Harga bahan bakar di atas 8 dolar diiklankan di sebuah stasiun pengisian bahan bakar Chevron di Los Angeles, California, Amerika Serikat, Senin (30/5/2022). ANTARA FOTO/REUTERS/Lucy Nicholson/WSJ/cfo
WASHINGTON D.C., DDTCNews - Pejabat Gedung Putih membuka kemungkinan pengenaan windfall tax terhadap perusahaan-perusahaan minyak dan gas (migas).
Wakil Direktur National Economic Council Bharat Ramamurti mengatakan 5 perusahaan migas terbesar di AS mendapatkan laba sebesar US$35 miliar pada kuartal I/2022 sebagai buntut perang antara Rusia dan Ukraina.
"Perusahaan migas mengambil keuntungan dari perang dan memperoleh laba 4 kali lipat lebih tinggi bila dibandingkan dengan situasi normal ketika tidak ada perang," ujar Ramamurti, dikutip Jumat (10/6/2022).
Ketika ditanya mengenai windfall tax, Ramamurti mengatakan Presiden AS Joe Biden terbuka atas seluruh opsi kebijakan yang tersedia. "Kami mempertimbangan semua proposal yang ada [termasuk windfall tax]. Banyak permasalahan yang harus diselesaikan," ujar Ramamurti seperti dilansir cnn.com.
Saat ini, perusahaan migas tercatat sudah meningkatkan suplai. Meski demikian, langkah tersebut masih belum mampu menekan harga BBM pada level konsumen. Saat ini, harga BBM tercatat sudah melampaui US$5 per galon.
Untuk diketahui, windfall tax atas perusahaan migas telah diusulkan oleh beberapa anggota Kongres AS dari Partai Demokrat.
Namun, American Petroleum Institute (API) justru menilai kebijakan windfall tax akan menghambat investasi. Hal ini bertentangan dengan rencana pemerintah yang ingin memulihkan perekonomian.
"Sangat disayangkan beberapa pembuat kebijakan lebih berfokus mendorong kepentingan politiknya ketimbang mendorong solusi yang benar-benar dapat mengatasi kenaikan harga," ujar Wakil Presiden API Frank Macchiarola. (sap)