Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah memiliki keleluasaan untuk mengurangi pemberian fasilitas pembebasan PPN dan PPN tidak dipungut yang berlaku saat ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 49/2022.
Pada bagian penjelasan PP 49/2022, pemerintah menyatakan kemudahan dalam bentuk pembebasan PPN dan PPN tidak dipungut bersifat sementara waktu atau selamanya dan dapat dipertimbangkan untuk tidak diberikan lagi.
"Pemerintah dapat tidak lagi memberikan kemudahan di bidang perpajakan berdasarkan pertimbangan kondisi perekonomian dan dampaknya terhadap penerimaan negara," bunyi bagian penjelasan dari PP 49/2022, dikutip pada Kamis (15/12/2022).
Menurut pemerintah, kemudahan-kemudahan di bidang perpajakan diberikan secara sangat selektif dan terbatas serta dengan mempertimbangkan dampaknya pada penerimaan negara.
Pada Pasal 30 PP 49/2022, pembebasan PPN dan fasilitas PPN tidak dipungut pada PP 49/2022 dapat dievaluasi oleh menteri keuangan dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap perekonomian dan penerimaan negara.
"Berdasarkan hasil evaluasi ..., impor dan/atau penyerahan BKP atau JKP dan/atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean dapat dikenai PPN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan," bunyi Pasal 30 ayat (4) PP 49/2022.
Untuk diketahui, UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) turut mengubah ketentuan mengenai pengecualian, pembebasan, dan PPN tidak dipungut pada UU PPN.
Dengan UU HPP, barang dan jasa yang selama ini dikecualikan dari PPN melalui Pasal 4A UU PPN seperti bahan kebutuhan pokok, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa pelayanan sosial, hingga jasa keuangan sekarang diubah statusnya menjadi barang kena pajak dan jasa kena pajak (BKP/JKP).
Meski telah menjadi BKP/JKP, barang dan jasa tersebut tetap mendapatkan fasilitas PPN dibebaskan atau tidak dipungut berdasarkan Pasal 16B UU PPN. Perlu diingat, fasilitas PPN tersebut dapat berlaku untuk sementara waktu ataupun selamanya dan diatur melalui PP. (rig)