebanyakan berupa bahan baku makanan-minuman.
Masyarakat sebagai konsumen, sambungnya, juga bakal diuntungkan karena dapat menikmati berbagai varian produk dengan harga yang lebih terjangkau.
Agus menambahkan IA-CEPA merupakan perjanjian yang komprehensif dengan cakupan tidak terbatas pada perdagangan barang, tetapi juga perdagangan jasa, investasi, dan kerja sama ekonomi lainnya. Dia berharap kesepakatan IA-CEPA mampu menciptakan jejaring rantai pasok global yang baru.
IA-CEPA dibentuk dengan konsep “economic powerhouse”, yaitu kolaborasi antara Indonesia-Australia dengan memanfaatkan keunggulan negara masing-masing untuk menyasar pasar di negara ketiga. Misalnya, Australia mengirim produk daging sapi untuk industri makanan di Indonesia, yang kemudian produk jadinya akan dipasarkan ke negara kawasan Timur Tengah.
Konsep economic powerhouse juga didukung dengan pembukaan akses dan perlindungan investasi yang lebih baik sehingga mendorong masuknya investor Australia ke Indonesia. Investor itu terutama di sektor pendidikan tinggi, pendidikan vokasi, kesehatan, industri, konstruksi, energi, pertambangan, dan pariwisata.
Agus berharap kemitraan IA-CEPA bisa dimanfaatkan oleh seluruh pelaku usaha, pemerintah daerah, hingga akademisi agar memberi manfaat yang lebih besar bagi perekonomian Indonesia.
“Covid-19 membuat hampir seluruh negara di dunia mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi sehingga IA CEPA dapat dijadikan momentum dan dorongan untuk menjaga kinerja perdagangan dan meningkatkan daya saing Indonesia," ujarnya.
Pada 2019, total perdagangan barang Indonesia-Australia mencapai US$7,8 miliar. Ekspor Indonesia tercatat senilai US$2,3 miliar dan impornya US$5,5 miliar. Alhasil, Indonesia mengalami defisit sebesar US$3,2 miliar.
Namun demikian, sepuluh besar komoditas impor Indonesia dari Australia merupakan bahan baku dan penolong industri, seperti gandum, batubara, bijih besi, alumunium, seng, gula mentah, serta susu dan krim.
Sementara dari sisi perdagangan jasa, sepanjang periode 2018 hingga 2019 ekspor jasa Indonesia mencapai AU$4,4 miliar dan impor jasa AU$1,7 miliar. Alhasil, Indonesia mencatatkan surplus AU$2,7 miliar. Sektor penyumbang surplus Indonesia adalah jasa pariwisata dan transportasi, sementara Indonesia mengimpor jasa terkait pendidikan dari Australia.
Adapun investasi Australia di Indonesia pada 2019 mencapai US$264 juta dengan 740 proyek di sektor pertambangan, industri logam, tanaman pangan, hotel dan restoran, listrik, gas dan air, industri makanan, industri kimia dan farmasi, serta perdagangan dan reparasi. (kaw)